Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosial Mesia
PikiranMerdeka.com – Selama pemerintahan Jokowi sudah sekitar lima kali terjadi kenaikan BBM, belum lagi efek yang ditimbulkannya yakni kenaikan harga kebutuhan pokok.
Sebelum pandemi covid-19 melanda Indonesia dan dunia, keadaan ekonomi rakyat masih berat akibat pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan Presiden masih jauh dari target 7%.
Menurut pendapat ahli bahwa pertumbuhan Indonesia tanpa ada Presiden auto pilot bisa tumbuh dikisaran 3 – 4%. Kenyataannya pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan Prwaiden tidak jauh dari pertumbuhan ekonomi auto pilot. Ironis.
Cara MAFIA, mantan Ka.BAIS: jika prosedur penyelidikan awal salah, kita berharap apa?
Pikiran Merdeka Kita dan Kesungguhan “Stockholm is a State of Minds!”
Baru kali ini saya menjumpai harga telur diatas Rp.30.000 / kg. Jika kenaikan harga telur dapat mensejahterakan peternak ayam petelur, tentu kita pun dapat memahami. Namun kenyataannya, beberapa waktu lalu para peternak ayam petelur melakukan demo besar-besaran akibat penghasilan yang mereka dapat kian merugi.
Jika wacana serius BBM dalam waktu dekat akan dinaikkan, tentu yang menderita pasti rakyat kelas menengah kebawah. Sebelumnya kelompok masyarakat yang memiliki penghasilan / gaji sebagai PNS, Polri dan TNI non jabatan struktural masih bisa survive, namun jika BBM dinaikkan mereka akan merasakan sesaknya seperti yang dirasakan oleh kelompok non PNS. Kelompok non PNS sebelumnya sudah sesak ekonominya jauh sebelum pasca covid-19 mewabah.
Sudah menjadi rumus dinegara manapun jika BBM naik otomatis semua barang akan naik. Dari pengalaman setiap kenaikan BBM sudah pasti yang susah adalah orang kecil.
Kenyataan hidup saat ini pengangguran terjadi dan tumbuh, lapangan pekerjaan sempit, apalagi bagi usia diatas 35 tahun keatas. Menjual atau gadai harta tak bergerak sulit, lembaga perbankan pemerintah mayoritas menolak, sebab lembaga ini pun kesulitan menarik dana nasabah (kredit macet) sehingga aset gadai menumpuk. Alhasil praktek lintah darat (pinjaman online) berkembang pesat bak jamur di musim hujan, dan kembali rakyat yang terjebak karena tak ada solusi mudah sekadar untuk makan sehari-hari.
Fasilitas aneka Bantuan Sosial masih dijumpai persoalan di masyarakat, dari mulai proses pengajuan yang sulit melalui aplikasi online, bantuan turun kadang tak sesuai jadwal, hingga bantuan tak sebanding dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok. Disisi lain bantuan masih banyak diterima oleh masyarakat yang dinilai mampu. Maklum masih ada sebagian yang bermental kurang tepat, masih mencari bantuan sosial yang bukan haknya. Anehnya, kenapa bantuan sosial bagi warga tidak mampu bisa diterima oleh mereka yang dinilai mampu?
Janji-janji setiap BBM naik
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah telah menganggarkan total Rp24,17 triliun untuk bantuan tunai mengahadapi kenaikan BBM.
Sebanyak 20,65 juta keluarga dan 16 juta pekerja di Indonesia akan menerima bantuan sosial sebagai bentuk pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Terkait itu Sri Mulyani dalam suatu konferensi pers di Jakarta, Senin (29/08), dirinnya mengharap bantuan bisa mengurangi tekanan kepada masyarakat, bahkan mengurangi kemiskinan sehingga kita bisa memberikan dukungan kepada masyarakat yang memang hari-hari ini dihadapkan pada tekanan kenaikan harga.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa 20,65 juta keluarga yang terdaftar akan menerima bantuan sebesar Rp150.000 sebanyak empat kali. Namun, pembayarannya akan dilakukan sebanyak dua kali dengan nilai Rp300.000.
Selain itu, Menteri Keuangan pastikan 16 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta akan mendapat bantuan langsung tunai sebesar Rp600.000 per bulan.
Gayung bersambut Menteri Ketenagakerjaan, meneruskan janji Sri Mulyani pihaknya akan segera menerbitkan juknis (petunjuk teknis)-nya, sehingga langsung bisa dibayarkan kepada para pekerja.
Pemerintah daerah juga diminta mengalokasikan 2% dana transfer umum yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dialokasikan sebagai subsidi transportasi untuk angkutan umum, ojek daring, hingga nelayan.
Persiapan menyambut kenaikkan BBM telah marak dibahas pemerintah, termasuk kompensasi akibat keputusannya. Akan tetapi kepastian BBM naik belum jelas.
Sebelumnya, dari berbagai sumber mengatakan bahwa rencana kenaikan harga bahan bakar minyak, seperti Pertalite dan solar, disebut berpotensi akan menciptakan efek domino yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam soal wacana naiknya BBM pemerintah telah merumuskan opsi terbaik terkait tingginya konsumsi dan harga minyak dunia.
Hadapi tekanan harga minyak dunia pemerintah memiliki tiga pilihan, yaitu menahan harga bahan bakar minyak (BBM) sehingga berpotensi menambah anggaran subsidi energi Rp198 triliun, mengendalikan volume konsumsi BBM, dan terakhir menaikkan harga BBM.
Terdapat perbedaan pandangan pemerintah dan ahli ekonomi terkait wacana naiknya BBM, antara berdampak pada defisit APBN.
Apapun itu bahwa kenaikan BBM akan tetap membuat rakyat semakin susah, ditengah keadaan lapangan kerja yang sempit, dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang kian melebar.
Bantuan sosial tak akan pernah membuat hidup rakyat sejahtera. Tidak saja menjadi malas akibat mengandalkan bantuan, namun disisi lain jumlah bantuan yang diterima tidak mencukupi untuk sekedar buat makan sehari-hari rakyat sebab harga kebutuhan pokok terus naik. Apalagi jika BBM jadi dinaikkan, otomatis harga-harha akan naik lagi, sebab biaya produksi naik, sedangkan rencana bantuan yang akan diberikan jika BBM naik menurut Sri Mulyani akan dinaikkan dari Rp.300.000 ke Rp.600.000 per bulan.
Kenyataannga bantuan sosial hingga hari ini masih jauh dari harapan, target tidak sesuai sasaran dan warga yang berhak masih banyak yang belum menerima. Jika mereka yang sudah menerima bantuan sosial masih merasakan berat sebab jumlah bantuan tak sebanding dengan harga-harha, lalu bagaimana mereka yang belum menerima hak dari bansos?