Pikiranmerdeka.com, Makassar – Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menyampaikan keprihatinan mendalam atas tragedi kerusuhan yang terjadi pada aksi demonstrasi mahasiswa pada 28–30 Agustus 2025 di Jakarta dan sejumlah kota lain di Indonesia.
Peristiwa tersebut menimbulkan korban jiwa, luka-luka, intimidasi, serta dugaan kuat adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap mahasiswa, masyarakat sipil, dan jurnalis yang meliput.
Dalam surat resmi yang dilayangkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), KOPEL Indonesia menegaskan bahwa kejadian ini tidak boleh dibiarkan tanpa investigasi serius.
Terdapat sejumlah persoalan krusial yang harus menjadi perhatian, di antaranya:
Pertama, Indikasi penggunaan kekerasan berlebihan oleh aparat keamanan terhadap peserta aksi, berupa pemukulan, penggunaan gas air mata yang berlebihan, hingga tindakan represif lain yang melanggar prinsip kebutuhan dan kesepadanan.
Kedua, kurangnya pengendalian situasi dan adanya pembiaran yang justru memperparah eskalasi kerusuhan dan terjadinya pengrusakan dan pembakaran fasilitas publik yang menimbulkan hilangnya nyawa (meninggal) dan kerugian di pihak sipil.
Ketiga, pelanggaran hak konstitusional mahasiswa untuk menyampaikan pendapat di muka umum, sebagaimana dijamin UUD 1945, UU HAM, dan ICCPR.
Keempat, minimnya transparansi informasi resmi yang tidak sesuai dengan fakta lapangan, sehingga merugikan korban dan keluarganya serta memperburuk kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Atas dasar tersebut, KOPEL Indonesia mendesak KOMNAS HAM untuk:
- Membentuk tim independen pencari fakta dan melakukan investigasi atas tragedi tersebut.
- Mengungkap dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di lapangan.
- Mengeluarkan rekomendasi yang adil, transparan, dan berpihak pada korban, serta mendorong langkah pencegahan agar peristiwa serupa tidak terulang.
Direktur KOPEL Indonesia, Herman dalam pernyataan persnya, Senen (8/9/2025) menegaskan, tragedi ini merupakan ujian bagi negara dalam menjamin hak asasi manusia. Kapolri sebagai pucuk pimpinan tertinggi kepolisian harus bertanggung jawab atas tindakan aparat di lapangan.
Dia tambahkan, penggunaan kekerasan yang berlebihan, pembiaran, serta informasi resmi yang tidak sesuai fakta berpotensi kuat menjadi pelanggaran HAM. KOMNAS HAM wajib turun tangan segera.
“KOPEL Indonesia meyakini bahwa peran aktif dan independen KOMNAS HAM sangat penting untuk menjaga demokrasi, keadilan, dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia,” pungkas Herman, menutup. (Amhar)