https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

INDONESIAN GANGSTER

Okt 23, 2024

Foto: Moh. Syafiq Khan (ist)

Oleh: Moh. Syafiq Khan
(Ketua Presidium Forum Alumni Universitas Mataram & INDEMO: Indonesian Democracy Monitor)

Saat Perang Vietnam lagi berkecamuk pada tahun 1970 an, para mafia Italia dan Gangster lainnya di New York mengalami serangan panik karena serbuan mendadak Narkoba jenis baru yang disebut ‘Blue Magic’. Narkoba tersebut di kuasai oleh kelompok baru tak terduga, pimpinan seorang kulit hitam afro amerika yang mendadak kaya dengan narkotika yg ajib serta tidak diketahui darimana asalnya.

Dialah Sang Don Frank Lucas ( lahir di La Grange, Carolina Utara, USA : 09 September 1930 – Wafat, Cedar Grove, New Jersey, USA /Amerika Serikat: 30 Mei 2019 ). Saat akhirnya ditangkap tahun 1976 terungkap kehebatan Frank Lucas dengan mengimpor narkoba murni langsung (tanpa perantara) dari segitiga emas, Vietnam, Thailand, Kamboja. Dan uniknya, telah diakui pengiriman narkoba tersebut tak pernah tertangkap karena diselundupkan dalam peti mati tentara Amerika Serikat korban perang Vietnam, dengan kerjasama militer. Sebuah tragedi konspirasi yang menggemparkan tatanan kehidupan dunia.

Kisah nyata Frank Lucas tersebut ditulis dalam artikel The Return of Superfly di Majalah Newyork oleh Marc Jacobson pada 14 Agustus 2000. Riwayat ini kemudian di buat skenario nya oleh Steven Zaillian pada 2002, serta di rilis secara dramatik spektakuler dalam film laris “American Gangster” pada tahun 2007. Film ini diperankan bintang karakter utama Denzel Washington sebagai Frank Lucas dan Russel Crowe sebagai Richie Robert, serta digarap sutradara kawakan Ridley Scott.

Bahwa yang menarik dari kisah nyata ini, Frank Lucas yang dihukum 70 tahun akhirnya hanya menjalani 15 tahun hukuman dalam program perlindungan saksi dengan syarat menyerahkan seluruh harta kekayaannya dan membongkar jaringan mafia internasional. Termasuk keterlibatan aparat militer dan penegak hukum lainnya serta para gangster terkait. Hal Ini tidak lepas dari kehebatan detektif kejaksaan / Kepala satuan tugas Biro Narkotika Federal Richie Robert yg fokus dan bersih dari pengaruh kotornya dunia gangster.

Sebenarnya banyak kisah nyata gembong narkoba dan para gangster, yang kemudian digunakan oleh aparat penegak hukum untuk membongkar kejahatan nya. Sebut saja Joe Valachi yg dipenjara tahun 1963, kemudian membocorkan Valachi Papers, yang akhirnya dibunuh dipenjara pd tahun 1971. Selain itu kisah nyata Josep Massino yg dihukum mati tahun 2004, kemudian bekerjasama dengan pemerintah, maka dikurangi hukuman nya menjadi seumur hidup.

Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah menyatakan perang terhadap narkoba dan menerapkan Hukum yang keras terhadap negara asing penghasil narkoba terutama yang menyelundupkan ke AS. Sejak jaman Al Capone yang mashur sampai Escobar, El Chapo dan lainnya hingga saat ini perang terus berlanjut. Negara negara benua Amerika penghasil narkoba seperti Columbia dan Meksiko mempunyai perjanjian untuk ekstradisi bos mafia ke AS. Sebut saja El Chapo Guzman dan putranya Ovidio Guzman yang diekstradisi dari Meksiko telah masuk penjara di AS. Selain itu perburuan hingga kematian Pablo Escobar di Columbia juga tak luput dari peran besar AS. Bahwa AS sampai sekarang sangat ketat menjaga rakyatnya dari serangan narkoba yang akan merusak jiwa raga bangsanya.

