Foto: Hasto Kristiyanto
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Kamis (3/7/2025), dijadwalkan membacakan tuntutan terhadap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam perkara dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku serta perintangan penyidikan oleh Hasto.
Jaksa KPK Rio Vernika Putra menyatakan bahwa timnya telah menyusun surat tuntutan dan siap memaparkan hasil penilaian mereka atas fakta-fakta yang muncul selama persidangan. “Kami, Tim Jaksa, telah menyiapkan surat tuntutan terdakwa Hasto Kristiyanto dan siap membacakannya besok,” ujar Rio kepada wartawan pada Rabu (2/7/2025).
Trump Ancam Tangkap Cawalkot Muslim New York, Tuduh Imigran Ilegal
Tegang! Khamenei dan Trump Saling Serang
MENGHITUNG HARI PEMECATAN GIBRAN
Dalam proses persidangan yang berlangsung selama beberapa bulan, jaksa menghadirkan berbagai saksi, mulai dari staf pribadi Hasto, Kusnadi, hingga sejumlah mantan pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU), eks kader PDI-P, hingga penyidik KPK sendiri. Persidangan mengungkapkan sejumlah fakta penting yang menjadi bagian dari konstruksi perkara.
Harun Masiku Bukan Kader Asli PDI-P
Salah satu fakta mencolok datang dari keterangan saksi Riezky Aprilia, mantan calon anggota legislatif dari PDI-P, yang mengungkap bahwa Harun Masiku sebelumnya adalah kader Partai Demokrat. Hal ini menimbulkan kejanggalan ketika DPP PDI-P tetap mendorong Harun menggantikan Nazaruddin Kiemas di DPR, meskipun Harun berada di urutan keenam perolehan suara. “Harun Masiku itu, jejak digitalnya ada, dia adalah caleg Demokrat dulunya,” ujar Riezky dalam sidang pada Rabu (7/5/2025).
Upaya Lobi dan Tekanan ke Riezky*
Dalam rangka memuluskan jalan Harun ke DPR, Saeful Bahri eks kader PDI-P mengaku atas perintah Hasto mendatangi Riezky di Singapura. Dalam pertemuan itu, Riezky diminta mengundurkan diri sebagai pengganti almarhum Nazaruddin Kiemas. Ia dijanjikan kompensasi berupa jabatan seperti komisaris BUMN atau anggota Komnas HAM, namun Riezky menolak.
Menavigasi Lautan Konflik Iran–Israel dan Jalur Pelayaran Barang Kebutuhan
Prabowo Resmikan Proyek Raksasa Baterai Listrik Rp97 Triliun
Misteri Nomor Sri Rejeki Hastomo
Jaksa juga menyinggung dugaan keterlibatan Hasto dalam upaya menghilangkan barang bukti, yakni sebuah nomor telepon luar negeri yang didaftarkan atas nama Sri Rejeki Hastomo. Nomor itu diyakini terkait dengan komunikasi strategis yang dilakukan sebelum pemeriksaan Hasto di KPK. Ponsel yang memuat nomor tersebut sempat dikabarkan “ditenggelamkan” oleh Kusnadi, namun ia mengklaim hanya melakukan ritual pelarungan pakaian, bukan ponsel.
Jejak di PTIK dan Operasi Senyap KPK
Dalam keterangan dari penyidik KPK, disebutkan bahwa sebelum Harun Masiku menghilang, ia dan Hasto sempat terdeteksi berada di lingkungan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Di titik itu, jejak mereka terputus. KPK juga memutar rekaman komunikasi terakhir Harun, termasuk instruksi untuk memusnahkan ponsel guna menghindari pelacakan.
Nilai Suap Capai Rp 2,5 Miliar
Penyidik KPK mengungkap bahwa total dana yang disiapkan Harun Masiku untuk menyuap Wahyu Setiawan mantan komisioner KPU dan membiayai operasional politik mencapai Rp 2,5 miliar. Wahyu sendiri disebut hanya meminta Rp 1 miliar, namun dana lain digunakan untuk kebutuhan perantara seperti Saeful Bahri. Dari jumlah tersebut, Hasto diduga hanya sempat menalangi Rp 400 juta.
Pembelaan Hasto: Nama Dicatut
Dalam pembelaannya, Hasto dan tim kuasa hukumnya menegaskan bahwa tidak ada satupun saksi yang menyatakan bahwa dana tersebut berasal dari dirinya. Mereka juga menilai bahwa Saeful Bahri mencatut nama Hasto untuk memperoleh keuntungan pribadi. Adapun surat Hasto kepada KPU dan Mahkamah Agung disebut sebagai bagian dari pelaksanaan tugas partai, bukan tindakan pribadi yang melanggar hukum.
Tuntutan yang akan dibacakan hari ini menjadi penentu arah kasus yang telah lama menyita perhatian publik. Proses hukum terhadap Hasto Kristiyanto tidak hanya menyangkut integritas personal, tapi juga menyentuh kredibilitas partai besar di Indonesia dalam menghadapi kasus korupsi yang menyeret elite politik dan sistem pemilu.
Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sidang Pengadilan Tipikor 2025.
Editor: Agusto Sulistio