(Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Meraukr Circle)
Partai Nasdem pendukung Anies Baswedan mengalami bulan-bulanan nitizen karena salah satu pimpinannya, Jhony Plate, menterinya Jokowi, ditangkap kemarin karena kasus korupsi. Surya Paloh (SP) , menanggapi langsung penangkapan itu dengan keras. Dalam video online detik20 menyatakan partainya menerima kenyataan ini. Namun, dia menantang agar pertama, aliran dana dari Jhony Plate diungkapkan semua. Siapa aja yang kebagian. Kedua, dia meminta semua kementerian dan lembaga negara lainnya juga diselidiki secara “fair”, agar rakyat tahu tentang bobroknya Indonesia saat ini soal korupsi.
SP yang selama 5 tahun pemerintahan Jokowi “menguasai” Kejaksaan Agung, karena Jaksa Agungnya kader Nasdem, tentu saja memiliki data tentang korupsi di semua jajaran lembaga pemerintahan. Sehingga, tantangan SP ini dapat di isyaratkan sebagai perang terhadap Jokowi, yakni tebas semua, jangan tebang pilih.
Soal tebas semua dan jangan tebang pilih telah menjadi isu lama dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Memburu koruptor di Indonesia tidaklah susah, mirip seperti berburu di kebon binatang saat pemerintah Jokowi berkuasa. Dalam perumpamaan berburu di kebon binatang, maka “like and dislike” akan menjadi unsur penting membidik siapa yang ditangkap hari ini dan besok.
Mahfud MD dalam “Mahfud: Sekarang Noleh Ke mana Saja Ada Korupsi, Mengapa Dulu Kita Reformasi “, kompas online, 21/3, mengatakan
“Sekarang saudara noleh ke mana saja ada korupsi kok. Noleh ke hutan, ada korupsi di hutan, noleh ke udara, ke pesawat udara, ada korupsi di Garuda (Indonesia), asuransi ada, koperasi korupsi, semuanya korupsi. Nah, ini sebenarnya mengapa dulu kita melakukan reformasi?” Dia menambahkan, jika di sektor pertambangan saja kita bebas korupsi, setiap warga negara akan punya penghasilan atau bisa disubsidi Rp. 20 juta tanpa perlu bekerja. Sebuah ironi besar soal korupsi kita.
Tentu saja dalam setiap rezim ada persoalan dalam pemberantasan korupsi. Namun, di era Jokowi, Transparansi Internasional memberikan nilai terburuk sepanjang sejarah Indonesia ada saat ini, yakni indeks 34. Padahal indeks ini dikeluarkan tahun 2022, sebelum kasus menghebohkan TPPU Rp. 349 Triliun di Kementerian Keuangan terungkap. Jika hal ini dimasukkan, maka indeks korupsi kita akan semakin terpuruk lagi.
Karena korupsi sudah dianggap sebagai norma normal di Indonesia saat ini, maka tidak mengherankan koruptor-koruptor yang baru keluar penjara langsung tancap gas sebagai timses capres mendatang. Kemarin saya tanyakan hal ini kepada Karni Ilyas, ketika saya diundang di ILC. Perbincangan di meja makan sebelum acara dimulai, karena Rocky Gerung menggugat koruptor-koruptor yang baru keluar penjara bukan tiarap, malu, eh malah tampil di TV dan pasang baliho besar di mana2 serta disambut bak pahlawan. Saya bertanya kepada bang Karni apakah mungkin ILC nantinya mengundang koruptor-koruptor itu sebagai pembicara di ILC? Karni memastikan tidak ada mantan Napi koruptor yang akan diundang di ILC.
Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi
Tiga capres yang akan bertarung adalah Ganjar, Prabowo dan Anies ke depan. Ganjar mewakili pikiran Soekarno alias Orde Lama. Prabowo adalah menantu Suharto, mewakili pikiran Orde Baru. Dan Anies adalah mahasiswanya pejuang era reformasi98, sehingga mewakili spirit Reformasi. Beban era reformasi, seperti yang dituntut mahasiswa saat perjuangan menumbangkan Suharto kala itu adalah Demokrasi dan Hancurkan korupsi.
Era Sukarno dan Suharto demokrasi tidak dikenal sama sekali. Pemimpinnya tangan besi. Korupsi merajalela tak bisa dikritik. Tapi, di era reformasi era Jokowi ini ternyata situasi lebih parah. Awalnya, sebelum era Jokowi, memang Demokrasi terlalu bebas. Sehingga mencemaskan. tapi, disisi lain korupsi diberantas dengan melahirkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Sebelum Jokowi datang, semua koruptor-koruptor seperti tikus yang mencuri dengan sembunyi, saat ini mereka terang-terangan kembali.