Negara Indonesia Narkoba

Fakta kisah ini layak nya menjadi hikmah teruntuk negeri kita Indonesia tercinta. Kisah macam Freddy Budiman (lahir di Surabaya 18 Juli 1977 dan dihukum mati usia 39 tahun pada tanggal 29 Juli 2016 di Nusa kambangan), yang oleh keputusan Hukum disebut gembong narkoba dan menurut pengakuannya di import langsung dari China, sepatutnya dijadikan bukti pegangan untuk membongkar jaringan gangster narkoba Internasional. Pengakuan Freddy Budiman yang menghebohkan adalah sesungguh nya import narkoba selama ini bekerjasama dengan berbagai aparat Bea Cukai, Polisi, BNN, BIN, dan Militer. Bahwa sebenarnya Kesaksian ini dapat digunakan untuk mengusut keterlibatan aparat di dalam negeri dan saingan mafia dalam negeri serta sebagai alat penekan terhadap pemerintah China agar serius bekerjasama dengan pemerintah Indonesia dan interpol untuk menghadang penyelundupan narkoba serta membumihanguskan narkoba. Perang Candu babak baru adalah Perang yang sesungguhnya.
(Tempo 29 Juli 2016)

Perang Melawan Narkoba ini wajib segera dilakukan, mengingat penyelundupan narkoba sudah semakin mengganas. Selain itu narkoba selalu berdampingan dengan korupsi sehingga pemberantasannya harus dengan kekuasaan besar. Belum lagi narkoba yang telah di produksi massal di dalam negeri kita dalam berbagai bentuk yang semakin canggih. Jika imbalan sepadan dalam menguak konspirasi gembong narkoba, terutama kaitan nya antara bos besar gangster narkoba China dengan bos besar gangster narkoba Indonesia, bahkan negara lain, maka keringanan hukuman tentu layak diberikan, setidak nya seumur hidup. Perkara semacam ini tidak hanya semata diterapkan UU No. 35 / 2009 tentang Narkotika (yang juga perlu revisi), namun sebaiknya juga dimanfaatkan oleh Pemerintah sebagai Justice Collaborator untuk membongkar jaringan narkoba internasional sebagaimana juga telah diatur dalam UU No. 31 Tahun 2014 ( perubahan dari UU Nomor 13 / Tahun 2006 ), tentang perlindungan saksi dan korban. Membongkar kedok para Aparat Penegak Hukum Sipil dan Militer yg terlibat bersama Cukong Besar Narkoba. Membongkar Kekuasaan Gembong Narkoba yg sebenarnya. Menghancurkan Kekuasaan The Don Dragon.

Saat ini Freddy Budiman telah di hukum mati. Memang sudah sepatutnya bagi gembong narkoba yang tak berguna untuk diajak kerjasama (menjalankan tradisi omerta tutup mulut), layak di hukum mati. Namun hendak nya bagi yang bermanfaat dalam membongkar jaringan besar narkoba tentu layak pula diberikan jaminan keringanan hukuman dan keselamatan jiwa nya. Bahwa setiap orang berhak untuk bertaubat dan memberikan yang terbaik untuk negaranya serta memulai kembali jalan hidupnya menuju kebaikan. Sayang sekali Freddy Budiman sepertinya tidak diberikan kesempatan untuk membongkar jaringan mafia narkoba international. Bahkan terkesan terdapat konspirasi untuk segera membungkam dengan melaksanakan eksekusi hukuman mati nya. Padahal sudah sepatutnya aparat hukum menyelidiki ulang untuk membongkar jaringan mafia narkoba internasional.
(Majalah Tempo 16 Agustus 2016 : Membungkam Freddy Budiman).

Pemerintah Indonesia wajib segera meruntuhkan kekuasaan gelap narkoba yang mencengkeram negeri ini. Sampai saat ini bos mafia narkoba masih tentram makmur hidupnya, sementara rakyat negeri ini makin rusak merana kehidupannya. Selama ini Indonesia telah menjadi surga bagi para gangster. Indonesia menjadi negara darurat narkoba, kegundahan ini pula yang membuat komisi tiga DPRRI naik pitam mengancam membubarkan Badan Nasional Narkoba (BNN). Pasal nya selama ini BNN tidak berani menghadap presiden dan melakukan terobosan untuk menyatakan perang terhadap narkoba.
(Kompas 18 Maret 2021).

