Pada minggu kedua bulan Juni 2024, kami berkesempatan menghadiri the 43rd International Conference on Ocean, Offshore & Arctic Engineering (OOAE) yang tahun ini di adakan di Singapura. Ini adalah konferensi tahunan para pengembang teknologi, peneliti dan akademisi dari seluruh dunia yang fokus pada kemajuan teknologi lepas pantai (offshore).
Pada awal terlaksananya konferensi ini sekitar 40an tahun yang lalu, topik-topik teknologi yang dibahas banyak berkaitan dengan bidang oil and gas. Mulai dari teknology platform (anjungan) untuk drilling dan production di laut lepas sampai kepada teknologi subsea, riser dan umbilical yang bisa memproduksikan minyak pada kedalaman laut diatas 2000 m. Tentu tidak ketinggalan standar-standar desain yang harus dipatuhi oleh para pengembang teknologi menjadi topik-topik diskusi dan debat yang selalu berlangsung dalam konferensi ini.
Perusahaan-perusahaan engineering dunia seperti Technip dan McDermott akan mengupdate teknologi terbaru yang mereka kembangkan dan juga pelajaran (lesson learned) yang mereka dapatkan dalam mengerjakan sebuah proyek besar. Di sisi lain, oil companies seperti ExxonMobil, Chevron dan Shell juga mengambil bagian dalam memberikan informasi tentang teknologi apa yang mereka butuhkan agar cadangan oil dan gas yang mereka punya bisa diproduksi secara efektif.
Bagaimana dengan peneliti dan akademisi? Sebagai penerima dan pelaksana sebagian dana riset dari pemerintah, oil & gas companies juga engineering companies, peneliti dan akademisi akan berpartisipasi dalam konferensi ini dengan memberikan update tentang riset yang dikerjakan. Pola kerjasama dalam bentuk Joint Industry Project (JIP) menjadi pilihan yang sudah berlangsung selama ini.
Seperti itulah kira-kira ekosistem yang terbentuk antara akademisi, peneliti dan industri dalam mencari dan mengembangkan teknologi di bidang rekayasa lepas pantai. Apakah pola kerjasama ini juga terbentuk di bidang lain? Kami rasa kurang lebih sama.
Kembali ke konferensi OOAE ini, dalam sepuluh tahun terakhir ini topik yang dibahas tidak lagi fokus hanya pada bidang oil and gas tapi sudah melebar ke bidang renewable energi. Topik-topik seperti energi dari offshore wind turbine, floating PV, arus laut, ombak, submarine cables dan Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) juga ikut mewarnai konferensi ini. Disaat inilah beberapa riset center di bidang renewable energi seperti National Renewable Energy Lab (NREL) dari US ikut berperan.
Ada juga topik lama tapi menjadi hangat kembali dengan semakin dibutuhkannya nikel dan cobalt untuk baterai. Apa topik itu? Deepsea mining yang banyak di Pacific Ocean yang belum menemukan teknologi yang efektif dan efisien untuk memproduksinya. Drilling companies dan pakar-pakar deepwater sedang berusaha untuk mengembangkan teknologi mining nodules pada kedalaman laut diatas 4000 m.
Yang tidak kalah penting adalah bagaimana memproses nodules ini agar mineral-mineral penting yang dikandung didalamnya dapat dipisahkan. Ini adalah peluang yang sangat terbuka bagi pihak yang memahami teknologi pemisahaan mineral (mineral processing plant). Kebetulan salah satu Perusahaan di Indonesia sedang memproses manganese nodule dengan teknologi heap leach. Semoga berhasil. (Terkait Nodule kami sudah menjelaskannya dalam tulisan sebelumnya)
Bagaimana dengan perkembangan teknologi Offshore Wind Turbine? Untuk Bottom-Mounted Offshore Wind Turbine (BMOWT), teknologinya sudah cukup matang dimana banyak sekali kita liat wind turbine ini di negara-negara Eropa seperti Denmark. Namun power yang dibangkitkan per tower hanya sekitar 8 MW. Untuk menaikan power yang dibangkitkan, Floating Offshore Wind Turbine (FOWT) mulai menjadi pilihan.
Dari konferensi ini kami mengamati bahwa teknologi platform yang bisa memberikan cost yang kompetitif masih belum ditemukan. Inovasi-inovasi terbaru dengan mengambil pelajaran dari oil and gas masih perlu waktu mengembangkannya, baik dari sisi fabrikasi, instalasi, perawatan maupun dari sisi blade yang mampu menghasilkan power yang lebih besar. Saat sekarang satu FOWT diharapkan bisa menghasilkan power sebesar 15 MW. Inilah jenis blade terbesar untuk offshore wind turbine.
Selanjutnya, untuk energi yang berasal dari ombak dan arus keliatannya belum banyak kemajuan dibandingkan 15 tahun yang lalu. Sisi keekonomian dan keandalan menjadi tantangan berat yang masih membutuhkan inovasi. Begitu juga dengan OTEC, biaya untuk memproduksi 1 kWh masih diatas USD 20 cent. Dengan biaya setinggi ini akan sangat susah untuk menjadi pilihan teknologi pembangkit energi saat ini.
Yang cukup mengejutkan, Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCS) juga sudah mulai menjadi topik hangat di konferensi ini. Dapat dimengerti karena kapasitas untuk menyimpan CO2 yang besar banyak berada di laut. Tantangan dalam mengalirkan CO2 baik dalam bentuk gas maupun cair ke laut menggunakan pipa atau kapal tidaklah mudah.
Itulah kira-kira sedikit update tentang perkembangan mutakhir dari teknologi lepas Pantai yang menjadi topik-topik hangat para innovator, pelaku bisnis dan penggiat energi bersih. Semoga bermanfaat.
Penulis: Arcandra Tahar
Diskusi ini dapat diikuti pada Instagram @Arcandra. Tahar
https://www.instagram.com/p/C8amGucyll0/?igsh=dWdiODF4c2wwZHFl