https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

Antara BBM naik dan BLT BBM, ada apa? (wawancara dengan Gde Siriana)

Sep 16, 2022 #BBM, #BLT, #Gde Siriana, #INFUS

PikiranMerdeka.com – Pengumuman kenaikan harga BBM yang disampaikan langsung oleh Presiden RI, Ir. Jokowi Widodo, pada tanggal 3/9/2022 lalu, telah menimbulkan gelombang dikalangan Masyarakat.

Keputusan tersebut menurut banyak kalangan pemerhati, pakar, akademisi, aktivis, mahasiswa,masyarakat, dll sebagai tindakan yang tidak pro rakyat.

Sejauh mana kemudian dari kenaikan BBM, PikiranMerdeka.com menurunkan perkembangan informasi terkait kenaikan BBM.

Berikut hasil wawancara dengan Gde Siriana Yusuf, Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS), suatu lembaga yang memperjuangkan kepentingan rakyat yang menyoroti berbagai kebijakan sosial politik, dll.

Secara kelembagaan yang Anda pimpin, bagaimana INFUS melihat persoalan kenaikan BBM saat ini?

Dalam konsep negara kesejahteraan atau welfare state, pemerintah kan mengambil peran penting dalam melindungi dan mengutamakan kesejahteraan ekonomi dan sosial warga negaranya.

Dengan kata lain diberikan peran lebih besar kepada negara untuk mengalokasikan sebagian dana publik demi menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar warganya. Praktek negara kesejahteraan ini bisa lihat Jerman, Britania Raya, Swedia, atau Denmark.

Prakteknya dalam bentuk redistribusi pajak dari orang2 kaya kepada yang miskin dalam bentuk Subsidi. Nah ini kan Pancasila banget. Jadi kalau Pancasila dipraktekkan benar, konstitusi dipraktekkan benar, maka subsidi negara harus jadi
prioritas.

Bagaimana prakteknya di Indonesia?

Dalam pembukaan UUD45, tugas negara salah satunya kan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Ini kan welfare state. Prakteknya rakyat kebanyakan tidak boleh ditinggalkan dalam semua bentuk-bentuk pembangunan. Atau sebaliknya, Rakyat pun tidak boleh dibiarkan manakala negara menghadapi kesusahan.

Maka ketika hari ini dunia sedang menghadapi ketidakpastian global, dan indonesia mengalami tekanan pada APBN, fungsi subsidi negara kepada rakyat justru seharusnya diprioritaskan.

“Ini kalau mau Indonesia jadi welfare state beneran sesuai konstitusi.”

Subsidi akhirnya dicabut Pemerintah, harga jadi naik, menurut Anda bagaimana?

Selama ini menurut pemerintah harga BBM kan disubsidi. Walau kita gak tahu pasti subsidi sebenarnya dari BBM yang dikonsumsi rakyat berapa.

Jokowi akhirnya naikkan harga BBM artinya kan gak sanggup lagi kasih subsidi harga BBM. Lalu dialihkan jadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM.

Nah dari sini kita bisa cermati lagi. Anggaran BLT BBM ini dibandingkan subsidi harga BBM sebelum naik bagaimana. Saya lihat ini kan sangat kecil. Hanya 24 triliun sekian untuk 4 bulan.

Bandingkan dangan subsidi BBM 208 triliun lebih ditambah kompensasi energi 234 triliun lebih. Ini kan sangat timpang.

Kuat berapa lama ini rakyat menhadapi kenaikan harga BBM maupun dampaknya nanti pada harga bahan pokok dll. Intinya akan ada tekanan berat pada kehidupan ekonomi rakyat.

Kesannya BLT ini hanya sebagai syarat aja pemerintah kasih BLT. Tapi saya pikir ini cuma sebagai obat penenenang, agar tidak terjadi gejolak sosial. Atau obat penahan rasa sakit sementara aja.

Nah, karena sifatnya hanya sementara, begitu khasiat obatnya hilang kan rasa sakitnya muncul lagi. Kalau udah gak punya duit lagi bagaimana pemerintah antisipasi gejolak sosial yang muncul?

Dalam hal ini bagaimana Pemerintah seharusnya?

Pemerintah mau gak mau harus kembalikan harga BBM ke semula. Ini bukan soal kemampuan rakyat beli BBM nya saja. Kalau dinaikan harga BBM dampak inflasinya juga kan pengaruh kepada kemampuan atau daya beli rakyat.

Tapi jika harga BBM tidak naik, artinya rakyat sanggup beli dan tidak memicu inflasi. Psikologi pasar kan harus dijaga saat dunia tidak stabil.

Ini Konsekuensinya pemerintah harus sediakan subsidi energi yang memadai. Caranya ya mau gak mau relokasi anggaran. Mana belanja yang tidak prioritas dipotong. Infrastruktur yg gak penting bagi rakyat di stop.

Inflasi kan sudah terjadi di negara lain yang lebih maju seperti AS dan Turki. Inflasi AS 9%, Turki gila-gikan inflasinya di atas 50% . Rakyat menderita? Gak juga. Karena negaranya punya banyak bentuk subsidi, ini beneran subsidi bukan cuma asal ada.

Bandingkan dengan bantuan upah pekerja karena BBM naik, hanya sampai pada pekerja gajinya Rp.3,5 juta.

Memangnya yang gajinya di atas itu misalnya Rp.3,6 juta, berapa penduduk? Terus hanya beda gajinya 50-100ribu dibilang mampu beli Pertalite 10ribu? Makanya ini kesannya syarat aja ada BLT.

Kedua, efisiensi produksi dan operasional pertamina. Harga BBM Malaysia contoh aja, itu bisa lebih murah dari kita kenapa. RON 95 Malaysia sekitar 2.05 ringgit atau setara Rp.6.813. Jauh lebih murah kan dari Pertalite yang RON 90 tapi harganya Rp.10.000. Secara bisnis ini efiesien mana. Di cek lagi inefisiensinya di mana di semua level termasuk gaji direksi dan komisarisnya.

Jakarta, Jumat 16/9/2022.

(agt/PM – Sumber: GSY)