Menhub Tak Serius, Potongan Ojol Capai 50%, DPR Geram

Jul 2, 2025

Komisi V DPR RI meluapkan kekecewaan atas ketidakhadiran Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi dalam rapat kerja yang membahas aspirasi para pengemudi ojek online (ojol). Rapat yang digelar di Gedung DPR (1/7/2025) tersebut menyoroti keluhan serius soal tingginya potongan pendapatan pengemudi oleh aplikator yang disebut-sebut mencapai hingga 50 persen.

Ketidakhadiran Menhub untuk kedua kalinya dalam agenda serupa dinilai sebagai bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam menyikapi persoalan yang menimpa jutaan pengemudi ojol. Dalam forum, Wakil Menteri Perhubungan, Suntana, menyampaikan permohonan maaf dan menyebut Dudy tengah mendampingi Presiden dalam agenda lain di Istana Negara.

Namun penjelasan itu tidak meredam kemarahan anggota dewan. Anggota Komisi V, Sofwan Dedy Ardyanto, mengaku kecewa dan menyebut aspirasi para pengemudi ojol seolah diabaikan.

“Saya sebenarnya sudah malas bicara. Lemes, Pak. Suara kami seperti tidak didengar,” ungkap Sofwan dalam rapat. Ia menekankan bahwa para pengemudi ojol, yang mayoritas berasal dari kalangan ekonomi bawah, layak mendapatkan perhatian dan perlindungan dari negara.

Rasa kecewa itu diperkuat oleh fakta bahwa para pengemudi ojol telah menyampaikan tuntutan mereka sejak melakukan aksi mogok nasional pada 20 Mei 2025. Mereka mengeluhkan pemotongan biaya yang dianggap tidak manusiawi, karena besarnya bisa mencapai 50 persen dari pendapatan per perjalanan, padahal batas maksimal yang ditetapkan adalah 20 persen.

Rapat ini sejatinya menjadi momentum untuk mendalami keluhan para pengemudi dan mencari solusi konkret atas persoalan tersebut. Namun absennya Menhub dianggap menghambat proses penyelesaian dan menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah terhadap perlindungan sektor transportasi berbasis digital yang semakin vital.

Ketimpangan antara aplikator ojek online dan pengemudi, khususnya soal besarnya potongan biaya yang dirasa memberatkan. DPR meminta kehadiran Menhub untuk mendengar langsung aspirasi ini, namun ketidakhadiran yang berulang justru memunculkan penilaian bahwa pemerintah tidak serius menindaklanjuti masalah yang berdampak pada penghidupan rakyat kecil.

(Hen/PM)