Foto: Harvey Moeis – Helena Liem.
Mahkamah Agung (MA) resmi menolak permohonan kasasi yang diajukan terpidana kasus korupsi tata kelola niaga wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk periode 2015–2022, Harvey Moeis. Dengan putusan ini, MA memperkuat vonis yang dijatuhkan pada tingkat banding, pidana penjara selama 20 tahun, denda Rp1 miliar, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp420 miliar.
Putusan tersebut tercantum dalam amar putusan nomor 5009 K/PID.SUS/2025 yang diakses melalui laman resmi Mahkamah Agung pada Rabu, 2 Juli 2025. Majelis hakim dalam perkara ini terdiri dari Dwiarso Budi Santiarto sebagai Ketua Majelis, serta Arizon Mega Jaya dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo sebagai anggota.
Pertemuan Prabowo Putin: Berikut Kerjasama yang Akan Dilakukan Indonesia Rusia
PBB Umumkan Daftar Perusahaan yang Terlibat Genosida Gaza
Polres Buleleng Selidiki Penyebar Video Pribadi Perempuan Bertato Kupu-Kupu
Kasus korupsi Harvey Moeis menjadi sorotan publik karena kerugian negara yang ditimbulkan sangat besar. Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), total kerugian mencapai Rp300 triliun. Selain itu, perhatian publik juga tertuju pada sosok istri Harvey, Sandra Dewi, yang dikenal sebagai selebriti dan pemengaruh di media sosial, serta rekan Harvey, Helena Lim, yang kerap disebut sebagai “crazy rich” asal Pantai Indah Kapuk (PIK).
Pada pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tipikor Jakarta sempat menjatuhkan hukuman yang dinilai ringan. Harvey hanya divonis 6,5 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar. Namun, hakim menetapkan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Dalam pertimbangannya, hakim menilai Harvey merupakan satu-satunya pelaku pencucian uang sebesar Rp420 miliar dari perusahaan smelter timah, sementara Helena Lim hanya memperoleh keuntungan sekitar Rp900 juta sebagai pemilik usaha penukaran uang.
Ini Sebab Produksi Padi Melimpah, Tapi Harga Beras Naik
Netanyahu Ancam Serang Iran Lebih Besar, “Saat Ini Belum Seberapa”
Menelisik Jokowi Ketika “Melindungi” Gibran Dari Ancaman Pemakzulkan?
Putusan ringan ini menuai polemik. Bahkan Presiden Prabowo Subianto kala itu menyatakan perhatian khusus dan memberi sinyal agar Kejaksaan Agung tidak berhenti mengupayakan langkah hukum lanjutan.
Kejaksaan akhirnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yang kemudian menjatuhkan vonis lebih berat: 20 tahun penjara, denda Rp1 miliar, dan uang pengganti Rp420 miliar. Selain itu, hakim menetapkan hukuman tambahan 10 tahun penjara apabila Harvey gagal membayar uang pengganti tersebut.
Tidak puas dengan hasil banding, Harvey mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dengan alasan putusan banding dianggap tidak adil. Namun, MA justru memperkuat putusan banding tersebut dan memastikan hukuman maksimal tetap dijalankan.
Putusan ini menjadi salah satu penegasan penting dalam penanganan kasus korupsi besar yang berdampak luas pada kerugian negara dan publik, sekaligus memberi pesan bahwa jalur hukum masih terbuka untuk memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan kerah putih.
Editor: Agusto Sulistio