Jakarta, Pikiranmerdeka.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup pada level Rp16.370 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Jumat (28/6/2024). Mengutip data Refinitiv, mata uang Garuda ini melanjutkan penguatan 0,15% dari kemarin sebesar 0,03%.
Terpantau, rupiah telah menguat selama dua hari berturut-turut, menjauh dari level psikologis Rp16.400 per dolar AS. Namun, penguatan ini belum mampu mengangkat rupiah dari level terendah sejak pandemi Covid-19. Sebelumnya, rupiah sempat menyentuh level Rp16.475 per dolar AS pada Jumat pekan lalu (21/6/2024), sebelum akhirnya ditutup pada level Rp16.445 per dolar AS.
Dampak Pelemahan Rupiah Terhadap Harga Barang di Ritel
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menjelaskan bahwa pelemahan rupiah akan berdampak pada naiknya harga beberapa produk, terutama yang bahan bakunya masih diimpor seperti kedelai dan kapas.
“Sebagai industri yang berada di hilir, ritel sebenarnya tidak ingin menaikkan harga. Namun, jika produsen sudah menaikkan harga karena biaya bahan baku naik, ritel tidak punya pilihan selain mengikuti,” ujar Roy.
Roy menambahkan bahwa produsen pun sebenarnya berusaha menahan kenaikan harga untuk menjaga penjualan mereka. “Banyak produsen yang akan menahan harga dan mengurangi margin selagi masih bisa ditolerir. Tapi kalau sudah tidak bisa, mau tidak mau harga akan naik,” jelasnya.
Peran Pemerintah dalam Mitigasi Dampak
Roy berharap pemerintah dapat bergerak cepat dalam melakukan mitigasi terhadap pelemahan rupiah ini. Ia menekankan pentingnya bantuan langsung tunai dan bantuan sembako bagi masyarakat menengah bawah untuk mendukung daya beli. Sementara itu, untuk masyarakat menengah, perlu ada relaksasi pajak agar daya beli mereka tidak turun.
“Mitigasi untuk kelompok masyarakat atas juga penting. Optimisme mereka harus dijaga dengan kebijakan yang konsisten dan tidak berubah-ubah,” imbuh Roy.
Ancaman Terhadap PDB
Roy memperingatkan bahwa jika pemerintah tidak segera melakukan mitigasi, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akan turun. Saat ini, konsumsi rumah tangga menyumbang 51,8% dari PDB, namun tanpa tindakan, kontribusinya bisa turun ke level 45%-48%.
“Kalau konsumsi rumah tangga turun, pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mencapai 5,2% mungkin hanya akan berada di 4,8%-4,9%,” tutup Roy.
Editor: Agusto Sulistio