Jenewa, 2 Juli 2025 – Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk wilayah Palestina, Francesca Albanese, merilis laporan mengejutkan yang menyebutkan keterlibatan sejumlah perusahaan global dalam dugaan genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza.
Laporan tersebut dipresentasikan pada konferensi pers resmi di Jenewa, Swiss, dan menjadi dokumen awal dari investigasi terhadap ribuan entitas bisnis yang dinilai terlibat langsung atau tidak langsung dalam operasi militer dan pendudukan Israel.
AS Siaga Tinggi, Efek Serang Iran Picu Ancaman Dalam Negeri
Prabowo Resmikan Proyek Raksasa Baterai Listrik Rp97 Triliun
Menelisik Jokowi Ketika “Melindungi” Gibran Dari Ancaman Pemakzulkan?
Albanese menekankan bahwa konflik panjang di Palestina telah menjadi “ladang uji coba ideal” bagi industri senjata dan teknologi raksasa dunia. Minimnya pengawasan serta nihilnya akuntabilitas disebut memberi ruang bebas bagi korporasi global untuk mendapat keuntungan besar dari penderitaan rakyat Palestina.
Keterlibatan Korporasi Internasional
Pengadaan jet tempur F-35 oleh Israel melibatkan lebih dari 1.600 perusahaan di delapan negara, dengan Lockheed Martin sebagai pimpinan proyek. Perusahaan seperti Leonardo S.p.A (Italia), FANUC (Jepang), hingga Palantir (AS) disebut berkontribusi dalam program militer Israel. Palantir diketahui menyediakan sistem kecerdasan buatan yang digunakan untuk menyusun daftar target serangan di Gaza.
Perusahaan teknologi seperti Microsoft, Google (Alphabet), Amazon, dan IBM juga disebut mendukung infrastruktur digital Israel, termasuk dalam pengumpulan dan pemrosesan data biometrik warga Palestina. IBM bahkan disebut terlibat dalam pelatihan militer dan pengelolaan data populasi melalui sistem Otoritas Kependudukan Israel.
Menavigasi Lautan Konflik Iran–Israel dan Jalur Pelayaran Barang Kebutuhan
100 Sekolah Rakyat Siap Dibuka 14 Juli, Berikut Syarat dan Fasilitasnya
Memanas, Ulama Iran Keluarkan Fatwa Terbaru: Pemimpin Ini Musuh Tuhan
Mesin Berat hingga Properti Permukiman Ilegal
Perusahaan seperti Caterpillar, Volvo Group (Swedia), HD Hyundai (Korea Selatan), dan Rada Electronic Industries dilaporkan menyediakan alat berat dan teknologi yang digunakan dalam penghancuran rumah serta pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat.
Booking.com dan Airbnb juga disorot karena mencantumkan properti dan kamar di wilayah pendudukan, yang menurut laporan tersebut memperkuat kehadiran ilegal Israel di tanah Palestina.
Di sektor energi dan pangan, Glencore (Swiss), Drummond Company (AS), dan Bright Dairy & Food (China) dituding mengambil keuntungan dari sumber daya yang diperoleh dari wilayah pendudukan, baik berupa batu bara, lahan pertanian, maupun pasokan air.
Peran Investor dan Lembaga Keuangan
Laporan juga mengungkap bahwa sejumlah perusahaan investasi multinasional seperti BlackRock dan Vanguard menjadi pemilik saham besar di perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam program militer dan teknologi Israel. Selain itu, bank besar dunia seperti BNP Paribas (Prancis) dan Barclays (Inggris) dilaporkan mendukung pendanaan militer Israel melalui pembelian obligasi pemerintah.
Bursa saham Tel Aviv bahkan mengalami lonjakan nilai sebesar 179% sejak dimulainya perang di Gaza pada Oktober 2023, menambah nilai pasar sebesar lebih dari 157 miliar dolar AS. Hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara eskalasi konflik dan keuntungan bisnis.
Wilayah Ini Waspada! Gempa Megathrust Hitungan Menit Picu Tsunami 20 Meter
CCTV kejadian utuh saat eksekusi Brigadir J telah ditemukan
Adian Napitupulu Bongkar Dugaan Pungli Triliunan Rupiah di Ojek Online
Tanggung Jawab Internasional
Francesca Albanese menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan ini tidak sekadar “terlibat”, tetapi telah menjadi bagian dari struktur ekonomi yang menopang praktik genosida. Ia menyebut fenomena ini sebagai “kapitalisme rasial kolonial” yang menguntungkan pihak-pihak tertentu dari pendudukan ilegal.
Laporan ini menjadi peringatan keras bagi komunitas internasional, terutama negara dan investor yang mendanai atau membiarkan praktik tersebut terjadi. Sesuai mandat HAM internasional, negara memiliki kewajiban untuk mencegah dan menghukum pelanggaran oleh entitas swasta dalam konflik bersenjata.
Laporan lengkap ini diharapkan menjadi landasan awal bagi langkah hukum, diplomatik, dan ekonomi global dalam menghentikan keterlibatan bisnis dalam konflik yang merenggut ribuan nyawa sipil tak berdosa di Gaza.
Sumber: Reuters
Editor: Agusto Sulistio