Ditangkapnya Irjen Polisi Ferdy Sambo ( Kadiv Propam dan Kepala Satgasus Merah Putih) sekitar Juli 2022, karena kasus pembunuhan terhadap pengawalnya Brigadir Polisi Joshua menunjukkan kegentingan Hukum dan Keadilan di negara kita. Kasus Sambo ini juga menyebabkan dibubarkannya Satgasus Merah Putih oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Tentu saja setelah mendapat banyak kritik dan tekanan untuk pembubarannya. Satgasus Merah Putih ini dibentuk saat awal pemerintahan Presiden Jokowi, yaitu resminya semasa Kapolri Tito Karnavian sekitar tahun 2019, merupakan organisasi nonstruktural yang khusus menangani kasus kasus mewah Narkoba, Korupsi, Pencucian uang, ITE, terorisme. Organisasi ini sangat eksklusif dan powerfull serta rentan untuk disalahgunakan. Banyak kasus narkoba, Judi dan lainnya yang ditengarai menjadi “mainan” Satgasus. Bahkan dugaan sangat kuat keterlibatan sambo dengan satgasus nya dalam unlawfull killing pembunuhan enam orang anggota FPI di Jalan Tol Jakarta – Cikampek KM.50. Polisi yang diadili justru dibebaskan dan komandan satgasus sambo tidak tersentuh hukum. Namun anehnya Presiden Jokowi tidak tegas memerintahkan mengusut kembali kejahatan ini sampai tuntas. Mengerikan.
(Kompas 12 Agustus 2022 dan Tempo 15 September 2022).

Kemudian juga ditangkapnya Irjen Polisi Teddy Minahasa (mantan Kapolda Sumatera Barat dan baru menjabat Kapolda Jawa Timur) sekitar Oktober 2022, karena kasus bandar narkoba semakin membuktikan negara kita darurat narkoba. Kasus Sambo dan Teddy Minahasa ini telah membuktikan kebenaran pernyataan Alm. Freddy Budiman bandar narcos yang sudah dibungkam dengan segera di eksekusi mati sebelum terlalu banyak berkoar mengungkapkan keterlibatan aparat penegak hukum sipil dan militer. Ratusan aparat polisi sipil dan militer telah ditangkap setiap tahunnya gegara narkoba. Pejabat negara / pemerintahan mulai dari kades, walikota, bupati, gubernur sampai menteri dan anggota parlemen di era pemerintahan Jokowi ini banyak yang ditangkap KPK karena korupsi (sebelum KPK dikebiri). Banyaknya kasus narkoba dan korupsi yang dilakukan pejabat maupun aparat negara menjadikan rakyat semakin tak berdaya secara struktural.
(Majalah Tempo 23 Oktober 2023).

Revolusi Mental Palsu

Presiden Joko Widodo sejak awal pemerintahannya menyatakan pentingnya revolusi mental bagi bangsa ini agar menjadi bangsa yang maju, berintegritas, berdaulat, adil makmur berdasarkan Pancasila. Jargon ini kemudian dituangkan dalam Instruksi Presiden No. 12 / Tahun 2016 tanggal 06 Desember 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental. Bahwa gagasan revolusi mental pertama digelorakan Presiden Soekarno pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1956 untuk menumbuhkan semangat bangsa Indonesia yang baru merdeka. Revolusi mental dengan membangun karakter mental tidak minder dan optimis berdaulat anti kolonialisme berdasarkan Pancasila. Jokowi pun menggunakan jargon yang sama.
( Kompas 17 Oktober 2014)

Membangun jiwa yang merdeka menuju bangsa yang besar. Itulah revolusi mental. Namun apa yang terjadi saat ini adalah kepalsuan. Negeri ini memang punya pertumbuhan bangunan beton beton. Tetapi mental rakyat nya tidak sekuat beton. Beton beton dibangun dengan utang. Utangnya lalu dikorupsi. Mega pembangunan IKN misalnya merupakan utang beton yang dipaksakan tanpa persiapan matang dan akan pula berdampak mega korupsi. Dalam filonomics disebutkan warisan utang luar negeri negara dalam pemerintahan Jokowi sudah tembus 8500 Triliun dengan bunga 550 Triliun pada tahun 2025. Belum lagi utang luar negeri swasta yang tidak terkontrol. Semakin besar utang nya maka rente korupsinya makin besar. Utang yang besar tentu saja merusak mental aparatur negara menjadi mental korup. Utang dan korupsi yang besar akan menaikkan upeti pajak dan menghilangkan subsidi, sehingga rakyat semakin dipinggirkan dan sengsara dalam kehidupan ekonominya. Pejabat dan aparat nya banyak korupsi dan narkoba. BNN tidak diperintah untuk tegas memberantas narkoba dan yang terjadi justru sebaliknya bermain api. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah tidak efektif dan tidak berani serta hanya menangkap koruptor sesuai pesanan penguasa karena sudah dibawah kontrol presiden. Sumberdaya alam dirusak dan dikorup. Hukum hanya dibuat mainan seperti omnibus law dan banyak produk hukum yang dibuat untuk kepentingan oligarki hitam dan kekuasaan korup amoral. Hukum tidak berpihak kepada keadilan rakyat.
( Kompas 04 September 2024)

