Harga Ayam Anjlok, Peternak Menjerit, Siapa yang Untung?

Jun 20, 2025

Harga ayam hidup terus merosot sejak usai Lebaran 2025, membuat peternak di berbagai daerah semakin tertekan. Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan), Sugeng Wahyudi, menyebut penurunan ini sebagai yang paling ekstrem dalam beberapa tahun terakhir.

“Naik-turunnya harga ayam itu biasa. Tapi kali ini turunnya terlalu dalam, dan terlalu lama. Sudah empat bulan sejak Maret,” ujarnya (19/6/2025).

Harga ayam hidup di kandang kini berada di kisaran Rp11.000–Rp15.000 per kilogram. Padahal, biaya produksi ayam (HPP) saja sekitar Rp18.000 per kilogram. Artinya, peternak menjual rugi. Jika satu ekor ayam menghasilkan kerugian Rp5.400, maka peternak dengan 10.000 ekor bisa merugi hingga Rp54 juta sekali panen.

Menelisik Jokowi Ketika “Melindungi” Gibran Dari Ancaman Pemakzulkan?

Wilayah Ini Waspada! Gempa Megathrust Hitungan Menit Picu Tsunami 20 Meter

Sikapi Konflik Iran-Israel, BG: Pemerintah Koordinasikan Pemulangan WNI

Pemerintah Revisi HPP, Tapi Belum Cukup

Menanggapi kondisi ini, Kementerian Pertanian menetapkan HPP baru sebesar Rp18.000/kg, naik dari sebelumnya Rp17.500/kg. Kebijakan ini mulai berlaku per 19 Juni 2025. Langkah ini disambut baik, namun dianggap belum cukup.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU), Ahmad Dawami, menilai harga ideal seharusnya di kisaran Rp19.000–Rp20.000/kg.

“Harga ini memang naik, tapi implementasinya butuh waktu. Akan ada penolakan dari pasar karena perubahan yang mendadak,” kata Dawami.

Harga Ideal Masih Jauh dari Target Regulasi

Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda, HPP sebesar Rp18.000 merupakan rata-rata dari data PT Charoen Pokphand Indonesia dan peternak mandiri. Namun, harga acuan pembelian (HAP) yang ditetapkan Badan Pangan Nasional justru sebesar Rp25.000/kg—artinya, masih ada selisih Rp7.000 dari nilai ideal.

Distribusi Panjang, Tengkulak Paling Diuntungkan

Kementan menyoroti rantai distribusi ayam hidup yang terlalu panjang dan sarat perantara. Dari peternak ke rumah potong hingga ke konsumen, keuntungan para tengkulak bisa mencapai 67%.

“Ada broker, pengepul, distributor pertama dan kedua, baru ke rumah potong dan pengecer. Setiap tangan menambahkan margin,” jelas Agung.

Pemerintah menargetkan margin tersebut bisa ditekan hingga maksimal 10%, agar peternak mendapat keuntungan lebih dan harga di konsumen tetap terjangkau.

Dampak Tarif Impor Resiprokal Trump Terhadap Ekonomi Indonesia

Solusi: Koperasi Peternak dan Program Gizi Nasional

Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pembentukan koperasi oleh para peternak rakyat. Dengan bergabung dalam Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih, distribusi akan lebih efisien dan peternak bisa langsung memasok kebutuhan ayam ke program-program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Tujuannya agar peternak mendapat harga yang layak, dan konsumen tetap bisa menikmati daging ayam dengan harga wajar,” tutur Agung.

(Hen/PM)