Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosmed.
PikiranMerdeka.com – Sebagaimana yang telah ditulis oleh banyak sumber media tentang Swedia yang menempatkan inovasi sebagai garda terdepan negaranya dalam meraih kemakmuran.
Swedia asal lahirnya penghargaan Nobel itu telah menjadikan inovasi sebagai pedoman mencapai kemakmuran. Mereka menempatkan pikiran merdeka kepada para peneliti dan pelajar sebagai modal sekaligus barisan kekuatan terdepan, sehingga negara Swedia menjadi salah satu negara paling makmur di seluruh dunia.
“Stockholm is a State of Minds!” adalah tulisan pada papan reklame selamat datang di Bandara Internasional Arlanda, Kota Stockholm, Swedia. Papan reklame selamat datang itu tidak seperti umumnya papan reklame yang ada disetiap Bandara Internasional yang menampilkan tulisan promosi wisata, produk, pemerintahan, profile pejabat, capres, dll. Papan reklame di Swedia justru menyapa terlebih dahulu para pelajar dan peneliti “Welcome students and researchers”. Inilah salah satu wujud dari nuansa negara yang memberikan ruang kemerdekaan berfikir.
Terkait pikiran merdeka, sesungguhnya bangsa kita pun telah menorehkan sebelumnya. Meski tak sama dengan Swedia, bangsa kita tuangkan komitmen membuat ruang pikiran merdekanya pada naskah Proklamasi kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945.
Kapal perang China dan Rusia mulai kepung laut Jepang
Bribda A lakukan ini saat pergoki istrinya hubungan intim di hotel
Meski naskah itu singkat tapi makna implisitnya sangat dalam serta berbagai implikasi yang diakibatkan.
Seperti yang tertulis pada alinea pertama naskah Proklamasi, “kami bangsa Indonesia, menyatakan dengan ini kemerdekaan Indonesia” keinginan dan keberanian yang patut diapresiasi dan didukung implementasinya oleh siapapun penyelenggara pemerintahnya. Determinasi para tokoh pemimpin kita berani menentukan nasibnya sendiri yang kemudian melantangkannya ke seluruh dunia. Satu bukti para tokoh pergerakan pelajar pendahulu bangsa kita pun telah memulai membuka ruang kemerdekaan berfikir.
Selanjutnya bisa kita lihat pada aline kedua “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya”. Hal ini menyiratkan suatu proses kemerdekaan yang singkat, suatu pilihan terpenting dari sekian banyak kepentingan yang ada saat itu, yaitu bahwa kemerdekaan terlebih dahulu yang diwujudkan sebagai pondasi, baru kemudian hal lain.
Tak hanya sekedar menempatkan unsur kecermatan dan ketaktisan, namun para pejuang pemikir bangsa kita dahulu telah meletakan nilai kearifan. Dan mustahil hal itu dapat terwujud jika ruang pikiran yang merdeka tak dimiliki.
Tito Karnavian sosok dibalik melejitnya karier Ferdy Sambo
Ditengah krisis, Presiden sebut perbandingan harga ini dengan China
Disini membuktikan bahwa proklamasi bangsa ini merupakan kulminasi pikir, bukan kulminasi power yang dihasilkan dari perjuangan fisik dan senjata. Maka jelas tak dapat dipungkiri bahwa kemerdekaan Indonesia ini lahir dari buah pikir yang lahir dari ruang kemerdekaan berfikir.
Tak berlebihan bila kita katakan bahwa Proklamasi kita adalah suatu “state of minds, bukan “state of power”. Dari sini, boleh juga kita berbangga dan mensejajarkan, bahwa komitmen membuka ruang pikiran merdeka kita dengan Swedia atas semboyannya “Stockholm is a State of Minds!”.
Semoga ruang kemerdekaan berfikir yang telah dicita-cita kan sebelum Indonesia merdeka, dan kemudian ditegaskan dalam naskah Proklamasi kemerdekaan tak dibatasi oleh Pemerintah yang berkuasa.
Kemerdekaan berfikir atau pikiran merdeka
lahir dari kemerdekaan berfikir dan pikiran yang merdeka, bukan dari yang lain.
Sejarah perjuangan kemerdekaan berfikir Indonesia mencapai masa titik terangnya pada saat Budi Oetomo tampil di depan. Kemudian akselerasinya dapat dirasakan saat Bung Hatta kembali ke Indonesia setelah 11 tahun menempuh pendidikan dll di Negeri Belanda.
Tak hanya itu, sejarah pikiran merdeka jauh sebelum Indonesia merdeka telah disinyalkan oleh tulisan-tulisan kemerdekaan karya Suryadi Suryadiningrat yang diawali oleh sikapnya yang menanggalkan gelar kebangsawanannya “Suryadiningrat” yang dianggapnya sebagai “penindasan – belenggu kelas / feodal.”
Pikiran merdeka Suryadi Suryadiningrat atau dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantoro ia tulis selama masa pembuangannya di Negeri Kerajaan Belanda, jaman kolonial Belanda
Luar biasa kekuatan pikiran merdeka pelajar dan tokoh Indonesia saat itu. Pikiran merdeka para tokoh nasional yang menjadikan buku, dan daya berpikir mereka sebagai senjata untuk merebut kemerdekaan guna memberi ruang Pikiran Merdeka dan Kemerdekaan Berfikir.
Pertanyaan besar setelah bangsa ini memproklamasikan kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah, apakah ruang pikiran merdeka, kemerdekaan berpendapat sebagaimana yang telah dicita-cita para tokoh bangsa hari ini masih ada?
Kemerdekaan yang telah dicapai akan bermakna bila negara / pemerintah memiliki pikiran merdeka, pikiran yang tidak dibayang-bayangi oleh kekuatan kelompok yang berorientasi pada keuntungan dirinya semata, namun pikiran merdeka yang lahir kemerdekaan berfikir rakyat bangsanya. Dengan demikian negara dapat menempatkan inovasi dan kreatifitas bangsanya sebagai garda terdepan dalam mengisi kemerdekaan.
Saat masa merintis kemerdekaan, para pelajar yang menuntut ilmu ke Eropa mengatakan bahwa hal terhebat yang mereka dapatkan bukanlah ilmu pengetahuan yang ia geluti, namun ruang besar yang diberikan kepada mereka untuk berani memberikan ide, gagasan dan inovasi, serta terobosan yang tidak main stream.
Ironis bila kemerdekaan berfikir hanya “didapat” justru pada saat para pelajar dan tokoh pejuang Indonesia menimba ilmu di negeri orang.
Guna mencegah kejadian dimasa lalu, agar pikiran merdeka dapat terwujud dan didukung oleh semua pihak, seyogyanya Pemerintah mengintropeksi kedalam dan bercermin dari apa yang telah dilakukan oleh para pendiri bangsa ini dan juga oleh Swedia yang mewujudkan komitmennya “Stockholm is a State of Minds!” bukan semata lips service yang ditulis pada papan reklame selamat datang.
Komitmen itu harus menjadi keseriusan pemerintah Joko Widodo dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan, mulai dari pikiran, ide gagasan hingga tahap realisasi, sebagaimana yang telah disepakati bersama dan dituangkan dalam konstitusi.
*)Penulis: Agusto Sulistio – Pegiat Sosmed (Gambar ilustrasi: Liputan 6)