Philipus H. Sitepu, S.H., M.H., selaku kuasa hukum Arif, menilai bahwa tuntutan yang dijatuhkan JPU terlalu berat dan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.

Nov 5, 2025

Pikiran,merdeka.com,Jakarta.5/11/2025 – Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, menyampaikan permohonan maaf dan penyesalan mendalam atas perbuatannya yang menerima suap dalam penanganan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO).

Permintaan maaf itu disampaikan Arif saat membacakan pleidoi pribadi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).

Dengan suara bergetar, Arif mengaku bahwa dirinya menyesali sepenuhnya tindakannya yang telah mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Ia bahkan berulang kali menyampaikan permohonan maaf, tercatat hingga tujuh kali selama membacakan nota pembelaan pribadinya.

“Saya sadar bahwa apa yang saya lakukan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. Saya mengaku bersalah dan sangat menyesal,” ujar Arif di hadapan majelis hakim.

Dalam pleidoinya, Arif menyatakan bahwa ia menyesal karena perbuatannya telah mencoreng marwah hakim dan merusak integritas Mahkamah Agung (MA) sebagai institusi tertinggi di bidang peradilan.

“Sebagai penegak hukum, mestinya saya berdiri tegak lurus pada kebenaran, membela dan menjaga nama baik institusi. Akan tetapi, saya gagal untuk mempertahankan prinsip-prinsip penegakan hukum yang berkeadilan,” tuturnya.

Meski menyatakan menghormati tuntutan maksimal dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Arif mengaku terkejut ketika mendengar bahwa dirinya dituntut hukuman 15 tahun penjara. Ia menyebut, vonis setinggi itu sangat berat bagi dirinya yang kini masih memiliki tanggungan keluarga.

“Saya teringat anak dan istri saya. Saya berharap majelis hakim yang mulia dapat mempertimbangkan sisi kemanusiaan serta memenuhi rasa keadilan dalam putusannya,” ucapnya.

Sementara itu, Philipus H. Sitepu, S.H., M.H., selaku kuasa hukum Arif, menilai bahwa tuntutan yang dijatuhkan JPU terlalu berat dan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Menurutnya, banyak hal yang seharusnya menjadi pertimbangan meringankan bagi kliennya.

“Jaksa sendiri sudah menyebut ada hal-hal yang meringankan. Klien kami kooperatif, menyesal, mengembalikan seluruh uang suap, dan meminta maaf secara terbuka. Jadi seharusnya hal itu diperhitungkan,” kata Philipus usai sidang.

Ia menambahkan, Arif telah mengembalikan senilai Rp 9,4 miliar, dan selama proses hukum berlangsung, tidak pernah mempersulit penyidikan maupun persidangan.

“Dia sudah mengembalikan uang Rp 9,4 miliar, bersikap jujur, kooperatif, dan menunjukkan penyesalan yang tulus. Jadi menurut kami, tidak adil bila tuntutannya tetap maksimal 15 tahun,” tegas Philipus.

Dalam sidang sebelumnya, Rabu (29/10/2025), Jaksa Penuntut Umum menuntut agar Muhammad Arif Nuryanta dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, dengan ketentuan subsider 6 bulan kurungan apabila denda tidak dibayar.

Selain itu, Arif juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 15,7 miliar, sesuai dengan total suap yang diterimanya, atau diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun apabila tidak mampu melunasinya.

“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara, serta membayar uang pengganti Rp 15,7 miliar subsider lima tahun,” ujar JPU dalam pembacaan tuntutannya.

Kasus yang menjerat Muhammad Arif Nuryanta kembali menjadi sorotan publik karena melibatkan seorang mantan pimpinan pengadilan negeri, yang semestinya menjadi teladan dalam menegakkan hukum dan keadilan.

Pakar hukum menilai, perkara ini menjadi ujian serius bagi dunia peradilan Indonesia, terutama dalam upaya menjaga independensi dan integritas lembaga peradilan dari praktik suap maupun penyalahgunaan wewenang.

Meski demikian, langkah Arif yang mengakui kesalahan dan mengembalikan uang suap dinilai sebagai bentuk penyesalan yang patut diapresiasi, meski tidak menghapus konsekuensi hukum yang harus ia tanggung.

Sidang perkara ini akan berlanjut dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim dalam waktu dekat.

Putusan tersebut diharapkan dapat memberikan keadilan yang seimbang antara kepastian hukum, efek jera, dan nilai-nilai