Tambang nikel di Pulau Kawei, Raja Ampat, Papua Barat. Foto: Greenpeace
Komisi XII DPR RI akan turun langsung ke lokasi operasional tiga perusahaan tambang swasta yang diduga merusak kawasan konservasi Raja Ampat, Papua Barat Daya. Wakil Ketua Komisi XII, Bambang Hariyadi, menyampaikan kekesalan atas penanganan yang dinilai tidak adil dan timpang.
Menurutnya, hanya PT Gag Nikel anak usaha BUMN PT Antam yang ditindak pemerintah, sementara tiga perusahaan swasta yang disebut lebih merusak justru belum tersentuh hukum.
“PT Gag Nikel sudah ditindak, padahal pelanggarannya tergolong ringan. Tapi tiga perusahaan swasta yang lebih parah dibiarkan begitu saja,” ujar Bambang dalam keterangan tertulis, Sabtu (7/6).
Tiga perusahaan yang dimaksud adalah:
PT Anugerah Surya Pratama (ASP). Perusahaan asal Tiongkok ini disebut telah melakukan pencemaran dan merusak ekosistem laut. Kementerian Lingkungan Hidup disebut telah mengindikasikan adanya unsur pidana dalam operasionalnya.
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM). Mulai menambang sejak 2024 di lokasi yang sangat dekat dengan kawasan konservasi Raja Ampat. Aktivitasnya dinilai mengancam keanekaragaman hayati dunia.
PT Mulia Raymond Perkasa (MRP). Baru memulai pengeboran di 10 titik, namun belum mengantongi izin lingkungan. Tetap saja sudah beroperasi, yang menurut DPR merupakan pelanggaran serius.
Ironisnya, justru PT Gag Nikel yang ditindak dengan penghentian sementara, padahal pelanggarannya hanya soal perbaikan pengawasan lingkungan. Lokasi operasinya pun lebih jauh dari kawasan wisata utama Raja Ampat.
“Izinnya juga beda. PT Gag punya Kontrak Karya dari pusat. Sementara tiga swasta itu hanya pakai izin dari Pemda. Bahkan ada yang cuma ditandatangani Bupati,” tegas Bambang.
Ia menilai hal ini sebagai bentuk ketidakadilan. Negara dianggap diam terhadap perusahaan yang justru lebih merusak. Padahal, Raja Ampat adalah kawasan konservasi kelas dunia yang dilindungi.
“Tiga perusahaan swasta ini adalah perusak Raja Ampat. Diamnya negara adalah pembiaran terhadap kehancuran ekosistem warisan dunia,” kata Bambang, mengutip CNN Indonesia.
Komisi XII bersama Kementerian Lingkungan Hidup akan segera mengecek langsung ke lokasi. Jika terbukti melakukan pelanggaran berat, ia mendesak izin operasional ketiga perusahaan tersebut dicabut permanen.
“Raja Ampat bukan milik investor. Ini milik bangsa,” pungkasnya.
(Agt/PM)