Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosmed, Pendiri The Activist Cyber.
Kehidupan kita dalam konteks berbangsa dan bernegara Indonesia tengah diuji dalam zaman yang penuh tantangan, terutama di tengah perubahan global yang berdampak luas. Saat ini, kita dihadapkan pada ancaman terhadap demokrasi, krisis ekonomi moneter, dan ketegangan sosial-politik. Keadaan ini semakin rumit dengan dugaan dan kecurigaan terhadap integritas Pemilihan Presiden 2024, yang disinyalir terencana, sistematis, dan masif.
Pada hari ini, Senin 11 Maret 2024, kita memperingati ke-58 tahun peristiwa bersejarah yang mencuatkan ketegangan pada masa itu. Presiden pertama kita, Ir. Soekarno, dalam pemahamannya terhadap tekanan politik dan ancaman perpecahan yang mengintai, mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 sebagai respons terhadap situasi darurat yang mencekam.
Dalam situasi krisis, Soekarno mengambil langkah luar biasa dengan mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966, suatu keputusan yang mencerminkan keberanian dan visi kepemimpinan. Tindakan ini diambil untuk menghadapi ancaman terhadap stabilitas keamanan dan persatuan bangsa.
Realitas Pemilu 2024 & Perbedaan Pendapat dan Tantangan
Melangkah ke hari ini, setelah pelaksanaan pemilu pada 14 Februari 2024, masyarakat dihadapkan pada berbagai perbedaan pendapat, terutama dalam perhitungan suara. Kubu 01 (Anies Baswedan – Cak Imin) dan kubu 03 (Ganjar – Mahfud) merasa terjadi kecurangan yang menguntungkan kubu 02 (Prabowo – Gibran). Situasi ini memunculkan gejolak di sebagian wilayah Indonesia.
Keadaan semakin rumit dengan kenaikan harga beras yang signifikan dan melambungnya harga komoditas bahan pokok menjelang Ramadhan 2024. Semua ini menjadi bayang-bayang bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang harus mengumumkan hasil resmi pemenang pemilihan presiden pada 20 Maret 2024 mendatang.
Pertanyaannya, mampukah KPU mengumumkan hasil pilpres tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat? Sejauh mana KPU dan aparat keamanan dapat mendeteksi dan mengantisipasi situasi tersebut? Semua langkah yang diambil perlu bijak dan semata-mata untuk kebaikan bangsa dan negara, dengan tujuan menghindari perpecahan yang lebih parah dan keselamatan dari hasil demokrasi secara utuh.
Pelajaran Masa Lalu, Inspirasi untuk Masa Kini
Dalam menyikapi tantangan ini, kita dapat merenung pada pelajaran berharga dari masa lalu, terutama dari Supersemar 11 Maret 1966. Keberanian dalam mengambil keputusan, transparansi, partisipasi publik, dan kepemimpinan yang bijak adalah nilai-nilai yang tetap relevan.
Kita berharap agar tindakan yang diambil oleh pemerintah, KPU, dan masyarakat dapat menciptakan kedamaian dan kestabilan. Mari menjaga persatuan bangsa, menghormati proses demokrasi, dan berkolaborasi untuk mewujudkan Indonesia yang kokoh, adil, dan demokratis. Dalam langkah bersama ini, kita membangun masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang.
Menghindari Perpecahan adalah Panggilan Solidaritas
Dalam menghadapi dinamika yang kompleks, diperlukan tindakan yang bijak dan berfokus semata-mata pada kebaikan bangsa dan negara. Kita harus berupaya menghindari perpecahan bangsa yang lebih parah, dan menjauhkan diri dari tragedi serupa dengan yang dialami Negara Kenya pada tahun 2007 akibat pemilu, di mana lebih dari 1000 orang tewas dan ribuan lainnya terpaksa mengungsi.
Pemerintah perlu mengambil kebijakan yang bijak dan merangkul semua pihak untuk menjaga perdamaian dan stabilitas. Masyarakat dihimbau untuk berpartisipasi secara positif, mengekspresikan aspirasi dengan damai, dan menolak provokasi yang dapat memicu konflik.
Memastikan transparansi dalam proses pemilihan untuk meminimalkan ketidakpercayaan dan menyelesaikan sengketa melalui jalur hukum yang sah.
Pembelajaran dari Tragedi Kenya 2007
Setiap tindakan harus diambil dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap keamanan masyarakat, sehingga keadaan darurat dapat dihindari. Menyadari pentingnya penyelesaian konflik melalui jalur damai dan dialog, mencegah eskalasi yang dapat membahayakan kehidupan masyarakat.
Presiden Jokowi harus mampu membuktikan peran dan fungsinya sebagai pemimpin yang mengayomi semua golongan di masyarakat dalam meredakan ketegangan, mengajak pada dialog, dan memberikan jaminan atas keadilan.
Dalam suasana yang penuh tantangan, mari bersama-sama menjaga persatuan, menolak tindakan provokatif, dan berupaya memahami perbedaan dengan rasa saling menghormati. Hanya dengan tindakan bijak dan solidaritas, kita dapat mencegah keadaan memburuk dan membentuk masa depan yang lebih baik untuk Indonesia.
Kalibata, Jakarta Selatan, Senin 11 Maret 2024 – 04.18 Wib.