https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

Energi Berkeadilan Adalah Subsidi yang Tepat Sasaran

Agu 4, 2024 #Agusto Sulistio

Oleh: Agusto Sulistio – Pendiri The Activist Cyber, Pegiat Sosmed

Subsidi energi di Indonesia meningkat tajam dari tahun ke tahun, dengan total akumulasi mencapai Rp 795 triliun dalam lima tahun terakhir (2019-2024). Kenaikan ini terutama disebabkan oleh harga energi global yang berfluktuasi dan kebutuhan untuk melindungi daya beli masyarakat. Subsidi ini mencakup berbagai komponen seperti BBM, LPG, dan listrik.

  • Subsidi LPG 3 kg untuk tahun 2024 mencapai Rp 87,5 triliun dengan volume 8,3 juta metrik ton.
  • Subsidi untuk Jenis BBM Tertentu (JBT) seperti minyak solar adalah Rp 25,8 triliun.
  • Subsidi listrik pada tahun 2024 sebesar Rp 75,8 triliun diberikan kepada pelanggan golongan subsidi.

&Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 dan Kompensasi BBM*

Peraturan Presiden ini mengatur penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM. Namun, BBM Khusus Penugasan (JBKP), seperti Pertalite, tidak mendapatkan subsidi langsung tetapi memperoleh kompensasi dari pemerintah untuk menjaga harga jual yang tetap terjangkau.

  • Kompensasi untuk Pertalite dan solar mencapai Rp 163 triliun pada tahun 2024, menunjukkan komitmen pemerintah untuk mempertahankan harga terjangkau.

Ketidakadilan dalam Pendistribusian Subsidi

Subsidi lebih banyak dinikmati oleh golongan menengah ke atas, dengan kendaraan roda empat mendapatkan PSO yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sepeda motor. Ini menunjukkan bahwa subsidi tidak sepenuhnya mencapai sasaran utama, yaitu masyarakat miskin.

  • Pemilik mobil dengan kapasitas mesin 2000 CC menerima subsidi yang 4,3 hingga 5 kali lebih besar dibandingkan pemilik sepeda motor.

Masalah LPG dan Ketergantungan Impor

Sejak pengenalan LPG pada 2014, ketergantungan pada impor meningkat karena Indonesia tidak memiliki cukup gas dengan komponen yang dibutuhkan. Hal ini menyebabkan ketergantungan pada fluktuasi harga dan nilai tukar.

  • Volume impor LPG pada tahun 2023 mencapai 6,95 juta ton, naik sekitar 200% sejak kebijakan konversi LPG.

Subsidi Listrik

Subsidi listrik diberikan kepada pelanggan rumah tangga miskin dan rentan, sementara kompensasi diterima oleh golongan non-subsidi. Ini menunjukkan bahwa meskipun subsidi ditujukan untuk membantu, bagian dari kompensasi juga dinikmati oleh golongan yang lebih mampu.

  • PLN memberikan tarif subsidi kepada sekitar 40 juta pelanggan rumah tangga miskin dan rentan, sementara lebih dari 49 juta pelanggan non-subsidi menerima kompensasi.

Kebijakan Harga Batubara

Harga batubara untuk PLN ditetapkan lebih rendah dari harga pasar global untuk menekan biaya produksi listrik dan menjaga harga yang terjangkau bagi konsumen.

Jangka Pendek:

  • Melanjutkan subsidi tetap untuk solar dan minyak tanah.
  • Menyempurnakan skema subsidi BBM agar lebih tepat sasaran.
  • Mengubah skema subsidi LPG 3 kg menjadi berbasis penerima manfaat.

Jangka Panjang:

  • Mengubah model subsidi dari komoditas ke subsidi langsung kepada orang.
  • Memperbanyak jaringan gas alam untuk mengurangi ketergantungan pada LPG impor.
  • Menerapkan mekanisme pasar yang lebih kompetitif dalam distribusi BBM dan LPG.
  • Menyamakan harga komoditas BBM dan LPG, serta membuka kesempatan yang sama bagi semua pemain industri.

Ancaman Perubahan Iklim dan Harapan Kebijakan Energi

Perubahan iklim menjadi ancaman besar yang dapat mengubah kebijakan energi dan harapan di masa depan. Kenaikan suhu global, cuaca ekstrem, dan ketidakstabilan lingkungan dapat memengaruhi ketersediaan sumber daya energi dan biaya produksi. Ketergantungan pada bahan bakar fosil dan energi impor juga dapat memperburuk dampak perubahan iklim, seperti kerusakan ekosistem dan fluktuasi harga.

  • Dampak pada Subsidi Energi: Perubahan iklim dapat meningkatkan biaya energi, mempengaruhi subsidi dan kompensasi yang diberikan. Kenaikan suhu dan perubahan pola cuaca dapat mempengaruhi produksi energi, khususnya dari sumber energi yang tergantung pada kondisi cuaca.
  • Harapan Kebijakan: Pemerintah diharapkan untuk mengintegrasikan strategi mitigasi perubahan iklim dalam kebijakan energi mereka. Ini mencakup transisi ke energi terbarukan, efisiensi energi yang lebih baik, dan pengurangan ketergantungan pada energi fosil. Kebijakan yang berkelanjutan dan adaptif diperlukan untuk mengatasi tantangan ini.

Dengan kebijakan yang tegas dan berkelanjutan, serta memperhatikan dampak perubahan iklim, pemerintah dapat memastikan subsidi energi yang lebih adil dan efektif, mendukung transisi menuju sistem energi yang lebih berkelanjutan. Harapan ini tetap menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintahan yang akan datang, termasuk pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang mulai bertugas pada 20 Oktober 2024.