https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

BPOM Imbau Pelaku Usaha Tingkatkan Kepatuhan Penerapan Cara Peredaran Pangan Olahan yang Baik

Mar 21, 2025

Pikiranmerdeka.com, Jakarta – Pada intensifikasi pengawasan (inwas) pangan jelang Ramadan dan Idulfitri 1446 Hijriah/2025 ini, hingga tahap 4 atau mulai 24 Februari hingga 19 Maret 2025, BPOM telah melakukan pemeriksaan pada total 1.190 sarana peredaran pangan olahan di seluruh wilayah Indonesia,” ungkap Kepala BPOM Taruna Ikrar pada konferensi pers di Kantor BPOM, Jumat (21/3/2025).

Kegiatan tersebut didominasi inwas yang dilakukan pada sarana ritel modern sebanyak hampir 50,3% atau 598 sarana kemudian diikuti 364 (30,6%) sarana ritel tradisional, 214 (18,6%) gudang distributor, 12 (1%) gudang importir, dan 2 (0,2%) gudang e-commerce.

Pengawasan ini dilakukan oleh 76 unit pelaksana teknis (UPT) BPOM yang tersebar di seluruh Indonesia bersama lintas sektor terkait, sebagai komitmen BPOM di tengah kebijakan efisiensi anggaran.

Strategi pengawasan berbasis risiko ini menyasar pengawasan pada sarana peredaran yang memiliki rekam jejak kurang baik, termasuk gudang marketplace sesuai tren belanja masyarakat yang banyak dilakukan melalui online.

Kegiatan pengawasan berfokus pada produk pangan olahan terkemas yang TMK, yaitu tanpa izin edar (TIE)/ilegal, kedaluwarsa, dan rusak.

“Dari hasil pengawasan bersama lintas sektor, kami menemukan 376 sarana yang menjual produk TMK berupa pangan olahan TIE, kedaluwarsa, dan rusak, dengan jumlah total temuan pangan TMK sebanyak 35.534 pieces. Nilai temuan di sarana peredaran offline ini diperkirakan lebih dari 500 juta rupiah,” jelas Kepala BPOM.

Jenis temuan terbesar merupakan pangan olahan TIE sebesar 55,7% (19.795 pieces), kedaluwarsa sebesar 40,2% (14.300 pieces), dan 4,1% pangan rusak (1.439 pieces). Pangan olahan TIE banyak ditemukan di wilayah kerja UPT BPOM di Jakarta, Batam, Tarakan, Balikpapan dan Pontianak.

Jenis pangan olahan TIE di ritel wilayah Jakarta mayoritas berasal dari negara Tiongkok/China seperti biskuit dan buah kering/manisan buah serta dari negara Arab Saudi seperti bumbu, kembang gula/permen, dan BTP.

Kepala BPOM mengungkapkan bahwa produk pangan olahan TIE lainnya ditemukan di wilayah perbatasan seperti Batam, Tarakan, Balikpapan, dan Pontianak. Produk paling banyak ditengarai berasal dari Malaysia berupa minuman serbuk, minuman berperisa, kembang gula/permen.

“Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat jalur ilegal pada wilayah ini dan dibutuhkan pengawasan lintas sektor yang lebih intensif,” ujarnya.

Kemudian temuan terbesar produk kedaluwarsa paling banyak ditemukan di wilayah kerja UPT BPOM di Manokwari sebanyak 16,13% dari 14.300 pcs temuan total kedaluwarsa, diikuti Kabupaten Bungo (Jambi) (14,25%), Kupang (12,83%), Bandung (6,64%), dan Palangkaraya (5,99%).

Jenis pangan yang banyak ditemukan antara lain mi instan, minuman serbuk berperisa, bumbu penyedap rasa, bahan tambahan pangan (BTP) dan susu ultra high temperatur (UHT).

Pangan olahan rusak banyak ditemukan di wilayah kerja UPT BPOM di Mataram, Kabupaten Bungo (Jambi), Mamuju, Surabaya, dan Merauke. Produk pangan rusak ini berupa berupa krimer kental manis, yogurt/minuman yogurt, olahan perikanan dalam kaleng, susu UHT dan susu kental manis.

