https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

Sengketa Lahan di Surabaya, Putri Laksamana TNI AL, Tak Mendapat Keadilan Hukum

Feb 21, 2024

Pikiranmerdeka.com – Nyonya Tri Kumala Dewi putri Laksamana Madya Soebroto Judono (alm) sejak tahun 1992 tidak pernah tidur “nyenyak” di rumah warisan orang tuanya yang terletak di Jalan Dr. Soetomo Nomor 55 Surabaya yang diperoleh berdasarkan pembelian dari TNI AL pada tahun 1972. Mereka menempati rumah tersebut sejak tahun 1963 berdasarkan Surat Ijin Menempati rumah dari TNI AL.


Setelah menempati rumah selama kurang lebih 30 tahun, tiba-tiba pada tahun 1992 Ny. Tri Kumala Dewi digugat oleh Dokter Tedjasukmana yang mengaku memiliki Sertifikat HGB Nomor 651/Kelurahan Dokter Soetomo Surabaya. Gugatan Dokter Tedjasukmana kandas sampai Tingkat PK. Adapun pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung yang menolak gugatan Dokter Tedjasukmana adalah karena Sertifikat HGB tersebut telah habis masa berlaku sejak tanggal 24 September 1980, sehingga berdasarkan ketentuan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan dalam rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat menegaskan bahwa yang berhak atas tanah Konversi Hak Barat adalah mereka yang secara nyata menguasai fisik tanah tersebut dalam hal ini Ny. Tri Kumala Dewi dan keluarganya.

Belum sempat “bernafas lega” menikmati kemenangan menghadapi gugatan Dokter Tejasukmana Ny. Tri kumala Dewi Kembali digugat oleh Rudianto Santoso yang mengaku membeli tanah bekas HGB tersebut dari Tina Hinderawati Tjoanda (Isteri Dokter Tedjasukmana) Lagi-lagi gugatan tersebut ditolak sampai Tingkat PK.

Keterangan Foto: Rumah Keluarga Nyonya Tri Kumala Dewi putri Laksamana Madya Soebroto Judono (alm)

Untuk mencegah terjadinya hal yang serupa Ny. Tri Kumala Dewi melaporkan Rudianto Santoso dan Tina Hinderawati Tjoanda ke Penyidik Polda Jatim. Berdasarkan bukti permulaan yang cukup Penyidik tersebut telah menetapkan Rudianto Santoso dan Tina Hinderawati Tjoanda sebagai Tersangka atas dugaan memasukkan keterangan palsu ke dalam Akta Otentik dalam hal ini Akta Ikatan Jual Beli Rumah dan Bangunan di atas Tanah Negara Nomor 15 tanggal 17 Desember 2007 yang dibuat oleh Notaris Stephanus R. Agus Purwanto Notaris di Surabaya.

Setelah menang menghadapi dua gugatan tersebut Ny. Tri Kumala Dewi mengajukan permohonan Sertifikat kepada Kantor pertanahan Surabaya 1. Proses permohonan hak atas tanah tersebut pada awalnya berjalan lancar dan Ny. Tri Kumala Dewi telah melunaskan biaya Perolehan Hak Atas Tanah sebesar Rp. 373. 560.000,- ( Tiga Ratus Tujuh Puluh Tiga Juta Lima Ratus Enam Puluh Ribu Rupiah) sebagaimana yang diperintahkan oleh Kepala kantor Pertanahan pada saat itu dijabat oleh Muslim Fauzi. Menurut informasi yang diperoleh Ny. Tri Kumala Dewi dari Staf Kantor BPN, Sertifikat sudah dicetak dan siap untuk ditandatangani. Namun lagi-lagi keberuntungan belum memihak Ny. Tri Kumala, karena Kepala BPN Surabaya 1 meninggal dunia terinfeksi virus Corona. Pejabat BPN yang baru Kartono Agustiyanto tidak bersedia menandatangani Sertifikat dengan alasan ada gugatan dari Handoko Wibisono yang mengaku membeli tanah dari Rudianto Santoso (Pihak yang kalah dalam perkara sebelumnya) berdasarkan Akta Ikatan Jual Beli Nomor 13 tanggal 11 Nopember yang dibuat oleh dan dihadapan Ninik Sutjianti, Notaris di Surabaya.


Ny. Tri kumala Dewi sangat percaya dri menghadapi gugatan tersebut. Menurutnya, kendatipun tidak pernah belajar hukum, bagaimana mungkin Handoko Wibisono selaku Penggugat yang membeli tanah dan rumah dari orang yang tidak memiliki alas hak apapun akan dimenangkan oleh Pengadilan? “ Iblis dan Syaitanpun kalau menjadi hakim dalam perkara tersebut tidak akan mengalahkan dirinya melawan Handoko Wibisono”, begitu ujar seorang perwira tinggi TNI yang berpengalaman menangani perkara tanah di Pengadilan ketika Ny. Tri Kumala Dewi mengajak diskusi tentang perkara yang dihadapinya tersebut.


Bagai petir di siang bolong hal itulah yang dirasakan Ny. Tri Kumala Dewi ketika mendengar putusan PN Surabaya yang mengabulkan gugatan Handoko Wibisono. Majelis Hakim menyatakan Handoko Wibisono sebagai pembeli yang beritikad baik dan menghukum Ny. Tri Kumala Dewi untuk membayar ganti rugi kepada Handoko Wibisono sebesar 5.4 Milyar.

