Jokowi Tolak Jadi Ketum PPP, Serius atau Manuver?

Jun 7, 2025

Foto: Jokowi dan Rommy

Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), secara tegas menolak namanya dikaitkan dengan bursa calon Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjelang Muktamar partai tersebut yang dijadwalkan digelar September 2025.

Sikap tegas ini terbilang langka, mengingat dalam isu-isu sebelumnya yang menyangkut partai politik, Jokowi sering kali bersikap mengambang. Misalnya saat dikaitkan dengan Partai Golkar pada Agustus 2024, ia tidak memberikan jawaban pasti, meski santer diisukan masuk jajaran elit Partai Beringin. Hal serupa terjadi saat namanya dikaitkan dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Namun kali ini berbeda. Saat disandingkan dengan isu bergabungnya ke PSI dan PPP secara bersamaan, Jokowi terang-terangan lebih memilih PSI.

“Enggak lah. Di PPP saya kira banyak calon-calon ketua umum yang jauh lebih baik, yang punya kapasitas, kapabilitas, punya kompetensi,” ujar Jokowi usai salat Iduladha, Jumat (6/6).

Pernyataan ini sekaligus menunjukkan bahwa Jokowi mulai menunjukkan arah politiknya pasca lengser dari kursi presiden.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai ada dua alasan utama di balik sikap Jokowi tersebut. Pertama, faktor ideologis. Sebagai mantan pengusaha dan tokoh nasionalis yang lama berkarier di PDIP, Jokowi lebih dekat secara ideologis dengan PSI yang berhaluan nasionalis. Sementara PPP merupakan partai Islam berbasis santri yang secara historis tidak memiliki kedekatan dengan Jokowi.

“Selama ini Jokowi dikenal sebagai kader nasionalis. Lama di PDIP. Dan ketika mendekat ke PSI, sama-sama punya irisan ideologi yang kuat,” ujar Agung, Sabtu (7/6).

Kedua, secara kultural dan sejarah, Jokowi tidak memiliki akar yang kuat di PPP. Basis PPP yang berasal dari kalangan pesantren dan tokoh agama tidak memiliki benang merah langsung dengan latar belakang Jokowi.

“Sehingga ketika ada wacana Jokowi dijadikan ketua umum PPP, kecenderungannya justru akan lebih mengarah ke PSI,” tambah Agung.

Pernyataan Jokowi itu, menurut Agung, bisa dibaca sebagai sinyal kuat bahwa ia akan tetap aktif dalam dunia politik nasional, dan membuka peluang besar bergabung secara resmi dengan PSI. Meski belum pasti sebagai ketua umum, langkah ini menegaskan bahwa Jokowi tidak akan pensiun dari arena politik.

“Yang jelas, Pak Jokowi mengirim pesan: dia akan tetap berpolitik, tetap berpartai, dan terus berada di orbit strategis kekuasaan nasional,” pungkas Agung.

Agt/PM