Tatkala seragamku putih abu2
menelusuri jalan Cikini
berbaur dgn anak jalanan,
anak pinggir kali,
dan anak presiden
kami merasa sederajat
tak ada beda kelas
Jalan Cikini
kami berebut es krim Tjan Njan
vanila atau rasa stroberi
adalah suatu kemewahan
yg kami nikmati sebulan sekali
Duh jalan Cikini
tempat aku dititipkan teman seperjuangan ayah
di rmh seberang kolam renang
Oom Anto yg gigih ..melawan rezim kekuasaan
Jalan Cikini
tempat kutelusuri dgn keranjang tentengan
menuju pasar yg penuh warna
dan kusalah beli kentang sekilo kusebut se ons
maka ibunda di rumah geleng kepala…
Jalan Cikini..
tempatku menapak mampir ke Hias Rias
dari Wimo, Bounty sampai Sri Ratu
adalah semua merk sepatu
membuat mataku tak berkedip
sebab ayah ibu hanya membelikan di kala lebaran hampir tiba..
air liurku pun menetes
Hias Rias penuh payung warna warni
tenda penjual es Shanghay
sirop bertabur menggugah selera
kupejamkan mata karena pedih..sebab
hanya tante2 dan oom kaya duduk di sana
Pabrik sirop Sarangsari
jg ada di jalan Cikini…
rasa moka paling kusuka
namun ibunda membeli selalu Rozen..
lalu muka cemberutku bisa membahana
Pasar bunga Cikini..
selalu ayah sambangi
sebab rumah kami tak pernah sepi bunga..indah dan mewangi di segala sudut
di samping pasar bunga kududuk di warung bakmie Pasar Cikini
lezatnya tiada tandingannya
hingga istri tokoh proklamasi menjadi langganannya
syukurlah Leoni cucu warung bakmi
meneruskan jualannya hingga kini
dengan cita rasa kuno yg msh sama..
Jalan Cikini
tempat kuberenang dilatih si ganteng Oom Joni
tanpa takut berbagai mayat kadang tenggelam di kolam yg sama..
tempat penghalusan budi ditempa di Taman Ismail Marzuki..
sejak ingusan kuditenteng ayah maupun ibu Pia Alisjahbana sahabat keluarga
menikmati drama, konser musik maupun gelar puisi serta pameran ratusan lukisan
..
tempat yg kusambangi ratusan kali pula
hingga kuajak untuk pengajaran seni budaya bagi putraku satu2nya..
tatkala kocek rizki bersumber dari wawancara
hampir selalu kumampir ke Klinik Pelaut Indonesia ..
persis di seberang sekolahku yg lama
kucermati tokoh Malari mengumpulkan mahasiswa
di antara lalu lalang Anak Buah Kapal memeriksa kesehatannya..
Aku belajar memahami org jujur, licik, maupun yg tak tahu diuntung..
berbagai karakter berkumpul di sana
Terngiang selalu kata2 ayahanda
jangan sekali2 jadi penjilat
jangan coba2 menginjak rizki sesama
jangan sekalipun menjadi pelacur menjual keilmuanmu utk hal mudharat…
duh jalan Cikini
merekahkan rinduku kepada ayah
yg acapkali menggandeng tanganku menelusuri jalan itu
atau naik becak bersama adik2 dan ibuku umplek2an
Indahnya kenangan di pelupuk mata..
sembari merasakan sedapnya kue taart Maison Benny dan roti gambang Tan Ek Tjoan
hmmm… nyam nyam…
nikmat apa lagi yg bisa kuingkari ya Allah?
Semua sdh sempat kualami dengan keriangan dan bahagia… ( Linda Djalil )
Izinkan, Redaksi menginterpretasikan Puisi “Duh Jalan Cikini….”
Puisi “Duh jalan Cikini” karya Linda Djalil menggambarkan suasana, kenangan nostalgia masa kecil dan remaja penulis di kawasan Jalan Cikini, Jakarta.
Suasana:
- Puisi ini dipenuhi dengan kenangan indah masa lalu. Suasana yang digambarkan penuh dengan kehangatan, keakraban, dan keasyikan masa kecil yang tak terlupakan.
- Kehidupan sederhana di tengah keramaian Jalan Cikini, di mana berbagai lapisan masyarakat berbaur tanpa memandang kelas sosial. Misalnya, berebut es krim Tjan Njan dan bermain bersama anak-anak dari berbagai latar belakang.
Kenangan Keluarga:
- Kenangan bersama anggota keluarga, seperti ayah yang selalu menemani, ibu yang bijak, dan saudara-saudara yang ikut serta dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Ada juga kenangan tentang teman-teman ayah yang terlibat dalam perjuangan politik.
Kehidupan Sosial dan Budaya:
- Kegiatan di sekitar Taman Ismail Marzuki, pasar bunga, dan tempat-tempat kuliner menambah warna pada kehidupan di Jalan Cikini. Ada juga sebutan tentang pelatihan renang, belanja di pasar, dan menikmati seni budaya.
Kesederhanaan dalam Keterbatasan:
- Puisi ini menggambarkan kesederhanaan hidup yang diwarnai oleh keterbatasan finansial, namun tetap penuh kebahagiaan. Misalnya, hanya bisa membeli sepatu baru saat Lebaran, atau harus memilih es krim yang lebih murah.
Periode
Puisi ini kemungkinan besar menggambarkan suasana pada tahun 1960-an hingga 1970-an. Berikut adalah beberapa indikasi:
Seragam Putih Abu-abu:
- Seragam sekolah putih abu-abu menunjukkan masa remaja penulis di sekolah menengah atas. Ini umumnya berlaku di Indonesia pada era 1960-an hingga sekarang.
Referensi Tempat dan Produk:
- Nama-nama tempat dan produk seperti es krim Tjan Njan, sirop Sarangsari, Maison Benny, dan roti gambang Tan Ek Tjoan, yang populer pada era tersebut.
Perjuangan Politik:
- Ada referensi terhadap perjuangan politik yang mungkin terkait dengan era Orde Lama atau awal Orde Baru, di mana banyak terjadi pergolakan politik dan sosial di Indonesia.
- Suasana klinik kesehatan Angkatan Laut yang dikelola oleh Tokoh Malari, dr. Hariman Siregar muda, mengumpulkan mahasiswa.
- Kegiatan di Taman Ismail Marzuki (TIM) menunjukkan keterlibatan dalam aktivitas seni dan budaya yang mulai berkembang pesat di Jakarta pada era 1960-an hingga 1970-an.
Kesimpulan
Puisi ini menggambarkan suasana hangat dan penuh kenangan dari kehidupan sehari-hari di Jalan Cikini, Jakarta, pada era 1960-an hingga 1970-an. Melalui kenangan masa kecil dan remaja yang sederhana namun penuh warna, puisi ini mengajak pembaca untuk merasakan nostalgia dan kehangatan masa lalu, serta pentingnya hubungan keluarga dan kehidupan sosial yang erat di tengah keterbatasan.