https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

Selamat Jalan, Bennie Akbar Fatah (Eben sang Wisanggeni)

Okt 16, 2022 #Bennie Akbar Fatah

Salah satu tradisi kaum aktivjs pergerakan terhadap seseorang yang telah pergi meninggalkan dunia, adalah mengenang jasa baik saat berjuang melawan kedzaliman. Berikut, kenangan untuk Alm Bennie Akbar Fatah (BAFA/Eben) yang wafat pada hari Minggu, 16/10/2024, pukul 05.30 Wib. Jenazah akan dimakamkan di Pemakaman Tanah kusir, Jakarta Selatan. Almarhum adalah senior aktivis pergerakan angkatan 66.

By : Eko S Dananjaya SH

Selepas peristiwa 27 juli 1996. Kehidupan saya sedikit porak poranda. Tempat tinggal yang kami tempati di Gang Rasamala Tebet Jakarta Selatan, di geledah dan diobrak abrik aparat keamanan. Untung saja kami tidak pulang ke rumah, sehingga kami dapat terhindar dari penangkapan oleh aparat.

Tak satupun dokumen dan pakaian yang kami miliki di almari tersisa. Bahkan, paspor sebagai ujung tombak terakhir kaum pergerakan yang menjadi barang paling berharga. Jika sewaktu- waktu harus kabur ke luar negri ikut lenyap diangkut oleh aparat yang sedang memburu kami.

Di tempat kontrakan gang Rasamala, dihuni oleh orang2 yang dianggap berbahaya oleh negara. Bahkan di cap sebagai “musuh2 rejim Orde Baru “. Raswan selaku sekjen SBSI, Mehbob Lawyer SBSI, Andi Gembul aktivis dan anggota PDI Megawati yang berseberangan dengan pemerintahan Soehrto dan saya.

Penghuni rumah semua terhindar dari penangkapan, karena terlebih dahulu menyelamatkan diri masing2. Kami sudah tau bahwa, pasca kerusuhan 27 Juli semua aktivis dan penggerak mimbar bebas di depan kantor PDI akan ditangkapi. Insting kami rupanya lebih tajam dari pertimbangan pikiran.

Hampir tiga bulan, saya menjadi gelandangan di jabotabek. Pindah satu tempat ke tempat lain. Saya sempat di tampung oleh Natal Sitinjak di Jln Makaliwe. Saya ditemani seorang kawan bernama Syahronie Mursyid , seorang pengurus PDI Mega cabang Grogol Jakarta Barat.

Beberapa minggu di jln Makaliwe Grogol, kemudian pindah ke rumah pendeta Lumi STA pemilik Kampus Diakonia Moderen di Ujung aspal Bekasi.
Tak terhitung pindah dari satu kost teman satu ke kost teman lain, yang intinya tidak keberatan tempatnya buat tampungan buron politik geger 27 Juli 96.

Setelah saya mendengar dari berita televisi dan radio, bahwa telah terjadi penangkapan teman2 PRD oleh aparat keamanan seperti, Budiman Sudjatmiko, Peter Hari, Wilson dll. Kurang lebih satu bulan kemudian saya baru dapat berhubungan dengan kawan yang selamat dari incaran aparat.

Mehbob Kler adalah seorang sahabat saya yang bekerja sebagai lawyer di kantor buruh SBSI Muchtar Pakpahan. Terus menerus memberikan info kepada saya melalui pager.

Setelah dirasa aman, saya bertemu dengan Mehbob. Tak selang berapa lama saya diajak bertemu seseorang yang kalo bicara berapi- api melawan pemerintah Orde Baru.

Orang ini pernah di penjara oleh Orde Baru dua kali. Pertama di tangkap dan dipenjara satu sel bersama Yap Thiam Hien dan Buyung Nasution di Nirbaya. Sebuah penjara militer yang terletak di gang buntu samping Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Yang kedua, peristiwa Malari 74, bang Eben diangkut lagi masuk penjara karena dianggap ikut terlibat gerakan Malari.

Banyak pengalaman saat di sel bersama bang Buyung ujar bang Eben sapaan akrabnya. Bang Eben juga belajar Yoga pada bang Buyung. Hampir setiap hari di sel lakukan Yoga, supaya tidak jenuh pikiran dan melatih semua sendi dan pernapasan, sehingga orang tidak mengalami stress di dalam penjara.

Kali pertama bertemu dengan bang Eben thn 1996, saya lebih gampang akrab karena saya sebut satu persatu aktivis 66 yang sering saya kunjungi. Bang Akbar Tanjung, Fahmi Idris, Japto Soerjoemarno ketua Pemuda Pancasila , keluarga Amir Biqi Tanjung priuk dll.

Bahkan aktivis aktivis angkatan 66 yang bermarkas di bekas kantor radio ARH ( Arief Rachman Hakim) TIM cikini hampir semua saya kenal. Keakraban itu kemudian terjalin semakin dekat dan rutin berdiskusi. Bang Eben juga cerita kedekatan dengan Prof Soemitro Djoyohadikusumo ayah Prabowo, Prof Sarbini, dengan kelompok2 sosialis rupanya juga dekat.

Saya sempat tidur di kantornya bang Eben beberapa bulan di Mampang Jakarta Selatan. Bersama bang Rasyid Emili, dr Andi Saari, Bang Toto, bang Harlan yang semuanya sudah mendahului menghadap sang illahi.

Kenangan itu sangat membekas pada saya. Mereka adalah pendiri Orde Baru bersama-sama Soeharto, tapi di tengah jalan orang2 ini berbeda arah tujuan. Yang akhirnya harus berjuang kembali untuk ikut mengakhiri sang angkara murka Orde Baru.

Selepas Reformasi, bang Bennie Akbar Fatah ikut bersama2 membangun sistem demokrasi. Di era reformasi dengan KPU pasca kekuasaan otoriterisme Orde Baru, bang Eben bersama Rudini memberi catatan penting soal tonggak awal Pemilihan umum yang selama itu tidak pernah diradakan oleh rakyat, justru Pemilu di monopoli terus menerus oleh kekuasaan.

Hari ini saya mendengar bang Eben telah dipanggil oleh yang Maha Kuasa.
Beberapa minggu lalu melalui Media sosial, saya masih sempat menyimak dan melihat bang Eben masih tetap berapi- api di mimbar seminar menyoal Reformasi di tubuh Polri dan perlunya pertanggung jawaban Satgasus Polri. Meskipun Satgasus telah dibubarkan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo.

Namun, tidak cukup Satgasus di bubarkan, tetapi permintaan tanggung jawab pada Satgasus ketika beroperasi dan banyak merugikan masyarakat , itu yang harus di tuntut dan dikejar terus.

Saya masih teringat saat kami masih susah di era Orde Baru. Enam buah cincin miliknya bang Eben diberikan pada saya untuk dijual dan ditukar nasi padang untuk makan bersama teman2 aktivis. Itulah bang Eben, selain royal, lifestyle- nya selalu terjaga. Trendi dan selalu muda.

Bang Eben adalah aktivis 66 yang penuh fenomena yang mengajarkan pada saya untuk mengikuti jejak Wisanggeni yang berani melawan arus meski seorang diri.

Selamat jalan senior. Tersenyumlah disana seperti saat kita bersuka ria. Tuhan yang Maha Esa Allah SWT menyambut dengan gembira!!!