PERTEMUAN tokoh nasional Dr Rizal Ramli dan Amien Rais, di Jakarta, hari ini, Minggu 13 Agustus 2023, selain merupakan sebuah silaturrahmi, kedua tokoh ini telah memiliki hubungan sejak lama, terutama dalam memperjuangkan demokrasi dalam melawan otoritarianisme dan KKN Orde Baru, dimana puncak dari perjuangan itu adalah kejatuhan Orde Baru, yaitu melalui gerakan reformasi yang tuntutan utamanya adalah demokratisasi dan pemberantasan KKN yang ditetapkan oleh Tap MPR No XI/1998.
Setelah 25 tahun berjalannya reformasi kedua tokoh ini sangat kecewa terhadap pengkhianatan cita-cita reformasi.
Kini indeks demokratisasi Indonesia semakin merosot, hak-hak rakyat terhadap kebutuhan dasar, pendidikan, dan fasilitas sosial lainnya semakin tidak terjangkau, 40 % rakyat Indonesia masuk dalam kategori miskin, hak-hak politik dan kebebasan rakyat untuk berpendapat ditindas.
Jokowi yang tidak pernah berjuang untuk demokrasi begitu berkuasa justru mempreteli demokrasi, memperlemah lembaga anti korupsi, dan membiarkan berkembangnya penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat untuk memperkaya keluarga dan kelompoknya secara sangat ganas dan vulgar.
Tidak hanya melakukan influence trading untuk memperkaya keluarganya, Jokowi juga membangun dinasti politik yang penuh nepotis dan tidak berprestasi.
Kedua tokoh, yaitu Rizal Ramli dan Amien Rais, sepakat memperjuangkan pelaksanaan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat.
Pejabat-pejabat yang melawan cita-cita kemerdekaan itu telah memperbodoh rakyat dan terus menerus melakukan penyesatan opini dan logika, serta kebijakan-kebijakan ekonominya membuat rakyat semakin miskin dan kehilangan kesempatan untuk bekerja dan meningkatkan kesejahteraan.
Pemimpin-pemimpin yang bertentangan dengan cita-cita kemerdekaan itu wajib dilawan dan dihentikan. Karena pengkhianatan terhadap tujuan kemerdekaan adalah bentuk lain dari Neokolonialisme yang dikendalikan oleh Oligarki.
Di dalam tujuan kemerdekaan tugas pemimpin adalah meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat, tidak ada kewajiban pemimpin untuk meningkatkan kekayaan dan memberikan dominasi kepada oligarki.
Jokowi hanya tampangnya saja merakyat namun hatinya untuk oligarki, bukan untuk rakyat. *
(Agt/PM)