Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosme, Pendiri The Activist Cyber.
Indonesia, dalam menyongsong bulan suci Ramadhan tahun 2024 dihadapkan pada dinamika yang mencengangkan pasca pelaksanaan Pemilu, 14 Februari 2024 lalu, yang kemudian memunculkan berbagai perdebatan meluas terkait pelaksanaan pesta demokrasi.
Berbagai kelompok menyampaikan penilaian atas jalannya pemilu 2024 yang dapat dimaknai sebagai respons atas pelaksanaan pemilu yang tidak netral dan adil. Disisi lain terjadi upaya pembungkaman atas kritik yang disampaikan oleh aktivis pro-demokrasi atas dugaan kecurangan pillres 2024. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu terhadap Indonesian Corruption Watch (ICW), KONTRAS, YLBHI, dll oleh adanya aksi sekelompok orang yang meminta agar menerima hasil Pemilu 2024 dan melarang pemakzulan terhadap Presiden Jokowi.
Keheningan ibadah puasa bertentangan dengan upaya membungkam kritis terhadap pelaksanaan pemilu. Bulan suci ini, yang seharusnya menjadi momen kebersamaan dan ketenangan spiritual, disulut oleh ketegangan politik yang melibatkan simbol-simbol agama.
Terkait itu kita perlu mewaspadai adanya upaya pembungkaman kritis terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 dengan berkedok pada nilai-nilai Bulan Suci Ramadhan.
Meski tidak secara eksplisit berkaitan dengan penggunaan simbol agama sebagai legitimasi membungkam kritik, namun catatan Amnesty International Indonesia dapat dijadikan dasar antisipasi penolakan kritis oleh kelompok tertentu dan lembaga kekuasaan. Laporan Amnesty yang berjudul “Meredam Suara, Membungkam Kritik: Tergerusnya Kebebasan Sipil di Indonesia” mencatat sedikitnya 328 kasus dugaan serangan fisik dan digital dengan setidaknya 834 korban dalam periode Januari 2019 hingga Mei 2022.
Ramadhan dan Kebebasan Beribadah
Ramadhan adalah waktu yang dianggap suci bagi umat Islam untuk mendalami nilai-nilai spiritual, berintrospeksi, dan meningkatkan keimanan. Aktivitas ibadah, seperti puasa, shalat, dan perbuatan baik, menjadi fokus utama umat Islam selama sebulan. Namun, bulan suci ini juga menjadi tempat untuk terjadinya keberagaman dan keadilan.
Di sisi lain, terjadi upaya membungkam kritis terhadap pelaksanaan pemilu, khususnya atas dugaan kecurangan pilpres. Ironisnya, situasi ini dimanfaatkan untuk mengaitkan kritik terhadap pemerintah dengan simbol-simbol agama, yang seharusnya tidak bertentangan. Adalah paradoks melihat bulan suci yang jatuh pada 12 Matet 2024 jika kemudian digunakan sebagai strategi pembungkaman kritis terhadap aktivis demokrasi, khususnya terkait pemilu 2024.
Kebebasan Berpendapat dan Nilai-nilai Islam
Meski ada dugaan upaya kelompok tertentu memanfaatkan simbol-simbol agama untuk membungkam kritis, sejatinya, agama, terutama Islam, menekankan pada nilai-nilai keadilan, kebenaran, dan kebebasan berpendapat. Keberagaman dalam menjalankan ibadah tidak seharusnya digunakan sebagai senjata untuk meredam suara-suara kritis yang mengungkap kebenaran dan mencari keadilan.
Dalam menghadapi dinamika ini, sangat dioerlukan untuk meneguhkan pemahaman agama yang sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Kebebasan berpendapat, pengungkapan kebenaran, dan partisipasi dalam proses demokrasi harus diletakkan di atas segala bentuk upaya atau strategi yang menyalahgunakan simbol-simbol agama.
Dari berbagai sumber terpercaya yang dilansir melalui jaringan Google, kita dapat menganalisis bahwa ajaran Islam memberikan ruang atas upaya penegakan keadilan & kebenaran. Terdapat beberapa ayat Al-Quran dan hadis yang menunjukkan pentingnya melawan perbuatan tidak adil dan berupaya mewujudkan nilai-nilai keadilan. Salah satu ayat yang mencerminkan prinsip ini adalah ayat keadilan dan kebenaran dalam Surah An-Nisa (4:135):
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri, atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu akan mereka berdua. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, supaya kamu tidak adil. Dan jika kamu menyimpang dari kebenaran atau menolaknya, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui akan apa yang kamu kerjakan.”
Hadis yang sejalan dengan prinsip ini juga dapat ditemukan dalam berbagai kitab hadis. Salah satu hadis yang menegaskan pentingnya berdiri untuk keadilan dan kebenaran adalah hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abdullah bin Mas’ud:
“Wahai sekalian manusia, jagalah harta, kelak harta akan jadi saksi, jagalah kehormatan, kelak kehormatan akan jadi saksi. Tak ada Arab dan non-Arab, tak ada kulit hitam dan kulit putih yang lebih mulia di sisi Allah kecuali dengan takwa.”
Kedua sumber ini menekankan bahwa keberagaman sosial dan keadilan merupakan bagian integral dari ajaran Islam, bahkan di bulan suci Ramadhan. Melawan perbuatan tidak adil dan mewujudkan keadilan adalah perintah Allah SWT dan ajaran Nabi Muhammad SAW, sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Kesimpulan
Mewaspadai upaya membungkam kritis terhadap pelaksanaan pemilu di bulan suci Ramadhan membutuhkan keseimbangan antara kebebasan beribadah dan kebebasan berpendapat. Kedua nilai ini, sejatinya, dapat beriringan dan saling menguatkan, melahirkan masyarakat yang berkeadilan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, tanpa harus mengorbankan esensi dari bulan suci Ramadhan itu sendiri.
Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa 12 Maret 2024, 05:18 Wib.
end..