https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

Pertumbuhan ekonomi melambat, akankah investor masih memilih Indonesia?

Okt 20, 2022 #Ekonomi, #Rizal Ramli

Beberapa waktu lalu, Amerika Serikat (AS) memompa uangnya di pasar untuk menstabilkan perekonomian. Namun, memompakan uang tersebut tidak mungkin dilakukannya dalam waktu yang lama. Suatu saat pasti AS akan merem jumlah uangnya yang beredar di pasar. Karena itu, pasti suatu waktu dia akan menghentikannya.

Gejolak ekonomi yang kita saksikan hari ini adalah akibat dari pengereman yang dilakukan oleh AS tersebut.

“Inilah yang dilakukan oleh AS dengan mengetatkan peredaran uangnya di pasar. Dia menyedot uangnya di pasar karena itu hasilnya stagflasi yaitu ekonominya stagnan tapi inflasinya tinggi. Itulah yang dilakukan oleh sejumlah negara OECD,” ujar ekonom senior, Dr Rizal Ramli dalam wawancara Radio Most yang bertajuk “Pertumbuhan Ekonomi Melambat, Indonesia Masih Jadi Pilihan Investor?”, pada Kamis (20/10).

Pertanyaanya adalah apakah kita bisa menghindar dari kondisi stagflasi tersebut? Atau apa yang bisa dilakukan untuk meredam gejolak yang terjadi?

Mantan Menko Ekuin pada era Presiden Gus Dur tersebut mengatakan, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh oleh pemerintah.

Pertama, kata mantan Menko Kemaritiman itu, adalah mengganti strategi. “Tidak ada pilihan lain selain pemerintah harus mengganti strategi. Jangan mengandalkan modal spekulatif, pasar obligasi tapi harus mengandalkan investasi langsung.  Misalnya menanamnya di infrastruktur, atau industri. Karena mereka bisa menciptakan lapangan kerja,” ujar mantan Presiden Komisaris (Preskom) BNI-46 itu.

Mantan Preskom Semen Gresik Group (sekarang Semen Indonesia) tersebut mengatakan, jika pemerintah kita menarik investasi langsung (direct investment) maka kita tidak mungkin mengalami krisis. Karena sejumlah investor yang menanamkan investasi langsung tersebut pasti akan berpikir seribu kali jika memindahkan pabriknya.

“Namun, yang dilakukan oleh pemerintah kita yaitu menarik sebanyak mungkin uang spekulatif, investasi tak langsung di pasar modal. Karena itu, uangnya juga seketika ditarik ketika terjadi gejolak ekonomi internasional,” ujarnya.

Mantan Kepala Bulog ini mencontohkan Negara Vietnam. Negara itu tidak memiliki komoditi. Filipina juga. Namun, ekonomi negara itu bisa tumbuh jauh lebih tinggi dari Indonesia. Vietnam misalnya tahun ini tumbuh 11 persen, dan sebelumnya hampir 7,9 persen. Filipina juga lumayan besar juga yaitu tumbuh 6,4 persen. “Indonesia yang memiliki komoditi hanya bisa tumbuh 5,5 persen. Padahal seharusnya bisa jauh lebih tinggi dari itu,” ujarnya.

Hal inilah, katanya, yang terjadi dengan anjloknya rupiah kita ke level Rp15.400. “Ini pulalah untuk menjelaskan larinya belasan triliun uang pada minggu lalu. Dan hal seperti ini masih akan terus berlanjut,” ujar Bang RR – sapaan Rizal Ramli.

Kedua, pemerintah harus berhentilah ugal-ugalan dalam mengelola keuangan negara. “Berutang harus direm. Yang terjadi hari ini pemerintah kita masih jor-joran dan akibatnya APBN kita bolong. Hal ini berakibat pada rupiah ikut anjlok. Jadi pemerintah seharusnya mengurangi anggaran yang tidak perlu,” ujarnya.

Mantan Penasihat Ekonomi Fraksi ABRI di DPR itu mengatakan, pembangunan ekonomi kita selama ini terlalu mendandalkan utang. Akibatnya pertumbuhan ekonomi kita berada di lampu merah.

“Anehnya strategi pertumbuhan ekonomi kita lebih banyak menarik investasi tak langsung, dan menarik modal spekulatif. Jadi dana tersebut suatu saat bisa direm, dikurangi. Jadi kalau mau menjadi negara besar, seperti Jepang, maka ekonomi negara kita harus tumbuh di atas 10 persen. Namun kita tidak bisa mencapai pertumbuhan itu karena pertumbuhan kita direm oleh utang,” katanya.

Lantas, apakah ada jalan lainnya yang bisa ditempuh oleh pemerintahan Jokowi saat ini untuk mengatasi ancaman krisis tersebut? “Sebenarnya ada jalan yang lebih cepat untuk mengatasi semua itu, tapi saya tidak mau mengungkapkannya saat ini,” jawabnya diplomatis.

(Agt/PM – Sumber: Indonews.id, foto: google)