Jokowi dan Skandal Ijazah Berjamaah

Okt 13, 2025

Disampaikan Oleh Yusuf Blegur

Usai lengser dari jabatan presiden, isu ijazah palsu atau asli sudah tidak relevan lagi terkait legalitas dan legitimasi Jokowi sebagai pejabat publik. Namun, jika terbukti palsu, dalam konteks etika, moral dan hukum, Jokowi dan konspirasi yang terlibat di dalamnya layak dimintai pertanggunganjawabnya

Soal ijazah Jokowi itu merupakan trigger dari apa yang dianggap menjadi awal mula penyalahgunaan kekuasaan selama kepemimpinannya berlangsung mulai dari jabatan walikota, gubernur hingga presiden.

Ijazah Jokowi itu menjadi semacam kotak pandora dari polemik legalitas dan legitamasi kekuasaannya selama lebih dari 2 dekade yang menyimpan juga pro kontra asli atau palsu tanda kelulusan jenjang pendidikannya itu.

Menariknya, pembuktian terhadap gugatan ijazah palsu Jokowi semakin menguat saat Jokowi tidak lagi memangku jabatan presiden utamanya.
Dalam konteks legalitas dan legitimasi Jokowi sebagai pejabat publik sudah tidak relevan lagi, karena Jokowi tidak sedang memangku jabatan publik.

Namun, jika isu ijazah Jokowi palsu terbukti, maka pertanggunganjawabnya bisa dilakukan dengan langkah hukum. Soal ijazah palsu seorang presiden tidak bisa dianggap sepele, ini aib nasional dan internasional. Sebuah kejahatan yang bukan sekedar kebohongan publik, melainkan penistaaan terhadap nilai-nilai seperti kepemimpinan, keilmuan dan teknologi serta hal-hal universal peradaban manusia pada umumnya.

Menjadi tidak sesederhana itu dalam mengambil langkah hukum terkait ijazah pasu Jokowi, karena proses penggunaan ijazah Jokowi sebagai persyaratan mengikuti kontestasi pemilihan jabatan publik tersebut melibatkan peran serta banyak pihak baik secara personal maupun institusi pemerintahan.

Ijazah Jokowi lolos verifikasi dan validasi hingga memenuhi persyaratan pencalonan pejabat publik, merupakan desain dan strategi yang konspiratif bahkan bisa dibilang manipulatif. Ada keterlibatan UGM, partai politik, DPR, KPU pusat dan daerah, serta MK yang sering menangani perkara perselisihan atau sengketa pemilu yang melibatkan Jokowi sebagai capres.

Dalam hal ini, termasuk intelejen negara bukannya tidak berfungsi karena lemah, akan tetapi badan intelelejen dan aparaturnya juga telah menjadi bagian dari orkestrasi grand desain kekuasaan baik dari oligarki partai poltik mau pun oligarki korporasi serta kepentingan asing, yang menyiapkan Jokowi menjadi pemimpin mulai dari walikota, gubernur hingga presiden. Kalau ijazah Jokowi tidak asli, maka kejahatan kebohongan publik tersebut kemungkinan besar dilakukan berjamaah. Bukan hanya oleh Jokowi, tapi konspiratif dan manipulatitlf yang melibatkan banyak pihak.

Sekarang persoalannya, bisakah Jokowi diadili dengan menggunakan pendekatan hukum dan politis atas semua distorsi kekuasaan pada umumnya maupun soal ijazah palsu khususnya. Semua yang terlibat langsung dan tidak langsung juga layak mempertanggunganjawabnya di mata hukum.

Jawabannya sederhana, harus ada “good will” dan “political will” dari presiden sekarang jika memang pemerintahannya berorientasi pada negara kesejahteraan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip kepemimpinan yang bersih, transparan dan penegakan hukum tanpa pandang bulu serta upaya mengutamakan kejujuran, kebenaran dan keadilan dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Bekasi Kota Patriot.
20 Rabi’ul Akhir 1447 H/12 Oktober 2025.