Jokowi dan jalan kemuliaan diujung kekuasaan
Oleh: Agusto Sulistio – Aktivis PIjAR era tahun 90an.
Hingga kini, dari awal Presidential Threshold (PT) pertama kali dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003, dianggap sebagai penghalang demokrasi. Karena ini, tak sedikit para tokoh, akademisi, pakar, dll ajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar aturan PT 20% dirubah menjadi PT 0%.
Wajar saja PT 20% digugat. Sebab efeknya, menyebabkan para partai peserta pemilu tak dapat mengajukan kader calon pemimpin negara begitu saja, walau ia telah susah payah melewati berbagai macam verifikasi dan baru kemudian dianggap sah menjadi parpol peserta pemilu. Parpol boleh ajukan Capres-cawapresnya jika memenuhi syarat ambang batas suara, yaitu keterwakilan partai yang duduk di DPR-RI minimal 20% kursi.
Tak mudah lolos syarat PT 20%, buktinya setiap pemilu digelar selalu terjadi koalisi parpol. Akibatnya terjadilah kasak kusuk, kompromi, dll. Maklum biaya kampanye sangat besar sekali, karenanya diperlukan bantuan2 para pemodal. Hari gini, mana ada yang gratis. Kasarannya, kencing di toilet umum saja ada tarifnya.
Jelang pilpres 2024 hanya PDI-P merdeka, ia tak perlu koalisi untuk ajukan Capres-cawapresnya. Walau demikian, PDI-P pun perlu dukungan suara koalisi parpol, kecuali PDI-P yakin mayoritas akan dukung Capres-cawapres dari PDI-P.
Begitu juga dengan Nasdem, yang jauh2 hari sudah deklarasikan Anies Baswedan sebagai capres. Kenyataannya sampai sekarang Nasdem belum dapat kawan koalisi partai untuk capai syarat PT 20%.
Anies yang sudah resmi dideklarasikan oleh partai pro kekuasaan, dan dianggap sebagian umat Islam sebagai partai penista agama saja saja belum jelas status capresnya, apalagi Ganjar Pranowo dan capres lain yang belum dideklarasikan oleh parpol peserta pemilu lainnya.
Karena itulah tidak berlebihan jika banyak pihak beranggapan bahwa penerapan PT 20% itu adalah akal-akalan untuk mengganjal parpol dan capres yang dianggap mengancam kekuasaan oligarki.
Hal itu bertentangan dengan keyakinan mayoritas umat Islam di Indonesia, seperti yang ditulis dalam Al-Qur’an, surat Al-Maidah, ayat 8: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

PT 0% macam apa?
Problematika itu dapat diselesaikan dengan dua pilihan, yakni melalui jalan konstitusi atau kekuatan Rakyat. Tentunya kita akan berusaha menghindarkan jalan yang beresiko besar kepada Rakyat. Kita tak ingin ambil jalan seperti Polpot di Vietnam, yang menewaskan ratusan ribu rakyatnya demi memilih haluan hidup bangsa dan negaranya.
Jika inginkan jalan yang konstitusional, yakni Presiden Jokowi mengeluarkan Perpu PT 0%. Sehingga kegelisahan, tekanan kepada pemerintah, rakyat, capres, parpol dll dapat dieliminir.
PT 0% yang penulis maksud bukan PT 0% yang saat ini banyak orang pahami, dimana setiap orang dapat ajukan dirinya atau keluarganya sebagai Capres-cawapres. Jika sistem PT 0% seperti ini yang diterapkan, maka dapat terjadi kekacauan.
Gagasan penulis adalah PT 0% adalah semua parpol peserta pemilu memiliki hak mengajukan Capres-cawapresnya, tanpa terhalangi oleh aturan berapa banyak keterwakilan Partainya di DPR-RI. Jika ada 16 Parpol peserta Pemilu, maka 16 Parpol tersebut, masing2 berhak ajukan 1 capres dan 1 cawapres. Jika terjadi kesamaan capres dan cawapres dari parpol peserta pemilu, maka dapat ditempuh jalur musyarawah.
Dengan jalan inilah, Insha Allah Tuhan YME akan hindarkan kita dari perpecahan dan kehancuran. Disisi lain kita sebagai bangsa yang mayoritas beragama Islam dapat melaksanakan perintah Allah SWT, seperti yang wahyukan dalam Surat Al-Maidah – 8.
Saya yakin Presiden Jokowi mengiginkan jalan kemulyaan diujung masa kekuasaannya, bukan jalan tercela yang akan menghempaskan dirinya dan keluarganya kedalam jurang kehinaan dan kehancuran. Melalui keputusan mulia itulah, Presiden Jokowi akan dikenang oleh rakyatnya sebagai Presiden yang membuka pintu penjara dari pembatasan kemerdekaan bangsa dan negaranya, untuk menentukan jalan kemerdekaan kedepan.
Sehingga kelak kemudian, Rizal Ramli, Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Muldoko, Eggi Sudjana, Anies Baswedan, Khofifah Indar parawansa, Cak Imin, Erick Thohir, dll dan seluruh anak bangsa, akan bangga dan mengenang Presiden Jokowi sebagai Presiden yang betul-betul melaksanakan prinsip kemerdekaan yang dituangkan dalam Konstitusi.