Aktivis senior, praktisi hukum, dan cendikiawan muslim, Prof. H. Eggi Sudjana, SH., MH. kembali menyampaikan pesan moral kuat dalam khutbah Jumat rutinnya, yang kali ini berlangsung di Masjid Nurul Jami, Jl. Melati, Rawamangun, Jakarta Timur, pada pukul 12.00 WIB. Di hadapan ratusan jamaah yang memadati masjid dua lantai tersebut, Eggi menekankan pentingnya keberanian umat Islam dalam menyuarakan kebenaran dan menolak kezaliman.
Dalam khutbahnya, Eggi menegaskan bahwa akar dari banyak masalah bangsa bukan hanya pada sistem, melainkan pada lemahnya keberanian umat dan ulama dalam menghadapi ketidakadilan dan praktik korupsi.
“Kita ini terlalu sering menyalahkan sistem. Padahal, yang lebih berbahaya adalah ketika umat Islam kehilangan keberanian untuk bicara lantang terhadap kezaliman,” tegas Eggi dari atas mimbar Masjid Nurul Jami.
Dakwah yang ia jalankan secara konsisten dari masjid ke masjid di berbagai kota di Indonesia merupakan bagian dari keseimbangan peranannya sebagai aktivis, advokat profesional dan cendekiawan Muslim.
Sebagai praktisi hukum, Eggi dikenal luas sebagai pembela masyarakat kecil dan kelompok yang tertindas. Ia kerap memberikan advokasi tanpa bayaran (pro bono), khususnya bagi mereka yang lemah secara ekonomi maupun politik. Begitu juga dalam kapasitasnya sebagai aktivis, ia bersama HMI yang pernah ia besarkan melakukan gerakan sosial politik menuntut terwujudnya pemerintahan yang demokratis, bersih dari KKN.
“Membela orang yang lemah adalah bagian dari jihad sosial. Ini bukan soal bayaran, tapi soal keberpihakan kepada yang tertindas,” ungkapnya dalam satu kesempatan terpisah.
Dalam perjalanan karier hukumnya, Eggi juga tercatat sebagai pencetus awal yang mengangkat isu dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menjadi kuasa hukum dari dua tokoh yang mempublikasikan isu ini ke ruang publik, yakni Gus Nur (Sugi Nur Raharja) dan Bambang Tri Mulyono.
Melalui posisi hukumnya sebagai advokad, Eggi secara terbuka menyuarakan desakan klarifikasi terhadap keaslian ijazah kepala negara, dan menyatakan bahwa ini adalah bagian dari upaya mencari kebenaran, bukan menyerang pribadi presiden Jokowi.
“Saya membela Gus Nur dan Bambang Tri bukan karena mereka menentang presiden, tapi karena mereka menyuarakan kebenaran yang layak diklarifikasi. Dalam negara hukum, setiap hal harus bisa diuji,” jelasnya.
Kini, setelah Gus Nur dibebaskan dari tuduhan menyebarkan ujaran kebencian, dan seiring langkah Eggi sebagai kuasa hukum yang tengah memasuki tahap cooling down, Eggi tetap konsisten menjalankan aktivitas intelektual dan keagamaannya sebagai cendekiawan Muslim. Perjuangannya tak berhenti, sebab masih banyak bidang yang perlu diberdayakan dalam menegakkan kebenaran.
Kegiatan dakwah Eggi di masjid-masjid tidak hanya berisi ajakan ibadah ritual, tetapi juga membangkitkan kesadaran moral, sosial, dan politik umat Islam. Dalam khutbahnya pada Jumat siang di Masjid Nurul Jami, ia menyinggung kisah kezaliman Firaun yang ditentang oleh Nabi Musa AS, serta bangkitnya rakyat Nepal melawan penindasan penguasa dengan tindakan radikal kepada pejabat negara, yang sebetulnya tidak perlu terjadi. “Semua karena kedzaliman sudah melebihi batas”, ungkapnya.
“Ketika kezaliman dibiarkan, rakyat bisa bangkit dengan kemarahan. Tapi umat Islam seharusnya tidak menunggu ledakan itu. Kita punya tanggung jawab moral untuk bicara sejak awal,” tegasnya.
Eggi kemudian mengingatkan jamaah agar menjadikan doa “Ihdinas shirathal Mustaqim” (Tunjukkanlah kami jalan yang lurus – QS. Al-Fatihah: 6) sebagai pedoman moral dalam kehidupan, termasuk dalam sikap sosial dan politik.
Apresiasi Kepada Presiden Prabowo
Di tengah khutbah, Eggi juga menyampaikan apresiasi kepada Presiden Prabowo Subianto, yang menurutnya telah menunjukkan komitmen dalam pemberantasan korupsi dan perlindungan terhadap rakyat.
“Alhamdulillah, kita kini dipimpin oleh Presiden Prabowo, yang menunjukkan keberanian dan kesungguhan dalam memberantas korupsi. Ini sejalan dengan nilai-nilai Islam yang melarang kezaliman dan memerintahkan keadilan,” katanya.
Ia mengutip ayat Al-Qur’an:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”
(QS. An-Nisa: 58)
Mengakhiri khutbahnya, Eggi mengingatkan agar umat Islam tidak hanya menjadi penonton dalam perubahan bangsa, tetapi turut menjadi subjek aktif dalam menegakkan kebenaran. Dakwah, menurutnya, adalah sarana membangun kekuatan moral yang akan menjaga keutuhan dan keadilan masyarakat.
“Jangan pernah cenderung kepada orang-orang yang zalim. Allah sudah peringatkan, itu bisa menyeret kita ke neraka,” pungkasnya, merujuk pada QS. Hud: 113.
Khutbah Jumat Prof. Eggi Sudjana pada Jumat, 3 September 2025, pukul 12.00 WIB di Masjid Nurul Jami, Jl. Melati, Rawamangun, Jakarta Timur, menjadi bagian dari kontinuitas perjuangannya sebagai cendekiawan Muslim, praktisi hukum, dan pejuang moral umat Islam.
(Agt/PM)