Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara terang-terangan menyatakan lebih memilih Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dibanding Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pernyataan ini disampaikan usai Salat Idul Adha di Solo, Jumat (6/6), dan langsung memantik spekulasi arah politik Jokowi setelah lengser dari kursi presiden.
“Enggak lah. Di PPP saya kira banyak calon-calon ketua umum yang jauh lebih baik, yang punya kapasitas, kapabilitas, punya kompetensi,” ujar Jokowi, menanggapi kemungkinan dirinya menjadi Ketua Umum PPP.
Tak lama kemudian, ia menambahkan dengan santai, “Saya di PSI saja lah.”
Pernyataan ini menjadi sorotan, apalagi kedua partai PPP dan PSI tengah mempersiapkan pemilihan ketua umum masing-masing. PPP dijadwalkan menggelar Muktamar pada September 2025. Sementara PSI akan menggelar kongres tahun ini, meskipun Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, baru dua tahun menjabat sebagai ketua umum sejak 2024.
Meski Jokowi menyebut “lebih memilih PSI”, ia mengaku belum mencalonkan diri sebagai ketua umum partai manapun. Ia juga tidak menutup pintu bagi kemungkinan lain, sambil berkata, “Ya nggak tahu (mau masuk partai lain atau tidak). Di PSI juga belum dicalonkan.”
Nama Jokowi memang mencuat di dua partai tersebut. Di PPP, ia disebut-sebut mendukung Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk maju sebagai ketua umum. Sementara di PSI, relawan justru menepis kemungkinan Jokowi akan bergabung.
“Saya meyakini bahwa 99,9 persen Pak Jokowi enggak akan masuk ke PSI,” ujar Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina.
Pernyataan Jokowi yang terkesan gamang namun sekaligus mengarah, menyisakan banyak tafsir, apakah ini manuver politik personal pasca kekuasaan, atau sinyal Jokowi sedang bermain dalam peta kekuatan partai menjelang transisi pemerintahan 2024-2029?