https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

Mewaspadai Para Hakim Masuk Angin dalam Keputusan Sengketa Pilpres 2024.

Mar 28, 2024 #AgustoSulistio

Oleh: Agusto Sulistio – Mantan Kepala Aksi dan Advokasi PIJAR era90an

Pilpres 2024 di Indonesia tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan. Dugaan kecurangan yang dilaporkan oleh kubu 01 (Anies-Muhaimin) dan kubu 03 (Ganjar-Mahfud) telah mengundang kontroversi. Meskipun Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan hasil resmi yang menyatakan pasangan nomor 02, Prabowo-Gibran, sebagai pemenang, protes dari kedua kubu terus berlanjut hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kuasa Hukum dan Keyakinannya

Dalam persidangan di MK, masing-masing kuasa hukum dari kedua kubu penggugat dan tergugat meyakini bahwa pihaknya akan memenangkan kasus tersebut. Di luar gedung MK, pendukung Capres-Cawapres dari kedua kubu menggelar aksi demonstrasi untuk menyuarakan keberatan mereka. Namun, tim advokasi kubu 02, Prabowo-Gibran, menilai bahwa gugatan dari kubu lawan tidak relevan dengan tema gugatan terkait perolehan suara dalam pilpres 2024. Mereka berpendapat bahwa masalah kecurangan dan perolehan suara seharusnya ditangani oleh KPU dan Bawaslu, bukan oleh MK.

Tentu saja, pendapat tim hukum Prabowo-Gibran tersebut terlalu dini. Proses persidangan di MK harus memberikan kesempatan bagi semua pihak untuk menyajikan bukti-bukti yang relevan. Penting bagi semua proses hukum untuk dilaksanakan dengan benar dan sesuai aturan, tanpa tergesa-gesa dalam menarik kesimpulan. Terlalu dini menyimpulkan dapat meningkatkan ketegangan dan merugikan kepentingan publik.

Kelaziman Sengketa Pilpres di Banyak Negara.

Kemarin, Rabu 27 Maret 2024, kubu 01 dan 03 telah menyampaikan materi gugatannya dihadapan Majelis Hakim MK. Dari berbagai sumber terpercaya bahwa aspek tuntutan terkait sengketa pilpres 2024 yang disampaikan kedua pasangan capres-cawapres (01 dan 03) tersebut adalah hal yang lazim dilakukan dibanyak negara demokrasi.

Gugatan yang disampaikan kubu 01 dan 03 hal yang relevan dan terjadi dalam banyak gugatan pilpres di berbagai negara demokrasi, yaitu menyoal hal-hal seperti:

  1. Kepatuhan terhadap konstitusi: Memastikan bahwa proses pemilihan presiden sesuai dengan ketentuan konstitusi yang berlaku.
  2. Kecurangan pemilu: Meneliti adanya bukti terkait kecurangan atau pelanggaran hukum dalam proses pemilihan presiden.
  3. Pelanggaran hak-hak pemilih: Memeriksa apakah ada pelanggaran terhadap hak-hak pemilih yang mendasar.
  4. Kesesuaian prosedural: Menilai apakah proses pemilihan presiden telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
  5. Kewenangan lembaga pemilihan: Menyelidiki apakah lembaga yang bertanggung jawab atas pemilihan presiden telah menjalankan kewenangannya dengan benar dan adil.
  6. Keadilan dan transparansi: Memastikan bahwa proses pemilihan presiden dilakukan secara adil dan transparan bagi semua pihak yang terlibat.
  7. Penyelenggaraan pemilihan yang bebas dari tekanan eksternal: Meneliti apakah penyelenggaraan pemilihan presiden bebas dari campur tangan atau tekanan dari pihak-pihak tertentu.

Integritas Hakim

Akan tetapi tidak semua aspek yang dipersoalkan meraih kesuksesan. Hasil gugatan pilpres ditentukan oleh independensi para Hakim MK, serta seberapa jauh mereka menilai berbagai faktor, termasuk bukti, argumen hukum, interpretasi konstitusi, serta konteks politik dan hukum.

Namun, terkadang bisa saja dalam pemgambilan keputusan terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh Mahkamah Konstitusi, yang dapat merugikan pihak penggugat dan publik. Contoh kasus yang terjadi di beberapa negara seperti:

  1. Venezuela: Pada tahun 2018, Mahkamah Konstitusi Venezuela dituduh memihak Presiden Nicolas Maduro dengan mengabaikan bukti yang menunjukkan kecurangan dalam pemilihan presiden. Keputusan tersebut menimbulkan protes massal dan kecaman dari dalam dan luar negeri.
  2. Russia: Pada tahun 2018, dalam pemilihan presiden Rusia, Mahkamah Konstitusi Rusia menolak gugatan terkait kecurangan yang diajukan oleh salah satu kandidat oposisi, dengan alasan bahwa buktinya tidak memadai. Hal ini menimbulkan kontroversi dan kekhawatiran akan ketidakadilan dalam sistem peradilan.
  3. Turkey: Pada tahun 2019, dalam pemilihan lokal di Istanbul, Mahkamah Konstitusi Turki memutuskan untuk mengulang pemungutan suara setelah adanya dugaan kecurangan. Namun, keputusan tersebut dipandang oleh sebagian pihak sebagai campur tangan yang tidak adil dalam proses demokrasi.

Integritas Hakim Konstitusi sangat penting dalam pengambilan keputusan karena berkaitan dengan kepentingan bangsa, negara, dan masa depan seluruh rakyat Indonesia. Hakim harus memiliki keberanian untuk berpegang pada prinsip kebenaran, bukan sekadar mengabdi pada harta dan jabatan. Dengan integritas yang kuat, Hakim Konstitusi dapat menjaga keadilan, demokrasi, dan supremasi hukum dalam menjalankan tugasnya.

Masjid Nurullah, Kalibata City, Kamis 28 Maret 2024, 14: 45 Wib.