Banyaknya produk TIE dan kedaluwarsa yang ditemukan menunjukkan bahwa pengawasan di sarana peredaran perlu diperketat lagi. Meskipun jumlah produk rusak lebih sedikit dibandingkan produk TIE dan kedaluwarsa, namun tetap diperlukan perhatian untuk menjaga kualitas dan keamanan pangan di peredaran.

Kepala BPOM Taruna Ikrar mengungkalkan bahwa banyaknya produk rusak dan kedaluwarsa yang ditemukan di wilayah Indonesia timur dapat terjadi karena panjangnya rantai distribusi pangan di wilayah tersebut.

Dia tambahkan, sistem penyimpanan dan pengecekan di gudang yang tidak memenuhi ketentuan juga dapat menyebabkan produk mudah rusak dan produk tertahan lama sehingga kedaluwarsa.

“Kepatuhan pelaku usaha terhadap regulasi dan pemenuhan cara peredaran pangan olahan yang baik harus lebih ditingkatkan ke depannya,” lanjut Taruna Ikrar.

BPOM telah menindaklanjuti hasil pengawasan tersebut dengan melakukan langkah-langkah penanganan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran.

Tindak lanjut ini termasuk melakukan pengamanan serta menginstruksikan retur/pengembalian produk kepada supplier dan pemusnahan terhadap produk yang TMK.

Selama pelaksanaan inwas ini, BPOM juga melaksanakan inwas melalui patroli siber/online. Sebanyak 4.374 tautan pada platform e-commerce terjaring menjual produk pangan TIE.

Total nilai ekonomi temuan pangan TIE hasil inwas melalui patroli siber ini sebesar Rp15,9 miliar dengan mayoritas produk berasal dari Malaysia, Jepang, Nigeria, Singapura, Australia, dan Belgia.

Hal ini sebagai salah satu dampak kemudahan transaksi online yang lebih cepat serta luasnya jangkauan e-commerce dan marketplace dalam memasarkan produk pangan termasuk yang TMK.

BPOM telah berkoordinasi dengan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) untuk melakukan penurunan konten (take down) terhadap tautan yang teridentifikasi menjual produk TIE.

Selain pengawasan pada pangan olahan di sarana peredaran offline dan online, inwas pangan juga dilakukan pada takjil/jajanan buka puasa melalui pengujian di tempat secara cepat (rapid test kit). Sampling dilakukan terhadap 2.313 pedagang di 462 lokasi sentra penjualan pangan takjil. Pengujian dilakukan terhadap kemungkinan kandungan bahan dilarang digunakan pada pangan, yaitu formalin, boraks, dan serta pewarna (rhodamin B dan kuning metanil).

Total pangan takjil yang diuji mencapai 4.958 sampel dengan hasil 4.862 sampel (98,06%) memenuhi syarat (MS) dan 96 sampel (1,94%) tidak memenuhi syarat (TMS). Sampel TMS diketahui mengandung bahan dilarang formalin (49 sampel), boraks (24 sampel), dan rhodamin B (23 sampel).

Hasil uji sampel pangan yang positif formalin yaitu pada mi kuning basah, teri nasi, rujak mi, cincau hitam, dan tahu sutera. Kemudian sampel positif boraks yaitu kerupuk tempe, mi kuning, kerupuk nasi, kerupuk rambak, dan telur lilit. Sedangkan sampel positif rhodamin B yaitu delima/Dalimo, kerupuk rujak mi, kerupuk merah, kerupuk mi merah, dan pacar cina pink.

“Meskipun kita sering turun dan melakukan pemeriksaan ke lapangan, ternyata pangan mengandung bahan yang dilarang masih juga ditemukan pada pengawasan kali ini. Kami telah menginstruksikan kepada penjaja takjil untuk tidak menjual produk yang mengandung bahan berbahaya lagi. Ganti suplier pangan lain, cari yang tidak menggunakan bahan berbahaya,” jelas Kepala BPOM.

Kontributor : Amhar