Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, memberikan catatan kritis terhadap satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Pandangan ini disampaikan lewat kanal YouTube Kedaipena Official dalam program bertajuk “Satu Tahun Prabowo-Gibran” pada Senin malam (20/10/2025).
Jumhur menilai terdapat kesenjangan antara gagasan Presiden dan pelaksanaan kebijakan di lapangan, atau yang ia sebut sebagai “execution gap”.
“Saya melihatnya ada yang namanya execution gap, antara yang dipikirkan oleh presiden dengan apa yang dieksekusi di bawah boleh jadi dia punya jarak. Jadi tidak serta merta gagasan baik dari seorang presiden itu bisa dieksekusi dengan baik di bawahnya, apalagi bawahannya bukan aparatur ideologi. Itu bisa kacau, dan menurut saya, itu berbahaya,” tegas Jumhur.
Menurutnya, gagasan besar pemerintah tidak akan memberi dampak jika tidak didukung aparatur yang memahami visi Presiden dan bergerak sejalan dalam pelaksanaannya. Ia menekankan, sinkronisasi antar pengambil kebijakan dan pelaksana teknis menjadi kunci agar pemerintahan berjalan efektif.
Selain kritik, Jumhur juga memberikan dukungan terhadap salah satu program unggulan Presiden Prabowo, yakni Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia menyebut program tersebut memiliki niat baik dan berpotensi memberi manfaat ekonomi serta sosial, asalkan dijalankan dengan benar.
“Saya berharap gagasan-gagasan, misalnya Makan Bergizi Gratis (MBG), kan bagus. Sudahlah dibikin cara supaya berjalan baik. Nantinya uang itu beredar dan dapat menumbuhkan daya beli masyarakat,” ujar Jumhur.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa program MBG bukan hanya soal memberi makanan bergizi kepada pelajar dan kelompok rentan, tetapi juga memiliki efek ekonomi. Jika anggaran program ini dipakai untuk membeli bahan pangan dari petani, nelayan, dan UMKM lokal, maka uang akan berputar di dalam negeri dan meningkatkan daya beli masyarakat kecil.
Namun, Jumhur kembali mengingatkan bahwa tanpa eksekusi yang tepat mulai dari perencanaan, pengawasan anggaran, hingga distribusi ke daerah program sebesar ini bisa tidak efektif atau bahkan rawan penyimpangan.
Program Makan Bergizi Gratis merupakan langkah ambisius yang mencerminkan keinginan pemerintah untuk memperkuat fondasi sumber daya manusia Indonesia. Namun, keberhasilan program ini tidak hanya bertumpu pada besarnya anggaran dan jumlah penerima manfaat, melainkan pada sejauh mana pelaksanaan di lapangan berjalan efisien, transparan, dan tepat sasaran.
Jika eksekusi dapat diperbaiki dan pengawasan diperkuat, MBG berpotensi menjadi program sosial-ekonomi yang berdampak luas. Sebaliknya, tanpa perencanaan matang dan pengelolaan yang akuntabel, program ini bisa menjadi beban besar tanpa hasil yang sepadan.
(Agt/PM)