Penulis: Agusto Sulistio.
Proses pembahasan permohonan perubahan usia capres dan cawapres masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi.
Banyak dugaan yang muncul dimasyarakat bahwa upaya permohonan perubahan usia capres cawapres tersebut akan memberikan ruang terjadinya politik dinasti.
Terkait itu, tokoh nasional, Dr. Rizal Ramli menulis dalam akun twitter pribadinya. Ia menyoroti proses di MK jelang keputusan final. Bang RR panggilan akrab Dr. Rizal Ramli mengkritik soal politik dinasti dan posisi MK yang cenderung sebagai Mahkamah Keluarga.
Berikut kutipan tulisan Bang RR diakun twitter pribadinya (11/10/2023).
“Hari ini akan ada sirkus Mahkamah Keluarga yg akan memutuskan boleh jadi Capres/Wapres, tidak ubah batas umur, asalkan pernah jadi Bupati/Gubernur. Memalukan ini MK menjadi ‘Mahkamah Keluarga’ membangun dinasti kerajaan Jokowi – disgusting Jokowi jatuh kita bubarkan MK nepotisme dan abal2 ini!
Politik dinasti adalah praktek di mana seorang pemimpin yang terpilih memanfaatkan posisinya untuk membawa anggota keluarga ke dalam kekuasaan atau posisi penting dalam pemerintahan.
Lebih lanjut Dr.Rizal Ramli menyinggung bahwa tindakan KKN politik dinasti merupakan praktek yang tidak bisa diterima banyak pihak, termasuk mereka yang ada dilingkarannya.
“Banyak teman2 Jokower fanatik, termasuk dari kalangan bisnis, yg kecewa berat dgn Jokowi karena membangun kerajaan bisnis dan politik dgn cara2 instan ! Anak2 mereka wajibkan mulai dari pabrik. Lebih brutal dan vulgar dari Orba. Kok nasib rakyat dan bangsa dipermainkan dgn anak2 bawang tidak berkwalitas, KKN pulak !
Dari bebagai sumber bahwa seringkali politik dinasti akan berujung pada kejatuhan dengan tidak terhormat, seperti yang terjadi pada Presiden Philipina, Ferdinan Marcos.
Pada masa pemerintahan Ferdinand Marcos, ia membawa istri dan beberapa anggota keluarga ke dalam pemerintahan, mempromosikan mereka ke posisi penting. Hal ini dianggap sebagai politik dinasti yang merugikan tatanan demokrasi di Filipina.
Dimasa pemerintahan Marcos banyak terjadi pelanggaran HAM dan praktek korupsi. Sehingga hal ini menimbulkan kritik secara luas didalam negeri Philipina.
Puncak kebencian rakyat terhadap Marcos dan menimbulkan aksi protes saat terjadinya Pilpres Philipina tahun 1986.
Dalam pilpres tersebut terjadi kontroversi saat Marcos diumumkan sebagai pemenang, muncul dugaan mecurangan pada pelaksanaan ini.