Oleh : Dr. KRMT Roy Suryo
Innalilahi wa innailaihi rojiun, sampai dgn pagi hari Minggu 12/05/24 saat Opini ini ditulis, 11 (sebelas) korban dipastikan meninggal dunia akibat kecelakaan Bus Pariwisata di dekat Masjid Saadah, Ciater, Subang Jawa Barat. Kecelakaan Bus “Putera Fajar” dgn NoPol AD 7524 OG tersebut dilaporkan terjadi pada kemarin malam, Sabtu 11/05/24 sekitar pukul 18.30 WIB.
Bus nahas tersebut membawa sebagian rombongan SMK Lingga Kencana asal Depok dimana keseluruhannya terdapat sekitar 120 peserta dan terbagi ke dalam 3 (tiga) bus, namun hanya Bus pertama ini yg mengalami kecelakaan dan terguling di turunan Ciater tsb..
Menurut informasi awal yg bisa didapatkan, terungkap beberapa catatan krusial dari Bus yg konon hanya dimiliki oleh perorangan dan bukan P.O (Perusahaan Otomotif) ini, yakni penyebab utama kecelakaan disebut2 alasan klasik “rem blong” (?) yg membuatnya oleng ketika dilakukan pengereman dan menabrak mobil Daihatsu, beberapa motor dan harus berakhir diantara tiang listrik dan papan billboard tepi jalan antara Bandung dan Depok semalam.
Hasil pengamatan sementara dari petugas kepolisian yg mencernati aspal jalan tempat kejadian menyatakan tidak terdapat bekas2 pengereman, padahal kontur jalan menurun dan sewajarnya harus ada penurunan kecepatan yg signifikan.
Sebagaimana sudah sering dilakukan, hasil analisis lengkap dan terinci nantinya akan didapatkan setelah dilakukan Olah TKP menggunakan TAA (Traffic Accident Analysis) menggunakan perangkat berbasis LIDAR / Light Detection and Ranging yg dapat membuat Citra Video analisis 3D berbasis pindaian sinar laser ke berbagai arah di lokasi kejadian.
Hasil TAA ini memang akurat dan bisa diandalkan utk mencari prima causa penyebab awal kejadian memilukan ini setelah digabungkan dgn hasil penyelidikan lainnya, misalnya wawancara dgn saksi2 korban selamat yg ada, termasuk Sopir yg Alhamdulillah selamat meski harus dirawat di RSUD Subang.
Disebut2 Bus yg sering digunakan utk Carter Pariwisata ini menggunakan Basis sasis Bus keluaran tahun 2006 alias sudah berusia 18 (delapan belas) tahun dan tampak dikaroseri baru utk membuatnya “tampak modern” dan menarik penampilannya.
Meski diisi sesuai kapasitasnya, yakni 57 orang, namun Bus yg sudah berusia diatas 10 bahkan 15 tahun ini memang seharusnya dilakukan perawatan lebih ketat karena digunakan utk bisnis pelayanan masyarakat umum.
“Disinilah perlu dipertanyakan bagaimana kelengkapan Syarat Uji Kir kendaraan yg penggunaannya bukan utk pribadi apalagi disewakan secara berbayar kepada pihak lain.”
Bus Putera Fajar ini mengelami kecelakaan justru setelah istirahat dan makan di sebuah rumah makan bernama Bang Jun Ciater usai menyelenggarakan acara “Perpisahan” didaerah wisata Lembang.
Menurut saksi mata di lokasi kejadian, sebelum menabrak mobil dan motor2 tsb tampak Bus meluncur cepat di malam hari dgn hanya menggunakan penerangan Lampu Hazard (?) dan bukan Lampu Utama sebagaimana seharusnya.
“Ini dapat diperkirakan bahwa ada kemungkinan Bus mengalami mati mesin (?) sebelumnya, sehingga praktis fungsi booster dan master rem abnormal.”
Dalam wawancara eksklusif KompasTV yg disiarkan langsung (live) dari RSUD Subang Minggu pagi barusan, Pengemudi Bus bernama Sadira (?) mengakui bahwa sebelumnya Bus sempat mengalami penyetelan ulang posisi pijakan rem ketika berhenti di kawasan wisata Tangkuban Perahu, konon katanya stelan rem sebelumnya terlalu dalam dan kurang nyaman.
Sesudah distel lebih tinggi tersebut nornal2 saja sampai kejadian setelah istirahat sehabis makan di Warung Bang Jun yg membuatnya harus banting stir kekanan utk memberhentikan laju bus yg sudah tidak terkendali.
