PikiranMerdeka.com – Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), hari ini Rabu, 14 September 2022 menggelar diskusi publik bertema “BBM Naik, Rakyat Menjerit.” Diskusi berlangsung di Sekretariat Jl. Kusuma Atmaja, Menteng, Jakarta Pusat.
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dipaksakan Pemerintah, telah mengundang reaksi masyarakat Indonesia.
Keadaan itu semakin menambah beban hidup rakyat yang sebelumnya juga terjadi kenaikan harga lainnya, ditengah minimnya lapangan kerja.
Diskusi ini cukup menarik, karena narasumber yang hadir diantara petani.dan peternak.
Marlan Infantri Lase, petani asal Nias yang juga pengurus Serikat Petani Indonesia (SPI) sampaikan bahwa petani jagung di Indonesia alami kendala alat produksi, yakni lahan.
Ia heran banyaknya lahan di negara kita yang belum digarap petani, justru mayoritas dikelola oleh perusahaan besar. Sehingga petani tak bisa produksi secara maksimal.
Belum lagi ia harus membeli pupuk yang harganya tak sebanding dengan hasil dari lahan yang dikelola.
Lahan yang ia miliki tak sampai 1 hektar. Usia panen jagung sekitar 5 bulan, itu pun jika tidak gagal panennya, faktor cuaca dan hama sangat berpengaruh.
Marlan sampaikan harga jagung per kg sekitar Rp.4.000, sementara harga pupuk terus naik. Jadi untuk biaya produksi saja sekitar 70%.
Sehingg hasil panen jagung dari lahan yang kami kelola, jika dibagi rata-rata per bulan hasilkan Rp. 800.000 /bulan, yang kami gunakan untuk kebutuhan keluarga sehari-hari.
Masa sebelum panen kami belum mendapatkan hasil, dan untuk kebutuhan sehari-hari terpaksa ijon atau pinjam kepada tengkulak.
“Segala kebutuhan tani berupa pupuk, benih, hingga pestisida bergantung pada produksi korporasi. Ditambah dengan ditariknya subsidi pupuk,” ujar Marlan.
Narasumber berikutnya Alvino Antonio, ia berbicara dari sudut pandang peternak yang mengakui naiknya harga BBM tidak sepenuhnya mempengaruhi harga jual ayam dan telur. Usaha mereka dikuasai oleh Penanaman Modal Asing (PMA) sehingga peternak tidak mempunyai kedaulatan untuk menentukan harga.
“Meskipun Permendag menyepakati harga acuan, namun tetap tidak berpengaruh,” keluhnya.
Selanjutnya Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Dr. Mulyadi, membicarakan tentang paham liberalisme. Ada paham liberalisme yang meyakini bahwa individu akan berkembang jika dibebaskan dari individu lainnya.
“Demo anti BBM seharusnya dilakukan dengan memastikan kekuasaan jatuh. Indonesia telah memasuki tahap neoliberalisme, di mana aparat negara dijadikan sebagai alat namun dianggap sah karena hukum membolehkan. Dan BLT dijadikan suap politik sehingga rakyat tidak melawan,” terangnya.
Narasumber diskusi yang hadir di antaranya Marlan Infantri Lase (Serikat Petani Indonesia), Anthony Budiawan (Pengamat Ekonomi), Dr. Mulyadi (Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia), Alvino Antonio (Ketua Komunitas Peternak Unggas Nasional) dan moderatori Hersubeno Arief.