https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

Ganjar nilai penyelesai hukum era Jokowi jeblok, ini faktanya

Nov 25, 2023 #AgustoSulistio

Oleh: Agusto Sulistio – Mantan Aksi & Advokasi PIJAR Semarang era 90an.

Dalam sebuah acara di Hotel Four Points by Seraton Makassar pada Sabtu (18/11/2023), calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, memberikan penilaian kontroversial terhadap penegakan hukum di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dengan memberikan nilai 5.

Pernyataan ini memicu reaksi kritis dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, menciptakan dinamika politik menarik.

Ganjar Pranowo menyoroti penurunan penegakan hukum dengan menunjuk faktor intervensi dan rekayasa oleh pemangku kebijakan. Dalam paparannya di acara Ikatan Alumni Universitas Negeri Makassar, Ganjar berpendapat bahwa penegakan hukum yang semula imparsial telah berubah menjadi parsial.

Penulis menilai pernyataan Ganjar Pranowo sebagai ungkapan kejujuran. Meski mengakui bahwa tidak semua penyelesaian hukum pemerintah Jokowi buruk, Ganjar menyoroti adanya intervensi dan rekayasa.

Dari sini penulis memaknai bahwa keputusan akhir terkait hukum berada pada lingkaran kekuasaan Jokowi, bukan sekadar kebijakan PDIP, sebagai partai pengusung Jokowi pada pilpres 2014 dan 2019.

Contoh kasus tewasnya 6 Laskar FPI, penangkapan aktivis pasca penolakan RUU Omnibuslaw dan Suporter Bola di Stadion Kanjuruhan, penulis berkeyakinan bahwa ada pihak diluar PDIP dalam pengambilan keputusan perencanaan dan penyelesaian Hukumnya.

Ada dasar yang dapat dijadikan asumsi penulis bahwa keputusan hukum yang didasari oleh kekerasan, yaitu bukan kebiasaan Ketua Umum PDIP. Salah satu contoh saat penulis turut aktif dalam berbagai rangkaian peristiwa 27 Juli 1996. Penulis menyaksikan setelah beberapa jam Kantor PDI pagi 27 Juli 1996 diserang oleh ratusan orang tak dikenal, dalam kesempatan lain, Megawati dengan suara parau dan berlinang air mata: meminta kepada semua kader dan simpatisan untuk bersabar dan tidak melakukan aksi pembalasan, atas perlakuan bar-bar PDI kontra PDI Megawati dalam merebut Kantor PDI saat itu sehingga menimbulkan korban tewas dan luka. Padahal kemarahan massa saat itu berkumpul di sekitar Bioskop Megaria hingga arah Taman Suropati, Jakarta Pusat.

Sikap Megawati menunjukkan bahwa dalam dirinya bukan sosok tangan besi dan pendendam.

Disisi lain yang kemudian muncul perbedaan pandangan pimpinan PDIP pasca penilaian Ganjar atas kinerja buruk di sektor hukum pemerintah Jokowi yang terkesan tidak sejalan dengan pandangan Capres No.3 Ganjar Pronowo dapat dimaknai, bahwa PDIP belum saatnya untuk di ekspos, namun semuanya dikembalikan kepada rakyat untuk menilainya.

Untuk mencari perbandingan bahwa keputusan mutlak ada pada Jokowi dan lingkarannya dan bukan pada PDIP, adalah sikap politik Jokowi ketika ingin menambah masa jabatannya 3 periode, merestui putra sulungnya maju sebagai Cawapres lewat partai Golkar, padahal Gibran kader PDIP yang memiliki KTA. Yang mana sebelumnya Ketua Umum PDIP, Megawati telah menolaknya.

Ironisnya, Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pendukung wacana penundaan pemilu 2024 atau jabatan presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi 3 periode yang kini bergabung dalam koalisi partai pendukung pasangan no.urut 2, Prabowo – Gibran, turut mengkritik Ganjar Pranowo. Padahal jelas dan terang bahwa keinginan Jokowi perpanjang 3 periode yang didukung oleh partai tersebut adalah perbuatan melawan hukum dan konstitusi negara.

Seharusnya kubu Prabowo mendukung pernyataan Ganjar Pranowo, karena saat 2019 pendukung Prabowo – Sandi banyak menjadi korban dalam pristiwa Bawaslu, 21-22 Mei 2019. Terkait peristiwa ini pun penulis menduga bahwa PDIP tidak ada dalam pengambilan keputusan sehingga terjadi aksi kekerasan.

Malah seharusnya saat itu Prabowo melakukan protes keras dan menuntut secara hukum kepada Presiden Jokowi sebagai Pemimpin Negara yang memiliki kewajiban mengayomi dan mensejahterakan rakyat. Namun yang terjadi Prabowo dan Sandiaga Uno memilih menjadi koalisi Pemerintahan Jokowi, dan menerima jabatan Menteri Pertahanan dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Dinamika politik seputar penilaian Ganjar Pranowo terhadap penegakan hukum di era Jokowi menunjukkan kerumitan dalam peta politik Indonesia. Kontroversi ini juga mencerminkan pentingnya penilaian publik terhadap kinerja pemerintah. Sementara PDIP dan TKN Prabowo-Gibran saling berpendapat, rakyat dihadapkan pada keputusan akhir mereka sendiri dalam menyikapi penilaian Ganjar dan dinamika politik yang melibatkan isu-isu krusial.