https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

Selamatkan Demokrasi dan Peran Istri Pemimpin Dalam Dinasti Politik

#IndemoSelamatkanDemokrasi

Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosmed, Mantan Kepala Aksi & Advokasi PIJAR Semarang.

Asal mula politik dinasti berasal dari kebiasaan pewarisan kekuasaan dalam satu keluarga. Dalam sejarah berbagai kekaisaran di seluruh dunia terjadi pada Kekaisaran Romawi pada abad ke-1 SM, ketika dinasti Julio-Claudian, dimulai oleh Kaisar Augustus, yang muncul dijamannya dengan prinsip pewarisan kekuasaan turun-temurun.

Dinasti politik juga hadir di Asia, Timur Tengah, dan Eropa selama periode feodalisme. Salah satunya seperti Dinasti Tang di Tiongkok dan Dinasti Umayyah di dunia Islam. Kemudian pada abad pertengahan periode feodalisme di Eropa juga terdapat Dinasti Capet di Prancis dan Dinasti Plantagenet di Inggris.

Perkembangan Dinasti pun terjadi pada Keluarga Saud di Arab Saudi dan dinasti-dinasti politik di negara-negara demokratis menunjukkan bahwa konsep dinasti politik kekuasaan terus berkelanjutan hingga saat ini.

Kenyataannya bahwa kesamaan dalam sejarah politik dinasti terjadi akibat berbagai sebab, misalnya terkait oleh faktor stabilitas, pengaruh, dan keinginan untuk mempertahankan kekuasaan yang menjadi dasar dorongan utama terjadinya politik dinasti.

Peran Istri Pemimpin Mendorong Dinasti Politik

Dari berbagai sumber informasi terpercaya, serta kajian dan diskusi dalam forum Indonesia Democracy Monitor “Indemo”, bahwa dalam dinasti politik modern, kekuasaan sering kali terjadi melalui keterlibatan aktif, pengaruh publik, dan keinginan warisan politik istri presiden. Contoh konkretnya adalah peran Hillary Clinton dalam kebijakan kesehatan AS, Michelle Obama yang memanfaatkan popularitas untuk kampanye sosial, serta Ivanka Trump yang terlibat dalam administrasi dan politik keluarga Trump. Pemilihan umum dan dukungan publik, seperti pada Cristina Fernández de Kirchner di Argentina, serta peran istri presiden dalam menjaga stabilitas, seperti dilakukan oleh Mehriban Aliyeva di Azerbaijan.

Dari berbagai fakta tersebut membentuk kombinasi faktor penyebab yang sangat dimungkinkan bahwa praktek tersebut meluas dan berlanjut membentuk kekuasaan dalam satu keluarga.

Meskipun hal tersebut kadang membawa dampak positif, namun perlu diperhatikan risiko terkait keberlanjutan demokrasi, akuntabilitas, dan representasi yang adil.

Akan tetapi dalam perkembangan manusia dan demokrasi yang semakin modern bahwa dalam sistem politik di negara demokrasi seperti di negara kita Indonesia, peran istri pemimpin yang membentuk dinasti politik dapat berdampak negatif dan berpotensi merugikan reputasi presiden dan keluarganya.

Jatuhnya Dinasti Kekuasaan Marcos

Masa kekuasaan Ferdinand Marcos dari tahun 1965 hingga 1986 di Filipina. Marcos terpilih sebagai presiden, kemudian mendeklarasikan darurat militer pada tahun 1972, memperpanjang pemerintahannya. Selama pemerintahannya, terjadi penindasan terhadap oposisi, pelanggaran hak asasi manusia, dan korupsi massal. Puncaknya terjadi pada Revolusi Edsa pada 1986, yang mengakibatkan pengusiran Marcos dan berakhirnya masa kekuasaannya.

Imelda Marcos, istri Ferdinand Marcos, terlibat secara aktif dalam politik dan memegang berbagai jabatan, termasuk sebagai Menteri Urusan Publik dan Kesejahteraan Kota.

Imelda Marcos memanfaatkan posisinya untuk membangun citra positif bagi keluarga Marcos, namun juga dituduh melakukan korupsi massal. Salah satu contohnya adalah ditemukannya kekayaan pribadi keluarga yang sangat besar, termasuk koleksi sepatu dan barang-barang mewah.

Selama kepemimpinan Ferdinand Marcos, keluarga Marcos berhasil membentuk dinasti politik dengan beberapa anggota keluarga yang menduduki posisi penting dalam pemerintahan.

Keterlibatan keluarga Marcos dalam dinasti politik dan skandal korupsi menyebabkan penentangan publik yang massif. Protes dan unjuk rasa melawan rezim Marcos semakin meningkat.

Pada tahun 1986, akibat tekanan dari unjuk rasa besar-besaran dan dukungan internasional, terutama setelah pemilihan presiden yang kontroversial, Ferdinand Marcos dan keluarganya terpaksa melarikan diri dari Filipina dan hidup dalam pengasingan di Hawaii.

Kejatuhan Marcos membuka jalan bagi pemulihan demokrasi di Filipina, dan akhirnya, Corazon Aquino menjadi presiden baru setelah Revolusi Edsa yang terkenal.

Kasus ini menunjukkan bahwa peran istri dalam membentuk politik dinasti, terutama jika disertai oleh penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi, dapat memicu penentangan publik yang signifikan dan akhirnya mengakibatkan kejatuhan presiden serta perubahan dalam sistem pemerintahan.

Kalibata, Jakarta Selatan, 21 November 2023, 07:18 Wib