Hamas Setuju Proposal Gencatan Senjata, Netanyahu Terus Hajar Warga Sipil Gaza

Jul 5, 2025

Foto: Seorang Ibu di Gaza meratapi anaknya yang tewas akibat serangan bom militer Israel. Reuters

Konflik berkepanjangan antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza tampaknya mulai menemukan titik terang. Pada Jumat, 14 Juni 2025, Hamas mengumumkan bahwa mereka telah memberikan tanggapan terhadap proposal gencatan senjata yang diinisiasi oleh Amerika Serikat dengan “semangat positif”. Proposal tersebut mencakup pembebasan sandera serta pembicaraan lanjutan untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir 21 bulan.

Presiden AS Donald Trump sebelumnya menyatakan bahwa Israel telah menyetujui syarat gencatan senjata selama 60 hari dan menantikan respon dari Hamas serta para mediator. Dalam pernyataannya di situs resmi, Hamas menyebutkan bahwa konsultasi internal dan koordinasi dengan berbagai faksi Palestina telah dilakukan. Mereka juga siap segera memulai negosiasi untuk membahas implementasi teknis kesepakatan tersebut.

Meski begitu, terdapat sejumlah kekhawatiran dari pihak Hamas dan sekutunya. Beberapa di antaranya menyangkut distribusi bantuan kemanusiaan, kontrol perbatasan Rafah menuju Mesir, serta jadwal penarikan pasukan Israel. Seorang pejabat keamanan Mesir mengatakan bahwa pihaknya melihat “tanda-tanda positif” menuju kesepakatan, meski beberapa tuntutan Hamas masih memerlukan diskusi lebih lanjut.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang dijadwalkan bertemu Trump di Washington belum memberikan komentar resmi. Israel, menurut media lokal, sedang mengkaji tanggapan Hamas atas proposal ini. Namun, Netanyahu tetap menegaskan sikap keras bahwa Hamas harus dilucuti senjatanya sebuah posisi yang hingga kini ditolak oleh kelompok tersebut.

Di tengah harapan akan perdamaian, situasi di lapangan tetap memanas. Dalam 24 jam terakhir hingga Jumat pagi 4 Juli 2025, serangan udara Israel dikabarkan menewaskan sedikitnya 138 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Gaza. Salah satu serangan terjadi di kamp tenda pengungsi di Khan Younis, Gaza selatan, yang menewaskan 15 orang termasuk anak-anak dan warga sipil yang tengah tidur.

Mayar Al Farr, seorang anak perempuan berusia 13 tahun, menangis saat mengenang kakaknya, Mahmoud, yang tewas tertembak saat hendak mencari sekarung tepung untuk keluarga mereka. Kesaksian seperti ini menggambarkan dampak kemanusiaan yang dalam dari perang yang seharusnya bisa dihentikan lebih awal.

Di Tel Aviv, keluarga dan kerabat para sandera yang masih ditahan di Gaza menggelar aksi simbolik di depan Kedutaan Besar AS bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Amerika Serikat. Mereka menyerukan kepada Trump untuk segera mewujudkan kesepakatan pembebasan. Puluhan kursi kosong dan spanduk berisi kutipan dari media sosial Trump menandai urgensi dari tuntutan mereka.

Seorang pejabat yang mengetahui isi proposal mengungkap bahwa selama periode 60 hari gencatan senjata, akan ada pemulangan 10 sandera hidup serta jenazah 18 orang lainnya yang diyakini tewas setelah disandera.

Tokoh-tokoh seperti Ruby Chen, ayah dari Itay Chen tentara muda Israel berkewarganegaraan ganda Amerika-Jerman yang diculik saat serangan 7 Oktober 2023 meminta agar Netanyahu kembali dari Washington dengan kesepakatan yang mengakhiri penderitaan para keluarga sandera.

Serangan 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang di pihak Israel menjadi titik awal dari konflik bersenjata ini. Sebagai balasannya, Israel melancarkan operasi militer besar-besaran yang telah merenggut lebih dari 57.000 nyawa warga Palestina, mayoritas di antaranya adalah warga sipil, menurut catatan otoritas kesehatan setempat. Lebih dari dua juta penduduk Gaza kini mengungsi dan menghadapi kelaparan akut.

Meskipun perbedaan sikap masih terlihat, adanya tanggapan positif dari Hamas dan pernyataan diplomatik dari Mesir dan Amerika Serikat memberikan secercah harapan akan kemungkinan berakhirnya konflik. Dunia kini menanti, apakah diplomasi dapat mengambil alih senjata, dan apakah langkah konkret menuju perdamaian akhirnya bisa diwujudkan.

Sumber: Reuters – Alexander Cornwell dkk.
Editor: Agusto Sulistio