KSPSI – Reshuffle dan Hikmah Dibalik Kerusuhan Agustus 2025

Sep 9, 2025

Reshuffle kabinet yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto pada 8 September 2025 menjadi perhatian besar publik. Lima menteri diganti dan lahir satu kementerian baru, yakni Kementerian Haji dan Umrah. Perubahan ini hadir hanya beberapa hari setelah gelombang demonstrasi besar pada 25 sd 30 Agustus 2025 yang berakhir dengan kerusuhan di sejumlah daerah.

Pergantian ini menyentuh tokoh-tokoh penting. Sri Mulyani, Budi Gunawan, Abdul Kadir Karding, Budi Arie Setiadi, dan Dito Ariotedjo harus meninggalkan kursi mereka, digantikan wajah baru yang diharapkan lebih sejalan dengan agenda besar pemerintah. Sementara itu, pembentukan Kementerian Haji dan Umrah diarahkan untuk menjawab kebutuhan umat Islam yang begitu besar.

Dinamika ini lahir dari beragam alasan, mulai dari kebijakan fiskal yang dianggap kaku, lemahnya koordinasi politik, hingga minimnya kinerja sektor tertentu. Semua menunjukkan bahwa reshuffle bukan sekadar mengganti nama, tetapi bagian dari upaya menyesuaikan arah kabinet dengan tuntutan zaman.
Namun di balik riuh pergantian itu, bangsa ini sesungguhnya baru saja melewati masa yang amat genting. Aksi-aksi besar pada akhir Agustus lalu sempat mengguncang banyak kota, berujung rusuh, kerugian material, ratusan korban dan 10 nyawa generasi penerus tewas. Situasi tersebut berpotensi meluas menjadi krisis yang lebih berbahaya. Tetapi kenyataan berkata lain, kita mampu melewatinya dengan keadaan yang tidak sampai mengancam keutuhan negara lebih besar dan berkepanjangan.

Keputusan KSPSI di bawah Ketua Umum Jumhur Hidayat, merupakan satu-satunya perintah yang melarang anggotanya untuk tidak ikut turun dalam aksi (25, 28 Agustus 2025 lalu) menjadi salah satu faktor penentu. Tanpa itu, jumlah massa bisa berlipat ganda dan situasi mungkin jauh lebih sulit dikendalikan, mengingat dalam tiga tahun kebelakang massa buruh KSPSI selalu turun dalam jumlah besar di setiap aksinya.

Sikap bijak Ketum KSPSI ini memberi ruang agar ketegangan tidak berkembang menjadi bencana nasional, mengingat aksi demonstrasi 25 agustus 2025 lalu tidak ada koordinator dan penanggung jawabnya, dan aksi buruh 28 agustus Jumhur lebih memilih jalur dialog dengan pemerintah disamping rasa khawatirnya atas keadaan keamanan dilapangan.

Pada titik inilah kita wajib mensyukuri rahmat Allah SWT. Negeri ini masih dilindungi dari kemungkinan terburuk. Reshuffle kabinet bisa berlangsung karena negara tidak terjerumus dalam krisis besar. Syukur itu seharusnya menjadi dasar untuk melangkah lebih tenang dan bijaksana.
Rasa syukur tidak berarti mengabaikan tantangan yang ada. Ekonomi rakyat masih terhimpit, harga kebutuhan pokok terus naik, lapangan kerja terbatas, dan buruh tertekan. Publik menunggu langkah nyata dari menteri-menteri baru, agar kebijakan pemerintah tidak berhenti pada perombakan politik.

Sejarah mencatat bahwa reshuffle selalu menjadi instrumen kekuasaan. Dari Soekarno, Soeharto, hingga Habibie, perombakan menteri dilakukan untuk menjaga keseimbangan politik atau menghadapi transisi. Kini Prabowo memilih jalannya di tengah gejolak demonstrasi. Apa pun motifnya, rakyat menunggu hasil nyata.

Bangsa ini harus mengambil pelajaran. Syukur atas perlindungan Allah menjadi pengingat bahwa stabilitas negara bukan hanya buah dari strategi politik, melainkan juga ridha-Nya. Dengan bersyukur, kita terhindar dari perpecahan dan diberi ruang untuk memperbaiki diri.

Reshuffle hanyalah langkah politik, tetapi rasa syukur adalah pegangan moral. Selama kita mampu menjaganya, Indonesia akan tetap diberi jalan keluar dari ujian, dan pemerintah akan selalu diingatkan untuk bekerja demi rakyat, bukan sekadar menjaga kursi.

Oleh: Agusto Sulistio – Mantan Kepala Aksi dan Advokasi PIJAR era 90an, Aktif di Indonesia Democracy Monitor (InDemo).

Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa 9 Sept 2025, 14:09 Wib.