Memang sayangnya Presenter di Studio tidak bisa mengeksplorasi sopir tsb lebih detail, padahal itu wawancara Live dan Eksklusif yg mungkin saja keterangannya masih murni alias belum banyak terkontaminasi pikiran yg macam2.
Hal ini penting karena sebenarnya keterangan awal dari Sopir yg mengaku sudah berpengalaman menyupiri Bus semenjak tahun 1996 (alias sudah sekitar 28 tahun), namun katanya baru pertama kalinya memegang Bus Putera Fajar yg nahas dan mengalami kecelakaan fatal semalam.
Sebab dari sopir tsb sebenarnya akan bisa lebih banyak digali bagaimana status dia (sebagai karyawan tetap pemilik bus, atau “sopir dadakan” alias “sopir tembak”) karena pernyataannya semula mengatakan bahwa dia baru pettamakalinya memegang unit bus ini sangat penting utk penyelidikan perawatan bus dari mekanik sebelumnya.
“Bagaimanapun juga keterangannya soal perbaikan di Tangkuban Perahu tsb sangat penting diteliti lebih lanjut mengapa harus terjadi bila tidak ada masalah semenjak awal.”
Jelasnya hal ini bisa membuat Mekanik dan Pemilik (Perusahaan) Bus diperiksa dan harus bertanggungjawab atas kecelakaan yg telah merenggut nyawa lebih dari sepuluh korban manusia tsb.
Saya sangat mendesak jangan hanya Sopir bus, dalam hal ini Saudara Sadira saja yg harus ditimpakan kesalahan dan dipersalahkan semuanya, “harap” Roy Suryo.
“Karena pemilik bus jelas2 harus ikut bertanggungjawab atas tragedi memilukan yg tidak seharusnya terjadi jika Bus telah mendapatkan perawatan teknis rutin termasuk kelengkan surat2 kendaraan dan Uji Kir secar periodik minimal 6 bulan sekali utk memastikan segala aspek teknisnya berjalan sebagaimana mestinya (mulai dari Rem, Lampu2, Klakson dsb sesuai UU Lalulintas yg mempersyaratkannya).”
Hal ini sebenarnya juga harus standar dilakukan terhadap pengusutan kecelakaan2 kendaraan umum sebelumnya lainnya, sebab sering terjadi di Indonesia bilamana ada laka lantas maka biasanya langsung semua kesalahan ditimpakan kepada sopir atau pengemudi kendaraannya saja, bahkan misalnya ketika ybs meninggal akibat tragedi tsb maka selesai pulalah pengusutan kasusnya.
Padahal secara teknis sebuah kecelakaan apalagi fatal dan merenggut nyawa tidak mungkin terjadi hanya akibat satu sebab atau satu orang saja, karena banyak faktor penyebab lain, termasuk mekanik dan pemilik kendaraan yg terlibat. Aparat kepolisian dan kejaksaan, termasuk juga Kementerian Perhubungan jangan cepat puas dan mau berhenti pada penyebab tunggal ini, karena semua faktor diatas bisa saling mempengaruhi dan tidak bisa dilepaskan satu sama lain begitu saja.
Kesimpulannya, tentu Rombongan SMK kemarin samasekali tidak berharap acara “perpisahan” yg menjadi tema acara awal menjadi perpisahan yg sesungguhnya kepada 11 Korban meninggal akibat kecelakaan fatal ini.
Memang Takdir Hidup dan Mati seseorang berada ditangan Sang Pencipta kita, Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, namun tidak seyogyanyalah bilamana kita tidak mempersiapkan perjalanan sebaik dan seaman mungkin, termasuk mempertanyakannya kepada pemilik atau penanggungjawab kendaraan bilamana menggunakan transportasi umum.
Sekalilagi selaku Pembina PPMKI (Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia) Penasehat beberapa Klub Otomotif dan TBN / Touring Bela Negara, saya menghaturkan Turut berduka sedalam2nya atas Musibah semalam.
“Semoga semua korban diterima disisi Allah SWT dan Keluarga Tabah karenanya. Teknologi harus bisa menjadi solusi dan tidak lagi banyak tragedi lagi.”
Tentang Roy Suro
Dr. KRMT Roy Suryo – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen, sekaligus Pembina & Penasehat PPMKI dan beberapa Klub Otomotif, termasuk Mercedez-Benz dan TBN / Touring Bela Negara