Dugaan pelanggaran disiplin dan kode etik oleh oknum Dokter spesialis penyakit dalam (AN), yang berdinas di Rumah Sakit kota Bogor, Jawa Barat, telah masuk dalam sidang pemeriksaan awal.
Hal tersebut berdasarkan atas pengaduan dari LKBH Universitas Janabadra Yogyakarta, selaku kuasa hukum Pelapor,
Berdasarkan Surat dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), No: 416/R/ MKDKI/XI/2022, bahwa Dokter yang berinisial AN, Nomer STR: 470, Tahun 19/8/2016 (Tahun kelulusan ) dinyatakan sebagai terlapor di Kantor Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, Jl. Teuku Cik Ditiro No.6, Menteng, Gondangdia, Jakarta Pusat.
Kuasa hukum pelapor, Ratna Dewi Susanti. S.Sos, SH.M.HKES, menyampaikan, bahwa
terlapor diduga melanggar beberapa pasal pelanggaran disiplin yang tercantum di dalam Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No: 17/KKI/ Kep/VIII/2006, tentang pedoman penegakkan disiplin profesi Dokter, sehingga menyebabkan pasien BPJS Kesehatan meninggal dunia.
“Harapan saya kalo memang Dokter dan Perawat terbukti kebenaranya dalam pelanggaran Disiplin dan Profesi , mereka harus mendapatkan Sanksi yang terberat yaitu pencabutan STR dan SIP. agar tidak merugikan masyarakat, ucap Ratna Dewi Susanti, mengutip suarakita.id (24/11/2022).
Ia menambahkan, bahwa terlapor diduga tidak merujuk pasien Faskes BPJS, kepada Dokter Spesialis Jantung yang mana dari hasil keterangan EKG, pada saat masuk ke unit gawat darurat (UGD) Rumah Sakit, hasilnya terlihat pasien lemah jantung, tidak melakukan test alergi terhadap dampak efek samping obat yang diberikan kepada pasien, melakukan tindakan atau asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari keluarga pasien (adanya dugaan pemalsuan tanda tangan keluarga korban), datang/visit pasien ke ruangan sering terlambat dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal dikarenakan pasien BPJS.
Selanjutnya dia sampaikan, terlapor membuat keterangan medis yang tidak di dasarkan kepada hasil pemeriksaan yang di ketahui secara benar dan patut, tentunya hal demikian itu bertujuan supaya tidak terulang kembali dan sekaligus memberi contoh baik kepada dokter lain agar tidak merugikan masyarakat lainnya.
Pendapat pakar hukum pidana, DR. Chandra Tirta, SH.MH, dari Universitas Nasional, mengatakan bahwa terlapor Dokter ”AN” dan Perawat telah melakukan kekeliruan pemberian obat, diagnosis/misdiagnosis, tanpa test alergi obat, tanpa melakukan diagnosis terlebih dahulu yang lebih akurat dalam melihat keadaan kondisi pasien dan penyakit pasien, sehingga menimbulkan kematian bagi pasien tersebut. Terjadi ketidak profesionalan Dokter dan Perawat (malpraktek) yang berbasis MENSREA kelalaian.
“Akibat kejadian tersebut Dokter dan Perawat dapat di kenakan sanksi Hukum Pidana, Pasal 359 KUHP, Pasal 360 KUHP , Pasal 340 KUHP, Pasal 361 KUHP. tersebut terhadap tenaga medis,” pungkasnya.
Disisi lain pihak kuasa hukum maupun keluarga korban, setelah dikonfirmasi melalui telepon WhatsApp, berharap pihak pelaksana sidang kode etik profesi dokter, menjunjung tinggi nilai prinsip keadilan, kejujuran dan kebenaran
Sehingga kelak proses pelaksanaan sidang selanjutnya (Januari 2023) dapat memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban. Mengingat pihak keluarga korban awam soal proses persidangan kode etik profesi kedokteran.
Pada akhirnya keputusan yang ditempuh merupakan hasil dari nilai prinsip kebenaran, keadilan dan kejujuran, dan bukan atas suatu kepentingan kelompok yang justru merugikan pihak korban.
Semoga permasalahan ini mendapatkan Perhatian Bapak Presiden Republik Indonesia.
(Agt/PM)