(Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle)
Kemenangan kaum sosialis di Inggris dan Prancis beberapa hari lalu telah mencengangkan dunia. Olaf Scholz, Kanselir Jerman dari Partai Sosialis, dilaporkan Le Monde, 9/7/24, dalam “French Election: European Leaders relieved far right lost, concern by political uncertainty”, sangat senang dan lega. Jika partai ekstrem kanan pimpinan Marine Le Pen menang, Jerman akan kesulitan bekerjasama, katanya. Dengan Jerman, Inggris dan Prancis didominasi oleh politik kiri, maka eropa kemungkinan segera berubah ke arah perdamaian dunia, kemakmuran kaum buruh dan persahabatan dengan negara-negara miskin, seperti Indonesia.
Perdana Menteri Inggris dalam kepemimpinan buruh, di bawah Sir Keir Starmer yang baru dilantik 4 hari lalu menegaskan bahwa masa-masa kaum oligarki mempertontonkan sirkus telah berakhir. Negara akan berperan besar mengurus rakyatnya. Inggris akan melakukan pembenahan sektor kesehatan agar melayani rakyat, mencabut “Rwanda Policy” yang anti imigran, merelaksasi kembali hubungan dengan uni eropa, membangun 1,5 juta rumah rakyat bawah, memperbaiki upah buruh dan mendorong Palestina merdeka. Berbagai langkah pemerintahan Partai Buruh ini akan memutar sejarah selama 14 tahun Inggris yang tidak pro rakyat kecil.
Di Perancis, dengan kemenangan aliansi partai kiri (the New Popular Front), meskipun tidak kemenangan mutlak, telah memberi keyakinan bahwa orientasi pembangunan mereka ke depan akan berubah. Kemenangan di Prancis, – tidak seperti di kita, merupakan hasil pemilu tidak curang- sehingga aspirasi rakyat dihormati. Tuntutan kaum sosialis seperti menaikkan upah minimum €1400, umur pensiun tidak terlalu tua, mendukung kemerdekaan Palestina, dan pro lingkungan hidup harus menjadi pandangan mainstream rakyat Prancis. Apalagi jika Perdana Menteri hasil pemilu diperoleh kelompok Sosialis dalam koalisi dengan partai tengah (Macron) terjadi.
Dengan kemenangan kaum sosialis di Inggris, Prancis dan Jerman, meski anomali di pemilu Parlemen Uni Eropa, maka dapat dipastikan orientasi 1/3 kekuatan dunia ke depan akan bersifat sosialis. Jika Amerika dimenangkan Partai Demokrat nantinya, tentu jika termasuk RRC bersama-sama, maka dunia praktis dipengaruhi pikiran sosialis. Apa artinya? Artinya adalah tatanan dunia baru dikendalikan manusia-manusia pro kemanusiaan dan keadilan, bukan cukong-cukong rakus global.
Lalu bagaimana Prabowo seharusnya mensikapi ini?
Prabowo sebagai anak pendiri Partai Sosialis Indonesia (PSI) – semoga hak paten singkatan PSI kelak dikembalikan pada Prabowo, bukan Kaesang, tentunya harus melihat ini sebagai sebuah “kemenangan” bagi dirinya sendiri. Pertama, pernyataan Prabowo dihadapan Kadin beberapa waktu lalu bahwa Prabowo anti Kapitalisme dan Neoliberalisme, sebagai sebuah pandangan yang tidak salah. Konsep anti Kapitalisme dan neoliberalisme itu akan segera mainstream dengan berubahnya situasi politik Inggris dan Prancis ke depan (bersama Jerman).
Kedua, cita-cita Prabowo memperbesar peran “Social Policy”, seperti program makan siang gratis, yang dituduh kaum neoliberalisme kita sebagai pengganggu stabilitas fiskal akan segera terbantahkan. Trend berbagai negara-negara dunia nantinya justru akan memperkuat ” Social Policy”. Selama 10 tahun belakangan ini pengurangan tingkat kemiskinan kita tidak sampai setengah keberhasilan SBY, utang diperbesar untuk kepentingan cukong-cukong dan kebijakan PSN hanya untuk memperkaya orang kaya.
Kebijakan SBY dahulu yang Pro Growth, Pro Job dan Pro Poor, yang setengah sosialis, dapat menjadi lebih sosialistik lagi ditangan Prabowo. Melalui jaringan sosialis global, Prabowo dapat mengakses pembiayaan pembangunan untuk kepentingan rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang pro orang kaya dapat dihentikan dan dirubah menjadi pro orang miskin dan pro penciptaan lapangan kerja.
Ketiga, Prabowo bisa ikut atau memulai inisiatif front sosialis internasional untuk Palestina Merdeka. Beberapa kali Prabowo secara terbuka di forum internasional menyatakan mendukung Palestina merdeka. Dengan Inggris dan Prancis yang punya hak veto di DK-PBB, sekarang pro Palestina merdeka, tentu memudahkan Prabowo membangun gerakan internasional.
Prabowo juga tidak perlu lagi ragu menyingkirkan antek-antek Zionis yang bersarang di negara ini. Termasuk mengurangi impor produk-produk Israel diberbagai bidang sebagai bagian gerakan Pro Palestina.
Penutup
Trend dunia yang pro rakyat dan kemanusiaan sudah diambang mata. Hal ini terjadi dengan kemenangan kaum sosialis di Inggris dan Prancis. Indonesia dalam kepemimpinan Prabowo yang sosialis dan Pro Palestina tentu harus bergerak cepat. Kesempatan Indonesia bangkit menjadi negara besar terletak ditangan Prabowo yang faham membangun front sosialis dunia.
Seandainya Prabowo gagal memanfaatkan momentumnya, maka kapitalisme dunia, serta agen-agennya si sini, akan terus menghancurkan rakyat kita.
(Agt-Do/PM)