Foto: Mantan Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi – Menkeu, Sri Mulyani (Tempo)
Oleh: Agusto Sulistio – Pendiri The Activist Cyber, Mantan Kepala Aksi & Advokasi PIJAR era 90an.
Amanah reformasi semakin meredup, KKN menjamur di rezim Jokowi. Rule of Law, Civil Society, Pers tanpa keberpihakan, dan aparatur negara dijauhkan dari harapan, sehingga menjadi lemah mengontrol jalannya kekuasaan, dan memberikan ruang bagi uang dan kekuasaan untuk mengatur segalanya.
Kasus pencucian uang Rp349 triliun, meski diakui berbahaya ketimbang kasus korupsi, kenyataannya masih terselubung dalam ketidakseriusan pengungkapannya. Dugaan keterlibatan pejabat tinggi Dirjen Bea Cukai dalam impor emas Rp.189 Trilyun semakin mengaburkan gambaran, sementara Satgas TPPU terkesan kurang responsif.
Drama kelam para pejabat dan kekuasaan semakin menyelimuti kasus ini, menorehkan catatan hitam pada rezim Jokowi sebagai penguasa yang tak mampu mewujudkan pemerintahan bersih dari KKN dan mensejahterakan rakyat.
Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum dan HAM, Mahfud MD secara resmi membocorkan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 8 Maret 2023, terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun yang kemudian dinyatakan sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam perkembangan penyelidikan, transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melonjak hingga mencapai Rp 349 triliun.
Menurut pernyataan Mahfud MD di CNBC (20/3/2023), tindak pidana pencucian uang dianggapnya lebih berbahaya daripada korupsi. Ia membandingkan, pelaku korupsi dapat dipenjara karena terbukti memperkaya diri, sementara pencucian uang sulit dilacak karena uangnya berpindah tangan di antara individu atau berputar dalam perusahaan.
Satgas TPPU Melemah?
Untuk mengusut lebih lanjut transaksi janggal ini, seluruh anggota Komite TPPU menyetujui pembentukan Satgas Supervisi dan Evaluasi Penanganan Laporan Hasil Analisis, Laporan Hasil Pemeriksaan, dan Informasi Dugaan TPPU. Satgas ini dipimpin oleh Menko Polhukam sebagai Ketua, Menko Perekonomian sebagai Wakil Ketua, dan Kepala PPATK sebagai Sekretaris.
Anggotanya termasuk Deputi 3 Bidang Hukum dan HAM Kemenko Polhukam, Deputi 5 Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, Direktur Analisis dan Pemeriksaan I PPATK, Direktur Jenderal Pajak, Dirjen Bea Cukai, Irjen Kementerian Keuangan, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Wakil Kabareskrim Polri, Deputi Bidang Kontra Intelijen BIN, dan Deputi Analisis dan Pemeriksaan II PPATK.
Satgas TPPU juga melibatkan 12 tenaga ahli di bidang tindak pidana pencucian uang, korupsi, dan perekonomian, termasuk kepabeanan dan cukai maupun perpajakan. Mereka akan menangani 200 laporan hasil analisis, laporan pemeriksaan, serta informasi dan dokumen yang diterima dan ditangani oleh Ditjen Bea Cukai, Ditjen Pajak, dan Inspektorat Jenderal Kemenkeu. Sebanyak 100 laporan hasil analisis, laporan pemeriksaan, informasi, dan dokumen juga akan ditangani oleh Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan lembaga lainnya.
Kritik Tajam Untuk TPPU dan Menkeu
Kritik tajam dari ekonom senior DR. Rizal Ramli menyertai pembentukan Satgas TPPU karena diisi oleh Menteri Keuangan dan jajarannya, yang notabene menjadi objek pemeriksaan. Mahfud menjawab kritik tersebut dengan mengacu pada aturan hukum penyidik yang menetapkan Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai sebagai penyidik masalah perpajakan dan bea cukai.
Mahfud MD, menegaskan bahwa kasus pencucian uang sebesar Rp349 triliun tidak hilang, melainkan sedang berjalan.
Dalam keterangannya di Hotel Sultan, Jakarta, Mahfud menyoroti 300 surat terkait dengan kasus TPPU ini dan memastikan bahwa proses penyelidikan masih terus dilakukan.
DPR sudah memverifikasi keberadaan kasus ini, dan dengan adanya 300 surat, penyelesaiannya membutuhkan waktu dan ketelitian. Setiap surat dalam kasus ini sedang ditindaklanjuti di berbagai instansi, termasuk KPK, Polri, dan Kejaksaan.
Mahfud juga memberikan contoh kasus yang telah ditangani, seperti kasus Rafael Alun Trisambodo, mantan pegawai DJP Kemenkeu, yang terkait dengan impor emas.
Mahfud mengingatkan bahwa penanganan kasus sebesar Rp349 triliun ini memerlukan pemecahan menjadi 300 kasus terpisah. Ia menekankan bahwa prosesnya tidaklah selesai begitu saja, dan pengungkapan terhadap kasus-kasus yang ada akan terus dilakukan.
Selain itu, Mahfud juga menyampaikan bahwa KPK telah mengumumkan penanganan 33 surat terkait dengan Kemenkeu yang berkaitan dengan kasus ini.
Dalam rapat terbaru Satgas TPPU, pemeriksaan terus dilakukan terkait dengan laporan mencurigakan sebesar Rp189 triliun. Bea-Cukai dan Dirjen Pajak mengakui bahwa penyelesaian belum tuntas, dan Mahfud menekankan bahwa pihak-pihak terkait, termasuk polisi, Kejagung, KPK, bahkan Kemenkeu, sudah bergerak.
Sorotan ke Sekjen Menkeu Heru Pambudi.
Menko Polhukam dan Ketua Komite TPPU, mengungkapkan nama Heru Pambudi, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, terlibat dalam laporan dugaan TPPU sekitar impor emas batangan senilai Rp189 triliun di Direktorat Jenderal Bea Cukai pada 2017.
Laporan ini pertama kali disampaikan oleh PPATK pada 2017, dan setelah dua kali dikirimkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani baru mengetahui laporan tersebut pada Maret 2023. Tentu hal ini dapat menimbulkan kecurigaan terhadap keberadaan laporan yang tidak sampai ke Sri Mulyani.
Dalam suatu keterangan media, Mahfud menduga upaya tertentu dari jajaran di bawah Menteri Keuangan untuk menutupi laporan dugaan pencucian uang senilai Rp189 triliun tersebut.
Laporan mencurigakan terkait impor emas batangan ini diduga melibatkan Bea Cukai dan 15 entitas lainnya. Namun, penjelasan yang diberikan oleh pejabat Kemenkeu berupa laporan pajak, bukan cukai.
Dalam perkembangan pemberitaan resmi petinggi Satgas TPPU bahwa dugaan impor emas batangan itu dituliskan dalam surat cukai sebagai emas murni. Meskipun Bea Cukai berdalih bahwa emas tersebut dicetak melalui sejumlah perusahaan di Surabaya, Jawa Timur, investigasi PPATK mengungkap bahwa pabrik tersebut tidak ada.
Profil singkat Heru Pambudi, lahir di Bondowoso, Jawa Timur, pada 1970. Ia memulai karir sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Keuangan pada 1992 dan telah menempuh berbagai posisi hingga menjadi Sekretaris Jenderal pada 2021 hingga saat ini.