https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

Ekonomi Indonesia dalam Masalah Besar: Setoran Pajak Penghasilan Badan Anjlok Drastis

Jun 27, 2024

Jakarta, Pikiranmerdeka.com – Perekonomian Indonesia tampaknya sedang menghadapi tantangan serius. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini mengumumkan penurunan drastis dalam setoran pajak penghasilan (PPh) Badan hingga Mei 2024, mengindikasikan masalah besar yang perlu segera ditangani.

Selama lima bulan pertama tahun ini, setoran PPh Badan mengalami kontraksi hingga minus 35,7%. Ini merupakan penurunan tajam dari periode yang sama tahun sebelumnya, di mana PPh Badan tumbuh sebesar 24,8%. Penurunan ini disebabkan oleh merosotnya harga komoditas yang berimbas pada penurunan pembayaran PPh Tahunan dan angsurannya, serta meningkatnya restitusi.

“Menurut saya, pelemahan PPh Badan bisa menjadi semacam peringatan dini bagi pemerintah dalam melihat kondisi perekonomian saat ini,” ujar Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet kepada CNBC Indonesia pada Kamis (27/6/2024).

Tanda-Tanda Peringatan Ekonomi

Penurunan harga komoditas juga berdampak signifikan pada setoran PPh Non-Migas yang turun sebesar 5,41% menjadi Rp 443,72 triliun. Menurut Yusuf, ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada pergerakan harga komoditas.

“Perekonomian kita dalam lingkup tertentu sangat bergantung pada pergerakan harga komoditas. Ketika harga komoditas melemah, itu berdampak langsung pada kinerja perekonomian domestik,” tambah Yusuf.

Dampak Terhadap Sektor Industri dan Ketenagakerjaan

Lemahnya setoran PPh Badan juga sejalan dengan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal di berbagai sektor industri, termasuk sektor tekstil dan barang dari tekstil (TPT) serta pekerja kantoran di perusahaan besar seperti Tokopedia.

“Beberapa sektor industri sedang mengalami kondisi yang tidak baik-baik saja karena harus melakukan efisiensi, salah satunya disebabkan oleh penurunan permintaan produk mereka,” jelas Rendy.

Ekonom Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), juga mengemukakan pandangan serupa. Ia menambahkan bahwa kondisi ini menunjukkan penurunan konsumsi rumah tangga yang berdampak pada penurunan permintaan barang industri dalam negeri.

“Ini menjadi indikasi perlambatan dari sisi omzet dunia usaha dan aktivitas ekonomi di sektor riil. Tekanan dari konsumsi rumah tangga, terutama pasca lebaran, ditambah dengan inflasi bahan makanan yang mencapai 10%, sangat mempengaruhi,” ungkap Bhima.

Faktor Suku Bunga dan Nilai Tukar

Bhima juga menyoroti tren suku bunga acuan yang tinggi dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kini berada di atas Rp 16.400. Kondisi ini membuat pembiayaan utang luar negeri sektor swasta semakin berat, sehingga banyak perusahaan menunda ekspansi atau bahkan menutup operasionalnya, yang berujung pada PHK massal.

“Ini sudah menjadi sinyal bahwa ekonomi kita akan mengalami tekanan hebat pada Semester II-2024,” tegas Bhima.

Kebijakan Pemerintah yang Kontra Produktif

Ekonom Teuku Riefky dari LPEM FEB UI menyatakan bahwa pelemahan ekonomi ini juga terlihat dari beberapa indikator utama seperti Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur yang terus merosot meski masih berada di angka ekspansif 52,1 per Mei 2024.

“Uncertainty sedang tinggi-tingginya, depresiasi nilai tukar rupiah tinggi, dan banyak kebijakan pemerintah yang kontra produktif. Misalnya, perubahan kebijakan impor yang terus berubah-ubah menambah ketidakpastian bagi perusahaan yang membutuhkan bahan impor,” ungkap Riefky.

Dengan berbagai masalah yang muncul, pemerintah diharapkan dapat segera mengambil langkah-langkah strategis untuk menstabilkan ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada harga komoditas. Keputusan kebijakan yang tepat dan dukungan terhadap sektor industri serta konsumsi rumah tangga sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks ini.

Penulis: Agusto Sulistio