Logika hukum apa yang digunakan oleh Majelis Hakim PN Surabaya yang menyatakan Handoko Wibisono sebagai pembeli yang beritikad baik? Bukankah NY. Tri Kumala Dewi juga telah membuktikan di Pengadilan bahwa Rudianto Santoso selaku penjual telah dinyatakan kalah dalam perkara sebelumnya dan telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh Polda Jatim dengan status DPO ? Apakah ada orang yang berakal sehat mau membeli rumah dengan harga milyaran yang objeknya tidak dikuasai oleh Penjual dan tidak ada nama penjual dalam Surat tanah tersebut ? Atas dasar apa Ny. Tri Kumala Dewi dihukum untuk membayar ganti rugi sebesar itu ? Hal inilah yang membuat Ny. Tri Kumala Dewi “TRAUMA” berurusan dengan pengadilan. Menurutnya tidak perlu berpendidikan tinggi di bidang hukum orang yang punya akal sehatpun akan menyatakan bahwa putusan hakim sangat jauh dari kebenaran dan keadilan.

Upaya hukum Banding dan Kasasi yang diajukan oleh Ny. Tri Kumala Dewi tidak membuahkan harapan. Pengadilan Tingkat Banding dan Kasasi menguatkan putusan tingkat pertama tanpa pertimbangan terhadap bukti dan argumentasi hukum yang diajukan oleh Ny. Tri Kumala Dewi tersebut. Di luar kelaziman putusan tingkat banding dijatuhkan tidak lebih satu bulan sejak berkas dikirim ke Pengadilan Tinggi Surabaya. Putusan ini merupakan putusan dengan rekor tercepat menurut salah seorang Advokat Surabaya yang sudah beracara di Pengadilan lebih dari dua puluh tahun lamanya.

Kantor Pertanahan Surabaya 1 patut diduga ikut “bermain” membela yang diduga Mafia Tanah tersebut. Menghadapi 2 perkara sebelumnya selaku salah satu Tergugat kuasa hukum Kantor Pertanahan Surabaya 1 sangat jelas dan tegas menyatakan di depan sidang bahwa yang berhak atas tanah tersebut adalah Ny. Tri Kumala Dewi dengan mengemukakan argumentasi hukum sesuai dengan peraturan-perundang-undangan khususnya hukum pertanahan. Namun anehnya dalam perkara yang ketiga Kuasa Hukum Kantor pertanah Surabaya 1 tidak mengemukakan argumentasi hukum apapun seperti yang dilakukan dalam perkara sebelumnya. Hal inilah yang menimbulkan dugaan kuat adanya “konspirasi” antara yang diduga mafia tanah dengan Kepala Kantor Pertanahan Surabaya 1 dalam hal ini Kartono Agustiyanto.

Menurut DR. Selamat Lumban Gaol, S.H., M.Kn “ pertimbangan majelis hakim dalam perkara tersebut bukan hanya melanggar peraturan perundang-undangan khususnya hukum pertanahan, akan tetapi juga telah meruntuhkan logika hukum, bagaimana mungkin pihak yang telah dimenangkan dua kali pada Tingkat Peninjauan Kembali dinyatakan kalah melawan pihak yang membeli tanah dari pihak yang telah kalah dalam perkara sebelumnya dengan objek yang sama ”. Lebih jauh menurut Doktor Ilmu Hukum dari Unsurya Jakarta yang sering dijadikan ahli hukum perdata dalam sengketa kepemilikan tanah di pengadilan menyatakan dengan tegas “ Majelis hakim tidak sepatutnya mengenyampingkan dua putusan PK yang telah memenangkan Ny. Tri Kumala Dewi yang telah memberikan pertimbangan hukum yang tepat”.

Pendapat tersebut senada dengan pendapat Ahli hukum perdata dari UNAS Jakarta DR. Zulkarnain Sitompul S.H., LLM “kalau benar fakta hukumnya seperti itu, menurut saya putusan tersebut telah meruntuhkan tonggak keadilan, ini harus mendapat perhatian khusus dari Ketua MA untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga peradilan.”.

Menurut Ny. Tri Kumala Dewi menghadapi putusan Mahkamah Agung tersebut ia segera akan menunjuk Tim Hukum untuk mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali terhadap putusan tersebut. Putri Laksamana ini berharap Majelis Hakim PK harus meneliti secara cermat setiap bukti surat yang sudah diajukan terkait dengan kepemilikan tanah sengketa. Upaya hukum PK bukan semata-mata untuk mempertahankan haknya atas tanah warisan orang tuanya, namun lebih jauh dari itu Upaya PK ini merupakan momentum bagi Mahkamah Agung untuk memberantas mafia tanah dan mafia peradilan yang merupakan musuh kita Bersama. “ Kalau dengan putri Laksamana aja mereka berani apalagi dengan rakyat jelata”. Kepala Staf Angkatan Laut sepatutnya membela kepentingan hukum Ny. Tri Kumala Dewi karena warisan tersebut diperoleh berdasarkan hasil pembelian dari TNI AL. Demikian menurut DR. Zulkarnain Sitompul mengakhiri perbincangan.

(Agt – Sumber dari Pihak Korban)