Berbagai pelanggaran Hukum dan HAM tidak diusut dan pelakunya tidak dihukum. Lawan lawan politik dikekang dan diancam penjara. Partai partai politik yang tidak tunduk kepada presiden akan mendapat ganjaran yang pahit. Banyak penangkapan dan pemenjaraan aktivis demokrasi. Termasuk berbagai pembunuhan demonstran aktivis mahasiswa dan rakyat yang tidak pernah diungkapkan pada masa pemerintahan Jokowi.
(Kompas 27 Oktober 2019 dan Kompas 20 September 2021)

Presiden Jokowi justru sibuk mempertahankan kekuasaannya dengan program 3 periode (yang gagal) kemudian perpanjangan masa kerja presiden ( juga gagal), lalu belakangan direpotkan dengan proyek dinasti yang maunya terus berkuasa. Kekuasaan ditangan Jokowi dijalankan dengan prinsip Machiavelisme. Hukum adalah Jokowi. Manipulasi dan kepentingan pribadi diatas segalanya serta dilakukan dengan segala cara amoral. Keluarga Jokowi harus mengambil alih kekuasaan. Untuk itu Gibran dipaksakan untuk menjadi wapres Prabowo dengan segala cara menabrak dan merombak rambu rambu Hukum.
( Majalah Tempo 2 Juli 2023 : Ekspansi Politik Dinasti Jokowi)

Sementara itu narkoba makin menyerang rusak mental bangsa ini secara struktural. Rakyat nya banyak utang makin banyak terjerat judi, makin banyak kemiskinan makin banyak kemelaratan struktural. Kemiskinan Rakyat Indonesia menurut data resmi BPS tahun 2023 sekitar 26 Juta orang dan kemiskinan ekstrem 6 juta orang. Menurut data tidak resmi tentu saja jauh lebih besar, mengingat ukuran standar kemiskinan yang berbeda dan banyaknya rakyat miskin tidak terdata. Kemiskinan ini semakin parah lagi bergandengan dengan korban narkoba. Presiden Jokowi sendiri telah mengungkapkan data pada september 2023 Sekitar 3,6 juta rakyat negeri ini terjerat narkoba sehingga lapas sudah tak sanggup menampung nya. Hitungan tidak resmi bisa lebih tiga kali lipat, mengingat banyak korban pengguna narcos yang hanya diperas aparat penegak hukum dan dibebaskan. Padahal seharusnya korban dibantu untuk rehabilitasi dengan baik bukan malah diperas atau dijebloskan ke penjara. Namun tetap tidak ada tindakan presiden jokowi yang tegas untuk memberantas kejahatan yang luar biasa menyeramkan ini. Parlemen (partai politik) juga berada dibawah tekanan jerat presiden jokowi. Parlemen sebagai wakil rakyat menjadi tidak berdaya dibawah kekuasaan Presiden Jokowi. Rakyat sangat kecewa dan marah.
(Detik, 11 September 2023 dan Kompas 22 Pebruari 2024)

Walhasil Nawacita yang digaungkan jokowi telah bermetamorfosis menjadi Nawadosa Jokowi. Selama dua periode memimpin Indonesia Jokowi meruntuhkan Demokrasi dan harapan harapan Reformasi. Nawacita menjadi bencana yang berlipat ganda. Bahwa dalam visi-misi nawacita dipaparkan sembilan agenda pokok untuk melanjutkan semangat perjuangan dan cita-cita Soekarno yang dikenal dengan istilah Trisakti, yakni berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, rakyat tidak berdaulat secara politik, dan semakin tidak mandiri dalam ekonomi dengan segala rupa impor dan banyaknya utang, serta lemah kepribadian dalam kebudayaan. Saat ini negara kita telah berada dalam masa neo kolonialisme. Hampir semua hasil pembangunan bukan milik kita sendiri. Revolusi mental yang menjadi jargon ternyata hanya cita cita palsu jokowi. Bangsa Indonesia semakin menderita dengan maraknya narkoba dan korupsi. Hal inilah yang melemahkan semangat juang kemandirian bangsa kita.
(Majalah Tempo 28 Juli 2024: Nawadosa Jokowi)

