https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

Prof. Pratikno, Prof. Brian Yuliarto Harus Mundur, Etika Kepemimpinannya Gagal dalam Polemik Ijazah Jokowi

Apr 22, 2025 #Agusto Sulistio

Polemik dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo terus menciptakan kegaduhan nasional yang merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara. Persoalan yang semestinya dapat dijelaskan secara transparan dan final, malah berubah menjadi drama berkepanjangan yang menurunkan martabat akademik dan mempermainkan nalar publik. Pusat dari polemik ini, tak lain adalah Universitas Gadjah Mada (UGM) tempat Jokowi diklaim menyelesaikan pendidikan sarjananya. Di sinilah nama Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc. tidak bisa dikesampingkan.

Sebagai orang yang menyerahkan langsung berkas pencalonan Jokowi ke KPU pada Pilpres 2014, termasuk ijazah, Pratikno tentu memiliki kapasitas untuk memberi klarifikasi yang menyudahi spekulasi. Namun kenyataannya, hingga kini ia justru tidak menunjukkan itikad baik untuk menjawab secara terbuka (diam: memberikan kesaksian yang sejujurnya). Bahkan ketika menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di bawah pemerintahan Prabowo Subianto, ia tetap memilih diam. Ini adalah bentuk nyata kegagalan kepemimpinan moral dalam posisi strategis sebagai Menko Pembangunan manusia dan Kebudayaan yang seharusnya mencerminkan budaya luhur dan kejujuran.

Keanehan tidak berhenti di situ. Jawaban dari pihak-pihak terkait seperti Presiden Jokowi yang memperbolehkan ijazah dilihat selama 30 menit tapi tidak boleh difoto, serta kuasa hukum yang menyatakan akan menunjukkan ijazah jika diminta pengadilan tapi nyatanya tidak melakukannya saat sidang, justru semakin memperdalam kecurigaan. Sementara pihak penggugat seperti Prof. Eggi Sudjana dan tim TPUA telah secara hukum meminta bukti fisik ijazah asli, permintaan ini tetap tidak dipenuhi.

Situasi ini kian rumit ketika Prof. Brian Yuliarto, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang juga seorang guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB) dan mantan aktivis juga tidak menunjukkan kapasitas untuk menyelesaikan persoalan ini. Sebagai Mendiktisaintek, ia seharusnya memiliki otoritas dan tanggung jawab moral untuk memerintahkan rektor UGM agar membuka data dan menjelaskan polemik ini secara transparan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, ia membiarkan akrobat intelektual ini terus berlangsung, seolah negeri ini sedang mempertontonkan drama “lucu-lucuan” yang mengikis nalar sehat publik.

Sikap pasif Brian Yuliarto mencoreng kepercayaan terhadap kementerian yang dipimpinnya dan merusak citra Presiden Prabowo Subianto yang selama ini ingin membawa semangat perubahan dan penegakan nilai-nilai kebenaran. Maka secara etis dan logis, ia pun sudah tidak layak mengemban jabatan sebagai Mendiktisaintek. Jabatan sudah seharusnya diberikan kepada sosok yang memiliki keberanian moral dan kompetensi untuk menjunjung tinggi kejujuran akademik dan menjaga marwah pendidikan tinggi di Indonesia.

Sebagaimana dikemukakan filsuf Jerman Jurgen Habermas, demokrasi hanya bisa berjalan dalam ruang publik yang komunikatif dan sehat di mana transparansi dan kejujuran menjadi fondasi utama. Ketika pejabat publik justru abai atau memilih bungkam dalam isu yang merusak rasionalitas publik, maka mereka telah gagal menjalankan fungsi moralnya.

Pratikno dan Brian Yuliarto telah gagal menunjukkan keteladanan moral dan kepemimpinan intelektual. Kediaman mereka tidak menyelesaikan polemik, justru menciptakan ketidakpercayaan yang berlarut-larut. Pemerintahan Prabowo Subianto yang menjanjikan arah baru yang lebih tegas dan terbuka tidak boleh memelihara figur-figur yang gagal menjalankan mandat etika publik. Sudah saatnya mereka mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab moral dan penghormatan terhadap akal sehat rakyat.

Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosmed, Aktif di Indonesia Democracy Monitor (InDemo).

Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa 22 April 2025, 15:09 Wib.