Oleh: Agusto Sulistio – Mantan Kepala Aksi & Advokasi PIJAR era90an.
Di tengah dinamika politik dan ekonomi Indonesia, peran buruh dan organisasi buruh menjadi semakin penting dalam menegakkan hak-hak pekerja dan menciptakan kondisi yang lebih adil bagi seluruh rakyat. Namun, jika kita melihat keberhasilan organisasi buruh di berbagai negara, terdapat perbedaan yang mencolok dengan keadaan organisasi buruh di Indonesia. Mari kita telaah sejarah buruh serta kesuksesan organisasi buruh di berbagai negara, serta perbandingannya dengan kondisi organisasi buruh di Indonesia.
Sejarah dan Kesuksesan Organisasi Buruh di Berbagai Negara
Negara-negara seperti Swedia, Amerika Serikat, dan Jepang telah mencapai kesuksesan dalam membentuk organisasi buruh yang kuat dan berpengaruh. Hal ini tercermin dari adanya peraturan kerja yang adil, kesejahteraan sosial yang baik, dan partisipasi aktif serikat pekerja dalam pengambilan keputusan strategis.
Swedia, Swedish Trade Union Confederation (Landsorganisationen i Sverige, LO), berhasil menciptakan lingkungan yang setara antara pengusaha dan pekerja melalui kesejahteraan sosial yang kuat dan konsultasi tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.
Di Amerika Serikat, AFL-CIO (American Federation of Labor and Congress of Industrial Organizations) meski perlindungan pekerja terkadang terbatas, namun serikat pekerja memiliki pengaruh yang signifikan dalam hubungan industrial.
Jepang, Japanese Trade Union Confederation (Rengo), memiliki sistem konsultasi dan kolaborasi antara perusahaan, serikat pekerja, dan pemerintah, meskipun perlindungan pekerja belum mencapai tingkat yang optimal.
Perbandingan dengan Organisasi Buruh di Indonesia
Di Indonesia, kondisi organisasi buruh masih jauh dari cita-cita buruh di negara-negara maju. Fragmentasi, lemahnya penegakan hukum, dan keterkaitan elit politik dengan bisnis menjadi faktor-faktor yang menghambat perjuangan buruh untuk mendapatkan hak-hak yang layak.
Dalam dua periode pemerintahan Jokowi, kebijakan ekonominya lebih menguntungkan investor dan pengusaha, yang menimbulkan penolakan dari buruh dan pekerja. Investasi luar negeri untuk pembangunan infrastruktur dan peluncuran UU Omnibus Law memperburuk kondisi. Hal ini menyebabkan naiknya biaya hidup dan tantangan dalam mencukupi kebutuhan, serta meningkatkan kesenjangan sosial.
Pemerintah Indonesia cenderung tidak mempromosikan organisasi dan gerakan buruh dalam berbagai keputusan strategis, terutama yang terkait dengan investasi dan pembangunan infrastruktur. Fokus pada pembangunan ekonomi melalui investasi dan pinjaman luar negeri telah menimbulkan masalah, seperti dominasi pekerja asing dalam proyek-proyek konstruksi dan pembayaran hutang yang membebani rakyat.
Revolution Mayday: Perjuangan Buruh untuk Perubahan
Dalam video pendek, Ketua Umum Konferensi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Moh Jumhur Hidayat, menyoroti kondisi kehidupan dan aturan perburuhan yang sangat memprihatinkan. Ia menekankan bahwa siapapun yang berkuasa harus kompromi dengan gerakan buruh untuk menciptakan kebijakan yang adil dan menguntungkan semua pihak.
Jumhur menyatakan bahwa pada tanggal 1 Mei, buruh akan memberikan peringatan kepada presiden saat ini dan yang akan datang, bahwa UU Omnibus Law harus dicabut karena merugikan buruh. Ini bukanlah semata-mata perayaan, melainkan revolusi Mayday untuk perubahan nasib buruh di Indonesia.
Dengan demikian, revolusi Mayday menjadi panggilan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk bersatu dan memperjuangkan kesejahteraan buruh serta menciptakan perubahan yang adil dan berkelanjutan bagi bangsa dan negara.
Moh Jumhur Hidayat (MJH): This is not a Mayday Fiesta, This is a Mayday Revolution, for the change of your fate Labour in Indonesia.
Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu 24 Maret 2024, 19:18 Wib