Bagaimana mungkin membangun revolusi mental dalam negara yang penuh dengan narkoba dan korupsi. Bagaimana caranya melakukan revolusi mental bila pemimpinnya bermental kolonial. Apa yang bisa diharapkan rakyat bila pemimpinnya suka bohong. Yang terjadi justru revolusi mental ke arah kerusakan mental. Pemerintahan Jokowi selama dua periode telah mendiamkan maraknya narkoba dan korupsi. Bila demikian bisa dikatakan pemerintahlah yang berbuat kejahatan narkoba dan korupsi. Diam berarti memaklumi bahkan menyetujui. Dengan demikian maka Jokowi telah menobatkan dirinya memenjadi Presiden dengan julukan “pembohong”. Setiap kata yang diucapkan jokowi hampir selalu tidak ditepati. Sampai muncul istilah pagi kedelai sore tempe. Bahkan Majalah Tempo menggambarkan Jokowi sebagai bayangan Pinokio. Inilah kenyataannya.
(Majalah Tempo 16 – 22 September 2019: Janji Tinggal Janji)

Penutup

Bahwa untuk Meruntuhkan Kekuasaan Indonesian Gangster harus dengan Kekuasaan itu sendiri. Presiden Jokowi sewajibnya berkaca dari kegagalan Presiden sebelumnya baik Megawati maupun SBY, yang tidak berniat serius meruntuhkan jaringan narkoba dan korupsi. Inilah sebenarnya momentum Presiden Republik Indonesia Joko Widodo bersama Wakil Rakyat di parlemen untuk memporakporandakan kejahatan luar biasa Narkoba, Korupsi, Kolusi, Nepotisme, Rente Utang, pencucian uang, perdagangan manusia, terorisme, serta segala bentuk kebejatan moral demi terwujudnya Revolusi Mental yang Hakiki berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Inilah hakekat revolusi mental.

Tetapi sungguh merugi pemerintahan Jokowi hanya berslogan belaka tanpa tindakan nyata untuk memberantas narkoba dan korupsi, sehingga yang terjadi justru kerusakan mental rakyat Indonesia. Negara yang sebelumnya melalui revormasi sudah mulai menata kehidupan demokrasi pancasila justru porakporanda menjadi negara “Tanpa Demokrasi”. Menurut V-Dem (Varieties of Democracy) scor nya menurun dari 0,43 menjadi 0,36 mendekati 0, lebih rendah dari papua nugini dan timor leste. Ranking 87. Bahwa semua tindakan Presiden Jokowi selama berkuasa, yang bertentangan dengan harapan hatinurani rakyat membuat dirinya tidak berarti dihadapan rakyat Indonesia dan terlebih dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.
(Kompas 14 Maret 2024)

Jika Penguasa suatu Negeri tidak berani memulai sebuah Kebaikan, maka sesungguhnya mereka adalah bagian dari Kejahatan itu sendiri. Dan bila rakyat nya hanya diam menerima kejahatan, maka mereka juga telah menjadi bagian dari kejahatan tersebut. Sesungguh nya kehancuran menunggu mereka yang tidak mau memulai suatu Kebaikan.

Oleh karenanya mari kita Rakyat Indonesia mulai bersatu berbuat segala macam kebaikan dan melawan kedzaliman. Bahwa kita wajib menuntut kepada pemerintah negeri ini (terutama Pemerintahan Prabowo Subianto yang akan dilantik 20 Oktober 2024), untuk segera berantas narkoba maupun korupsi dan segala macam keburukan sampai keakarnya demi masa depan bangsa Indonesia tercinta. Pemerintah wajib memberantas segala macam gangster dan bukan malah menjadi gangster yang justru akan merusak kehidupan berbangsa yang bermartabat. Kehidupan Demokrasi Pancasila dengan Penegakan Hukum dan Keadilan wajib dijunjung tinggi meskipun dunia akan hancur.

Semoga Allah SWT melindungi kita semua.
Alfatihah.
Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin.

Bogor, 06 September 2024