Unsur lainnya tentunya karena budaya korupsi yang terlalu berlebihan saat ini. Untung nitizen membongkar kemewahan-kemewahan pejabat saat ini dengan istilah Flexing. Nitizen membongkar harga tas menantu Jokowi merk Hermes, harga tas pejabat lainnya, yang ini bermula dari mobil mewah Rubicon anak pejabat pajak Rafael Alun.
Budaya korupsi ini berasal dari budaya glamour yang entah bagaimana menjadi trend elit. Padahal rakyat kita menurut Bank Dunia dengan standar resmi meraka, mencapai 40% alias hampir setengah rakyat kita miskin.
Anies dan Tantangan Menghancurkan Korupsi
Nasdem adalah salah satu dari 3 partai pendukung Anies. Dua partai lainnya, PKS dan PD adalah parpol oposisi, sehingga selama sepuluh tahun ini mereka tidak banyak dihebohkan oleh isu korupsi. Kecuali korupsi ditingkat daerah.
Jika melihat Nasdem tidak takut dalam isu penangkapan Jhony Plate, menterinya Jokowi dari Nasdem, maka spirit pemberantasan korupsi ke depan, Jika Anies memimpin bangsa kita akan lebih mudah. Karena, hanya dari sisi Nasdem lah yang mungkin mempengaruhi Anies dalam isu ini.
Apalagi pernyataan Surya Paloh yang minta buka-bukaan secara total
Kembali kepada cita-cita Anies Baswedan, maka cita-cita Anies adalah sesuai dengan spirit reformasi 98, yakni Demokrasi dan Hancurkan Korupsi. Itu yang sering disinggung Anies sebagai meluruskan kembali arah bangsa. Dengan Demokrasi dan Hancurkan Korupsi akan menjadi jalan mulus bagi pembangunan yang mensejahterakan rakyat miskin.
Namun, tantangan terhadap Anies begitu besar. Penangkapan petinggi Nasdem ini jika dibumbui dengan kompetisi politik yang saling menjatuhkan, akan membuat goncangan besar pada soliditas dan kekuatan pendukung Anies. Oleh karena itu, seluruh kekuatan pendukung Anies, kususnya dalam jajaran elit, harus bersumpah bahwa peperangan ini harus diluruskan spiritnya. Pertama, semangat untuk sekedar berkuasa, harus berganti semangat untuk menghancurkan korupsi itu. Misalnya, kontrak-kontrak politik antar partai pendukung harus memasukkan antara lain, pertama, Cita-cita meningkatkan index persepsi korupsi sebesar 20 poin selama berkuasa. Kedua, memberlakukan hukuman mati bagi koruptor.
Ketiga, meminta kepada Surya Paloh, membongkar semua catatan korupsi yang dia miliki datanya kepada publik, minimal selama 5 tahun kader Nasdem jadi Jaksa Agung.
Jika rakyat yakin bahwa Anies dan pendukungnya berjuang total, maka semangat perjuangan memenangkan Anies akan lebih mudah. Dan kemenangan yang dihasilkan oleh spirit anti korupsi, tentu akan membuka jalan untuk menuntaskan anti korupsi selama berkuasa nantinya.
Penutup
Anies adalah capres Orde Reformasi. Sementara lainnya mewakili asosiatif Orde Lama dan Orde Baru. Orde Reformasi tuntutannya adalah Demokrasi dan Hancurkan Korupsi.
Anies tentu mengalami sedikit ganjalan ketika pimpinan partai pendukungnya, Jhony Plate, menterinya Jokowi, ditangkap kasus korupsi BTS. Berbeda dengan korupsi kakap Bansos dan Benur, yang mempengaruhi dua capres lainnya, kasus Jhony Plate ini sudah dekat pemilu. Efeknya akan lebih terasa.
Rakyat tentu percaya Anies mempunyai spirit anti korupsi yang maha dahsyat. Namun, tentunya hal ini perlu direvitalisasi setelah kejadian Jhony Plate. Misalkan, tantangan Surya Paloh untuk tebang habis bukan tebang pilih dalam penangkapan koruptor. Anies harus meminta Surya Paloh, yang memiliki data korupsi sepanjang kadernya dulu menjadi Jaksa Agung era pertama rezim Jokowi, membocorkan semua data yang ada ke masyarakat. Biar semua transparan.
Selebihnya, Anies kembali harus menegaskan janjinya bahwa meluruskan arah bangsa itu adalah arah Reformasi Politik 98, Tegakkan Demokrasi dan Hancurkan Korupsi. Artinya, menaikkan indeks persepsi korupsi yang telah hancur ditangan Jokowi, setinggi-tingginya.
(Agt, Dodo/ PM)