Kalau Palang Merah kerjaannya adalah mengurus orang sakit, lain halnya dengan Palang Hitam yang bertugas membawa orang meninggal.
Palang Hitam adalah sebutan bagi petugas Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta yang menjadi garda terdepan menjemput jenazah di suatu lokasi kejadian.
Jenazah yang dijemput beragam mulai dari jenazah terlantar tanpa identitas, jenazah dari panti sosial yang biasanya tidak memiliki kerabat, hingga jenazah dari keluarga miskin di rumah sakit milik Pemprov DKI Jakarta.
Kerja dari tim ini bukan hanya menjemput jenazah saja, juga sampai memandikan, mengafankan, mensholatkan (untuk yang beragama Islam), mengantar ke kuburan, bahkan sampai ikut menguburkan. Di bawah Pemprov DKI Jakarta, status mereka adalah Pegawai Harian Lepas (PHL).
Para pasukan pemburu mayat ini berkantor di lantai 2 Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Jalan KS Tubun, Jakarta Pusat.
Memasuki tempat mereka berkumpul, Kompas.com melihat beberapa orang dengan seragam berwarna hitam-oranye sedang duduk berjaga di belakang meja kayu dalam ruangan berukuran 4×7 meter.
Punya kisah masing-masing
Suasana di dalam ruangan tersebut tidak terlalu sibuk. Sesekali telepon berdering dan ada petugas yang bolak-balik dengan membawa berkas-berkas.
Uniknya, dalam ruangan itu kesan ceria langsung didapat. Padahal, kalau melihat dari lingkup kerja mereka, cukup menyeramkan. Tak jarang, mereka harus mengangkut jenazah dengan kondisi yang mengenaskan.
Mulai dari jenazah korban tertabrak kereta dengan kondisinya berserakan, sampai jenazah yang sudah bengkak, membusuk, dan pecah ketika di angkat. Bahkan hanya dari foto-foto dokumentasi yang ditunjukkan sudah cukup membuat siapa saja yang melihat bergidik dan merasa mual.
Masing-masing dari tim Palang Hitam ini mempunyai cerita dalam melaksanakan tugasnya. Seperti Yudi yang sudah bergabung sejak tahun 2006 lalu.
Meskipun sudah lebih dari satu dekade, jenazah pertama yang dijemputnya masih menjadi pengalaman yang tidak terlupakan.
“Waktu itu dapatnya yang sudah membusuk,” cerita Yudi.
Bukan hanya Yudi, Musli atau yang akrab dipanggil Acoy juga tidak bisa melupakan pengalaman pertamanya ketika bergabung di tahun 1998.
“Dulu (jenazah) yang pertama cewek gantung diri hamil lima bulan. Sudah membusuk dan berbelatung. Pas saya coba lepasin talinya, dulu saya pegang talinya masih geli, terus mayatnya jatuh dan kena muka saya. Sampai sekarang saya nggak bisa lupa,” cerita Acoy. Semua punya cerita dan pengalamannya masing-masing, Yudi menambahkan. “Ada yang mayatnya sudah busuk di atas loteng terus susah payah ambilnya, bayi umur 5 bulan, ada juga yang sudah bengkak terus pecah pas diangkat.”