PikiranMerdeka.com – Kasus Irjen FS, terus mengundang berbagai kritik dan pertanyaan, baik dari kalangan masyarakat hingga kalangan elit.
Kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dengan tersangka mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo telah membuat sejumlah institusi dan perorangan tampak seperti “dibodoh-bodohi”.
Tito Karnavian sosok dibalik melejitnya karier Ferdy Sambo
Cara MAFIA, mantan Ka.BAIS: jika prosedur penyelidikan awal salah, kita berharap apa?
Seakan semua seragam mengamini rekayasa cerita pelecehan seksual yang mula-mula didengungkan sebagai motif kasus ini.
Terkait itu koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB, Adhie M. Massardi mengalami fenomena yang disebut “sama bodohnya”. Di mana para aktivis sedang berpikir tentang bagaimana pembenahan Polri yang baik.
Dikatakan “sama bodohnya” lantaran fokus pembenahan itu lebih bertumpu tentang harus diletakkan di mana posisi Polri saat ini.
“Efek sama bodohnya tidak cuma melanda petinggi Komnas HAM, Kompolnas, Polri, PPATK, dan lain-lain. Teman-teman saya juga kena. Mereka sibuk mencari tempat buat Polri, apakah di kejaksaan, Kemendagri, TNI, dan lain-lain,” ungkap Adhie melalui pesan WhatsApp kepada redaksi PikiranMerdeka.com, Selasa malam (23/8/2022).
Sejarah bersih-bersih Polri, Soeharto tetap gunakan orang Soekarno
CCTV kejadian utuh saat eksekusi Brigadir J telah ditemukan
Menurutnya jawaban untuk pembenahan itu mudah. Juru bicara Presiden keempat RI Gus Dur sampaikan bahwa Polri menjadi seperti saat ini erat hubungannya dengan siapa yang menjadi atasan Polri.
“Jadi jawabannya gampang, tinggal ganti figur atasan Polri,” jelasNi Adhie Masardi.
“Urusan pembenahan Polri bukan terletak pada posisinya ‘di bawah siapa?’ Tapi untuk beberapa periode ke depan harus dicarikan figur atasan yang baik,” tegasnya lagi.
Atasan Polri yang dimaksud adalah presiden yang memimpin negeri ini. Masyarakat harus mulai sadar tentang bagaimana karakter presiden RI ke depan. Presiden adalah sosok yang membawahi langsung institusi seperti TNI dan Polri, serta sejumlah lembaga negara lainnya.
“Jadi jangan lagi ada presiden yang hanya paham soal program yang sekadar lip services,” sambung Adhie.
Ia pun mengingatkan bahwa setiap institusi bisa pernah ada tokoh yang berhasil membuat citra menjadi baik. Seperti Hoegeng di Polri, Baharuddin Lopa di Kejaksaan Agung, dan M. Jusuf di TNI.
“Figur pimpinan institusi memang penting, tapi di atas segalanya figur presiden baik dibutuhkan,” tutupnya.
(Agt/PM – AM)