Jakarta, Pikiranmerdeka.com
Adapun dalam Dialogue EmpowerHer menghadirkan Keynote Speech dan narasumber : Eko Novi, (Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender bidang Sosial Budaya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Ida Nuryatin (Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia), Nala Amirah (Founder Green Welfare Indonesia), Dwi Faiz (Country Representative OiC UN Women Indonesia), Zagy Berian (Founder SRE Indonesia), Ary Okta (Direktur Program Sekolah Citra Alam), Khoiria Oktaviani (Koordinator Komunikasi dan Layanan Informasi Publik Kementerian ESDM), Nifa Rahma (Chairpersons, Green Welfare Indonesia), Yasmina Hasni (Edukator, Founder Peri Bumi and Rootslearning Centre), Amalia Widyasanti (Deputi Bidang Ekonomi dan Kementerian Bappenas), Andhyta F. Utami (Founder & CEO Think Policy), Samira Shihab (Principal, Head of Value Creation AC Ventures).
Zagy Berian selaku Founder SRE Indonesia, saat ditemui awak Media Online mengatakan ; “Kalau dari kami memang berharapnya anak-anak yang masih muda ini geraknya cepat dimana kalau bikin sesuatu mereka memang inginnya lebih ke arah output base atau misalkan hasilnya kurang lebih. Maka dari itu dengan adanya kegiatan-kegiatan seperti ini bisa menjadi pemantik buat anak-anak muda untuk bisa banyak berkolaborasi karena kalau misalkan kita lihat tanpa adanya kegiatan ini kolaborasi dengan Pemerintah itu susah sekali dan berdiskusi dengan komunitas lain juga susah sekali. Karena dari itu kami menginginkan hal-hal ini untuk bisa networking termasuk kita busa banyak kolaborasi dengan berbagai macam komunitas. Karena untuk punya program itu harus melalui lintas komunitas dan tidak bisa sendiri apalagi kalau komunitasnya masih baru. Sedangkan kalau dari komunitas kami sendiri itu udah berjalan 5 tahun dan kami portfolio-nya udah cukup maupun kepercayaan dari institusi juga udah cukup.
Saya berharap Pemerintah bisa bergerak bersama untuk punya program bermanfaat buat masyarakat dan bisa diduplikasikan ke berbagai macam daerah di Indonesia karena komutas kita sendirj sudah ada di 17 ribu pulau, kalau misalkan 17 ribu pulau ini tidak ada anak-anak mudanya, berat sekali untuk bisa mengakses daerah-daerah yang terpencil sekalipun.
Biasanya kami itu membina dulu komunitas-komunitas yang masih baru tadi hingga juga masuk ke jejaring kami. Dari situ kami coba ajarkan bagaimana melihat suatu permasalahan, bagaimana meng-convert atau merubah dari permasalahan itu menjadi sebuah program yang nyata, dari situ kita bergerak bersama cari kolaborator dari pemerintah dan perusahaan termasuk juga dari lembaga-lembaga internasional lainnya untuk bisa mendorong kegiatan bersama.
Kalau kendala saat ini, teman-teman yang masih muda itu banyak sekali yang masih duduk di bangku sekolah dan waktunya terbatas. Jadi kita yang sudah punya kegiatan-kegiatan yang full time harus bisa memanage anak-anak yang memang waktunya itu terbatas, misalnya dia punya waktu satu minggu, kita akan carikan proyek yang punya tenggat waktunya satu minggu, satu bulan, enam bulan dan itu bisa kita coba efisiensikan dari segi waktu.
SRE (Society of Renewable Energy), istilahnya society untuk energi terbarukan lebih banyak fokus untuk memberikan akses energi ke daerah-daerah termasuk kita juga memang membantu CSR-CSR perusahaan. Karena kita sebagai implementornya, kita juga yang mendesain programnya, lalu kita juga mengajak Pemerintah kira-kira daerah mana yang menjadi fokus pemerintah saat ini termasuk kita coba bantu bersama-sama dengan perusahaan.
Kalau kami sudah memasang PLTS itu di 100 lokasi dimana satu lokasi itu rata-rata komunitasnya bisa di 3 komunitas dan saat ini sudah lebih dari 300 komunitas yang kita coba bina. Namun itu juga pembinaannya bersama-sama dengan perusahaan karena program CSR nya didapat dari perusahaan-perusahaan tersebut. Sedangkan perusahaan pun membutuhkan pendamping seperti kami untuk bisa berkolaborasi dengan mereka.
Jadi kuncinya, anak-anak muda itu sebagai jembatan dari semua institusi yang ada di sektor energi dan lingkungan ini. Mereka sangat berterimakasih ke teman-teman yang masih muda ini. Begitu juga, mereka juga ingin kita lebih lama bersama mereka. Itulah yang menjadi feedback yang sedang kita coba tanganin sehingga kita coba kawinkan dengan program Kemendikbud yang yaitu Merdeka Belajar. Sedangkan dari program Merdeka Belajar ini, teman-teman yang join di komunitas kami selama 6 bulan itu bisa datang ke lokasi dan dikonversi menjadi 20 SKS. Kalau kreativitas anak muda itu menurut saya, jangan selalu mikir yang besar untuk melangkah di awal, karena kalau udah mikir terlalu besar, biasanya hanya ada di level desain saja,” tutupnya.
(Martin)