Presiden Melampaui Batas, Desakan Kongres AS atas Serangan Trump ke Iran

Jun 22, 2025

Ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat kembali memuncak setelah Presiden Donald Trump memerintahkan serangan ke fasilitas nuklir Iran pada Sabtu lalu. Langkah ini langsung memicu kontroversi di dalam negeri, terutama dari sejumlah anggota parlemen dari Partai Demokrat dan Republik yang menilai aksi Trump berisiko menyeret AS lebih dalam ke konflik Timur Tengah.

Seruan paling keras datang dari Senator Demokrat Tim Kaine dan anggota DPR Thomas Massie (Republik) serta Ro Khanna (Demokrat). Mereka mendesak Kongres untuk segera membatasi wewenang presiden dalam penggunaan kekuatan militer, kecuali mendapat otorisasi resmi dari parlemen.

“Ini bukan soal kepentingan keamanan mendesak. Ini perang pilihan yang diambil sepihak oleh presiden,” kata Kaine dalam acara Face the Nation di CBS.

Kekhawatiran mereka berakar dari absennya debat atau persetujuan Kongres sebelum serangan diluncurkan. Bahkan, sebagian besar anggota legislatif belum menerima pengarahan resmi. Ketua DPR Mike Johnson dan Pemimpin Mayoritas Senat John Thune disebut sudah mendapat notifikasi, namun anggota Kongres lainnya baru akan diberi informasi pada hari Selasa.

Massie menyampaikan kekecewaannya, menyebut para pemilih Trump dari kalangan populis termasuk dirinya sudah lelah dengan “perang abadi” seperti yang terjadi di Irak dan Afghanistan pasca 9/11. Ia menegaskan, rakyat memilih Trump untuk memperkuat dalam negeri, bukan memulai konflik baru di luar negeri.

Perspektif Intelijen dan Kekhawatiran Baru

Laporan intelijen AS menyatakan bahwa Iran bisa membuat senjata nuklir hanya dalam hitungan minggu atau bulan jika memang memutuskan. Namun, belum ada bukti bahwa keputusan itu telah diambil. Iran sendiri bersikeras bahwa program nuklir mereka semata untuk energi dan riset medis.

Ironisnya, program ini justru bermula pada 1950-an dengan dukungan AS. Namun kini, pengayaan uranium Iran sudah mencapai 60% hampir menyentuh level senjata nuklir dan akses bagi inspektur internasional terus dibatasi.

Trump vs Partainya Sendiri

Langkah Trump tak hanya memecah oposisi, tapi juga mengoyak partainya sendiri. Sebagian loyalis mendukung serangan tersebut, namun tokoh-tokoh seperti Marjorie Taylor Greene memilih bersikap kritis. Ia menegaskan bahwa tetap mendukung Trump, tetapi menolak keterlibatan AS dalam konflik yang disebutnya “perang panas yang dipicu Israel”.

Sebaliknya, sekutu Trump seperti Senator Lindsey Graham justru membela penuh. Ia berpendapat, Trump bertindak sesuai Konstitusi dan mendesak parlemen menggunakan kekuatan anggaran jika memang tak setuju dengan keputusan perang.

Ketua DPR Mike Johnson pun memuji langkah Trump yang dianggap “mengambil keputusan tepat” untuk menghentikan ancaman Iran, seraya menyatakan bahwa waktu tidak memungkinkan menunggu persetujuan Kongres.

Masalah Lama yang Belum Usai

Perdebatan ini membuka kembali diskusi lama tentang keseimbangan kekuasaan dalam kebijakan luar negeri AS. Meski Konstitusi memberikan hak eksklusif kepada Kongres untuk menyatakan perang, praktik selama beberapa dekade menunjukkan bahwa presiden kerap bertindak sepihak dengan dalih darurat keamanan nasional.

Sementara Partai Republik mayoritas mendukung serangan ini, Demokrat memperingatkan agar tidak gegabah menyimpulkan bahwa misi berhasil. Mereka menduga Iran telah memindahkan material sensitif ke lokasi yang tidak terjangkau serangan.

“Sudah terlalu sering kita mengklaim kemenangan hanya sehari setelah perang dimulai, tapi akhirnya rakyat Amerika yang menanggung akibatnya selama puluhan tahun,” ujar Khanna kepada CBS, 22/6/2025.

Sumber: CBS
Editor: Agusto Sulistio