Ket Foto: Bang Eggi bersama Bang Hariman dalam acara pembukaan Sekolah Kaderisasi Untuk Aktivis Demokrasi (SKUAD – INDEMO) (Ist)
Seperti biasa, selepas diskusi rutin Indonesia Democracy Monitor (InDemo) yang telah berjalan sejak 25 tahun lalu, para aktivis lintas generasi berkumpul dalam suasana santai. Obrolan mengalir, membahas keadaan negeri, mengenang perjalanan gerakan, dan sesekali bercanda tentang kisah lama yang tak lekang oleh waktu.
Namun, ada satu momen yang tiba-tiba menyita perhatian kami pada Jumat malam, 7 Februari 2025. Pandangan tertuju pada dua tokoh senior: Bang Hariman dan Bang Eggi Sudjana. Keduanya berbincang dengan raut serius, sesekali menatap layar ponsel yang dipegang Bang Hariman. Ada apa gerangan?
Malam itu, rupanya mereka sedang membahas kemajuan teknologi, khususnya peran smartphone dalam kehidupan modern. Siapa sangka, di tengah diskusi serius, teknologi justru mempertemukan kami dengan kejutan yang tak disangka.
Tak lama berselang, sebuah pesan masuk di ponsel saya. Bang Eggi mengirimkan sesuatu—sebuah sajak. Namun yang mengejutkan, kali ini bukan sajak tentang Bang Hariman yang ditulis oleh para budayawan atau sastrawan, seperti yang sering saya temui. Justru sebaliknya, sajak itu adalah karya Bang Hariman sendiri.
Sebuah puisi, lahir di ujung perbincangan.
Puisi Untuk Eggi Sudjana
Eggi Sudjana, doktor yang bijak,
Pengolahan sumber daya, ilmunya tak terkalahkan.
Lulusan IPB, tahun 2004, prestasinya gemilang, Namun jalan hidupnya, tidak hanya di bidang akademis yang terjal.
Sebagai pejuang kemasyarakatan, dia berdiri teguh,
Membela hak-hak orang banyak, dengan semangat yang tak pernah surut.
Sebagai pengacara, dia memperjuangkan keadilan,
Membela yang lemah, dan melawan yang zalim.
Eggi Sudjana, sosok yang inspiratif,
Pengabdiannya kepada masyarakat, tidak pernah berhenti.
Semoga perjuangannya, selalu mendapatkan ridha,
Dan namanya, selalu dikenang sebagai pejuang yang tangguh.
Puisi tersebut di buat oleh Bang Hariman Siregar, hari Jumat tgl 7 Februari 2025 di Markas INDEMO, Jalan Lautzhe, Jakarta Pusat.
(Agt/PS)