Sikap Politik.
Pikiranmerdeka.com – Polri adalah anak kandung Reformasi. Reformasi telah membebaskan Polri dari pengaruh kemiliteran TNI melalui UU No. 2 Tahun 2002.
Reformasi mengamanatkan Polri sebagai insitusi penegak hukum sipil/supremasi sipil yang mengedepankan humanitarian dan hak asasi manusia, tapi saat ini justru telah mengkhianati amanah reformasi itu sendiri.
Dalam kurun waktu 24 tahun telah merubah peran dan wajah Polri menjadi arogan, sombong, sewenang-wenang, hedon, kebal hukum, dan bahkan lebih militer daripada TNI sendiri. Reformasi bukan menjadikan Polri menjadi profesional, justru telah memundurkan kultur, moralitas dan bahkan pondasi sistemnya.
Kasus terbunuhnya Brigadir Joshua harus menjadi pelajaran penting bagi institusi Polri untuk melakukan perubahan fundamental. Dorongan ini datang dari berbagai pihak, Menkopolhukam dan bahkan Presiden pun senafas untuk melakukan reformasi terhadap institusi Polri.
Kritik publik yang sangat masif hanya disikapi dengan ucapan lip service. Praktik kekerasan, kesewenang-wenangan dan main hakim sendiri, arogansi, tindakan berlebihan hingga tak manusiawi masih kerap dilakukan oleh Kepolisian.
Polri seakan terjerembab dalam comfort zone sistem kotor ini dengan mengangkangi nilai-nilai reformasi dan tak ada keinginan untuk berubah.
Hal ini jelas kontraproduktif dengan fungsi Kepolisian yakni untuk pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat.
Perubahan fundamental tentu harus dimaknai dengan melakukan kinerja penegakan hukum yang tegak lurus, pembenahan kultural dan struktural bukan justru fokus pada membangun citra.
Fakta dilapangan, sudah lebih dari tiga bulan kasus terbunuhnya Brigadir Joshua belum menemukan jalan terang, seakan tidak ada harapan apalagi keadilan.
Lambannya penegakan hukum-pun mencerminkan ada kegamangan, bahkan upaya perlindungan terhadap aktor-aktor di Kepolisian yang powerfull agar tidak tersentuh hukum. Kondisi ini telah meneguhkan kembali pada publik bahwa Polri secara institusi sedang melakukan bunuh diri massal.
Disaat Polri sedang membangun public trust, disisi lain tak mampu terbendung arus gelombang besar kasus-kasus yang selama ini tertutup rapat dan melibatkan oknum Polri terbuka silih berganti tak ada habisnya.
Dari tindak pidana korupsi, oknum Polri menjadi beking dengan membiarkan dan melindungi kegiatan judi onlie, pinjol, tambang ilegal, perdagangan solar/migas, perdagangan manusia, narkoba hingga ke persoalan runtuhnya etika moralitas anggota terus mewarnai pemberitaan media.
Tidak ada yang berani membantah atas temuan IPW tentang bukti aliran dana konsosium 303 Judi Online ke sejumlah Polri dan sejumlah pejabat negara. Laporan ini pun diperkuat dengan Laporan PPATK yang melansir Laporan transaksi sekitar 155 Triliun rupiah aliran dana 303 masuk ke oknum Polri.
Laporan Investigasi Migran Care yang menyebutkan ada Dugaan Konsorsium 303 Ferdi Sambo terlibat jaringan Perdagangan Manusia.
Dugaan Konsorsium 303 dengan perdagangan Narkoba, dugaan aliran Dana Konsorsium 303 ke Tambang, dugaan aliran dana konsorsium 303 mengalir pada kegiatan olahraga khususnya Sepak bola dan bahkan dugaan Dana Konsorsium 303 mengalir kepada oknum selebriti (TPPU/money loundry).
Jadi Kita bisa membaca bahwa aliran Dana Konsorsium 303 telah masuk ke berbagai sektor dan tentu sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tak ada satupun aparat hukum Polri yang menyangkal atas fakta diatas. Sudah hampir 3 bulan isu ini beredar di publik, Presiden Joko Widodo sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas Polri dan memiliki tanggungjawab penuh pun belum merespon apapun, seolah terdiam dan membisu. Hal ini tidak sepadan dengan yang disampaikan Presiden sebanyak 4 kali untuk membuka kasus terbunuhnya brigadir Joshua secara transparan.
Jika Presiden Jokowi memiliki komitmen terhadap Reformasi dalam mendorong mewujudkan pemerintahan bersih, harusnya segera melakukan proses hukum dan membongkar skandal Konsorsium 303 agar tidak menjadi beban Pemerintahannya.
Publik ingin ada kepastian hukum dan penegakan hukum yang Tegas, dan Presiden Jokowi sebagai kepala Negara pun memiliki tanggungjawab dan harus menggunakan kewenangannya dengan segera melakukan penindakan secara hukum terhadap anggota Polri yang terlibat dalam skandal Konsorsium 303.
Jangan sampai publik menganggap bahwa Pemerintahan saat ini juga dibangun dari Dana Konsorsium 303.
(Agt/PM – Sumber: GG, Foto: ilustrasi)
Seri III, Jakarta, 27.09.2022
Hormat Kami,
Gigih Guntoro M,Si, CPPS
Direktur Eksekutif Indonesian Club